"Apa?? Menikah?," Siren membulatkan matanya yang biasanya selalu tenang. Perasaan senangnya karena panggilan ayahnya untuk pertama kalinya langsung hilang seketika. Raja Hilton hanya mengangguk.
"Tapi, Ayahanda, saya sekarang bukanlah orang yang boleh menikah dan Ayahanda tahu itu," Siren kecewa. Namun, tidak diperlihatkan diwajahnya.
"Raja kerajaan Sanhari meminta seorang gadis dari kerajaan kita. Gadis yang tidak memiliki sihir untuk dijadikan seorang istri. Ayah tidak mungkin mengirim gadis biasa untuk Raja Steven yang terkenal itu. Lagipula jika itu dirimu, maka akan sangat menguntungkan bagi kerajaan kita," jelas Raja Hilton. "Tinggalkan saja profesimu itu dan menikahlah. Sekarang usiamu sudah 22 tahun, sudah cukup untuk menikah," tambahnya lagi. Siren hanya terdiam, tidak berminat untuk menanggapi lagi.
"Putri, benar tidak apa-apa?,"tanya salah seorang pelayan yang sedang merapikan pakaiannya dalam kamar.
"Apa maksudmu, Bli? Kamu tahu bahwa aku tidak pernah melawan Ayahanda, bukan?," kata Siren.
"Bukan itu masalahnya Tuan Putri. Apa Putri tidak pernah mendengar tentang Raja Sanhari?," tanya pelayan yang dipanggil Bli itu sementara tangannya masih sibuk merapikan barang-barang yang akan di bawa Siren. Sedangkan Siren hanya menggeleng tanpa ekspresi.
"Astaga, Putri. Raja Steven terkenal sebagai raja yang kejam, beliau adalah Raja yang membantai pasukan Kerajaan Ovein dulu tanpa ampun. Sejak saat itu dia menjadi Raja yang sangat disegani oleh rakyatnya dan juga dari kerjaan lain termasuk kerajaan kita. Apa Tuan Putri tidak masalah menikah dengan raja seperti itu?"
"Bli, apa jika aku menolak, Ayahanda akan mendengarkanku? Tidak, Bli. Aku akan menjalaninya jika ini memang takdirku. Masalah atau tidak, aku akan memikirkannya nanti," Siren berkata sambil tersenyum. Bli hanya dapat menghela napas berat. Dia tahu betul karakter Putri Siren yang begitu sulit berkata tidak walaupun semuanya ada alasannya. 'Terlalu baik', begitu penilaian Bli tentang Siren. Dipandanginya Siren yang sedang merapikan buku-bukunya.
"Jangan memandangiku seperti itu, Bli. Aku tidak sebaik itu. Aku bersedia dengan alasanku sendiri. Berhenti mengkhwatirkanku," Siren tersenyum ke arah Bli seolah tahu apa yang dipikirkan oleh gadis yang selalu melayaninya sejak kecil hingga 6 tahun yang lalu sebelum dia memohon pada Raja Hilton.
Esok harinya, rombongan penjemput dari Kerajaan Sanhari tiba di Istana. Kemudian, setelah perpisahan yang singkat Siren di bawa menuju Kerajaan Sanhari. Tak ada yang terlihat kehilangan kecuali dayang-dayang Putri Siren. Entah kesepakatan apa yang telah terjadi, sehingga Ayahanda serta Ibundanya begitu bahagia dengan dirinya yang akan menikah. Sepanjang jalan menuju Sanhari, Siren selalu diam dengan pikirannya sendiri. Ketika melewati perbatasan, wajahnya berkerut. Dilihatnya hamparan tanah yang gersang, rumah penduduk yang mewah maupun yang biasa saja sama-sama menebar hawa panas. Dilihatnya banyak orang yang mengaduh kehausan dengan air yang dipegang sangat sedikit. Daun pepohonan berguguran, rumput serta bunga-bunga nampak layu. Hewan-hewan ada yang menggelepar mati di jalan, diangkat, dan dibuang. Kehidupan diluar perkiraan.
Tiba di gerbang istana Sanhari, Siren semakin heran ketika mulai memasuki halaman istana. Tanaman hijau dapat dilihatnya, tak terlihat kekeringan seperti tadi. Siren di sambut di pintu istana, seorang pelayan yang meminta untuk mengikutinya memasuki istana. Istana yang cukup megah dibandung istana Loire. Pelayan itu membawa Siren ke sebuah ruangan. Dilihatnya seorang gadis yang seumuran dengannya sedang duduk menyambutnya.
"Duduklah!," kata perempuan itu . Siren menurut dan duduk di kursi yang disediakan.
"Namaku Putri Jalina. Aku akan menjadi orang yag membimbingmu mulai dari sekarang," kata Putri Jalina. Ditatapnya Siren dari atas kebawah dengan teliti.
"Aku tidak menyangka orang yang tidak bisa sihir sepertimu tetap berwajah seorang putri," kata Jalina tanpa maksud apa-apa dan hanya dibalas dengan senyuman oleh Siren.
"Setelah pernikahanmu besok, kamu akan mulai melalui pelatihan agar layak sebagai isteri Raja bahkan jika kamu tidak memiliki sihir sekalipun," lanjut Jalina. Sekali lagi Siren hanya mengangguk.
"Angga, Rina, masuklah!," panggil Jalina keras. Dua orang yang dipanggil memasuki ruangan dan memberi hormat dengan menundukkan kepala.
"Nah, mereka berdua akan menjadi pengawalmu mulai hari ini. Jika kamu membutuhkan sesuatu mintalah pada mereka dan juga persiapkan dirimu untuk pernikahan besok." Jalina meninggalkan ruangan diikiuti oleh dayang yang selalu bersamanya. Tinggal Siren, Angga, dan Rina dalam ruangan itu.
"Mohon bantuannya," kata Siren sambil berdiri. Angga dan Rina menundukkan kepala memberi hormat. "Apa kalian memang selalu bersama senjata kalian bahkan ketika berada di dalam istana?," tanya Siren melihat pedang yang di pinggang Angga
"Ya, Tuan Putri. Di dalam istana bukan berarti anda aman dari marabahaya," kata Angga tersenyum. Siren mengangguk setuju.
"Putri, saya akan menunjukkan kamar anda," kata Rina memberi isyarat agar Siren mengikutinya. Siren tersenyum kemudian mengikuti kedua orang itu menuju kamar yang ditunjukkan.
"Istirahatlah, Putri. Mudah-mudahan besok akan menjadi hari bahagia untuk anda. Jika perlu sesuatu kami berjaga di depan kamar anda," kata Rina kemudian undur diri.
"Terima kasih," jawab Siren. Setelah Angga dan Rina undur diri, Siren menatap melangkah ke arah jendela. Menatap jauh keluar sana dengan tanda tanya besar tentang kerajaan itu masih tersimpan dibenaknya di balik pikiran tentang pernikahannya besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain and The King of Sanhari
FantasyPutri Siren yang dikatakan sama sekali tidak bisa menggunakan sihir dinikahkan oleh Raja Hilton, ayahnya dengan Raja Steven yang terkenal kejam dari kerajaan Sanhari. Namun, Siren melihat kenyataan yang berbeda di Kerajaan Sanhari di mana kerajaan...