Mimpi itu muncul lagi membuat Raja Steven bergerak gelisah dalam tidurnya. Siren mengerjapkan matanya, terbangun dan melihat wajah Raja Steven yang berkeringat. Siren menoleh ke arah jam yang tergantung di dinding. Pukul dua. Ia seketika teringat perkataan Raja Steven sebelum tidur. Jangan kaget jika kau terbangun pukul dua karena diriku. Siren sekali lagi memandangi Raja Steven dengan khawatir. Raja itu begitu gelisah, seolah akan terbangun dari tidurnya. Apa dia selalu mimpi buruk?
Tak tega melihat Raja Steven yang begitu tersiksa dalam tidurnya, Siren menyentuh lengan Raja Steven. Menepuknya dengan lembut sambil sesekali mengusap, berusaha menenangkannya. Siren bersenandung kecil, melantunkan nada dengan pelan agar Raja Steven dapat mendengarnya, sekalipun hanya dalam tidur. Perlahan, raut wajah Steven kembali tenang dengan nafas yang juga kembali teratur. Siren tersenyum kemudian kembali tidur, perasaannya mengatakan bahwa ia tidak akan mimpi buruk malam itu.
******
Cahaya matahari yang meyilaukan berhasil menembus jendela kamar Raja Steven. Tubuh yang masih terbaring itu perlahan meregang dengan mata yang mengerjap. Raja Steven bangun dan duduk di atas tempat tidurnya. Sesaat dipandanginya Siren yang masih terlelap dalam tidurnya. Di sentuhnya wajah gadis itu, meneliti setiap lekuk wajahnya. Dia ingat betul bagaimana usapan dan senandung gadis itu semalam telah membuatnya tenang dan dapat melalui mimpi buruknya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Raja Steven dapat tidur lebih nyenyak dari biasanya. Semua berkat gadis di sampingnya itu.
Sentuhan Raja Steven membangunkan Siren dari tidurnya. Matanya perlahan terbuka dan didapatinya tangan Raja Steven berada di wajahnya seperti semalam. Kemudian jantungnya kembali berpacu dengan cepat kala matanya menangkap wajah Rajah Steven yang tengah memandanginya.
"Kau sudah bangun, Siren?"
Kalimat itu cukup ampuh untuk membuat Siren menjadi sadar sepenuhnya dan turun dari tempat tidur dengan terburu-buru. Sementara Raja Steven hanya memandanginya dengan ekspresi datar. Siren menundukkan kepalanya, kegugupun terlihat jelas di wajahnya yang masih kusut.
"Selamat pagi, Yang Mulia. Maaf, apa sekarang saya sudah boleh kembali ke kamar saya?"
Raja Steven hanya mengangguk sambil menjentikkan jarinya hingga pintu kamar terbuka. Siren berbalik dengan cepat setelah memberi hormat. Namun, ketika sampai di pintu ia berhenti dan kembali berbalik menatap Raja Steven yang masih belum beranjak dari tempat tidurnya.
"Terima kasih, Yang Mulia," kata Siren tulus dengan senyumannya, kemudian menghilang di balik pintu. Raja Steven mengangkat salah satu alisnya. Terimakasih untuk apa?
******
"Siren...!" Sekali lagi panggilan itu membuat Siren terkejut dan hanya terpaku ketika ia tengah berdiri menunggu di pintu gerbang bersama Rina dan Angga. Tanpak Raja Steven sedang berjalan mendekat bersama Jalina dan beberapa pengawalnya. Mereka berencana untuk melakukan perjalanan lagi hari itu sekaligus memastikan keamanan di beberapa tempat.
Siren yang namanya di panggil belum juga menyahut membuat Rina menegurnya.
“Putri, Yang Mulia memanggil Anda.”
“Ah, ya, eh. Maaf. Ada apa yang Mulia?” Siren tergagap, pikirannya berkecamuk sedangkan yang lain hanya menatapnya heran dengan sikapnya yang mulai terasa aneh.
“Berikan padanya!” perintah Raja Steven Steven pada seorang pengawal yang langsung menarik kuda kedepan Siren dengan cepat.
“Apa saya harus menunggangi ini?” tanya Siren tiba-tiba terlihat senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain and The King of Sanhari
FantasyPutri Siren yang dikatakan sama sekali tidak bisa menggunakan sihir dinikahkan oleh Raja Hilton, ayahnya dengan Raja Steven yang terkenal kejam dari kerajaan Sanhari. Namun, Siren melihat kenyataan yang berbeda di Kerajaan Sanhari di mana kerajaan...