Siren sedang memandangi bunga staria di halaman istana. Bunga itu tampak segar setelah menerima pasokan air yang cukup akhir-akhir ini dari hujan yang didatangkan Siren. Kerajaan itu pun tidak lagi menampakkan kekeringan seperti ketika Siren pertama kali melihatnya. Ditemani para dayang-dayang yang bertugas melayaninya, ia membersihkan rumput-rumput yang mengganggu.
"Saya bingung, Tuan Putri. Mengapa Anda merawat bunga staria ini? Walaupun berbunga tapi, bunganya tidak pernah mekar, hanya terkatup terus kemudian layu lagi tanpa sempat mekar," celetuk seorang dayang pada Siren yang masih sibuk menyiangi rumput.
"Wah, mengapa, yah... Hmm....Mungkin sama dengan alasan mengapa kalian masih saja melayaniku padahal kalian tahu bahwa aku tidak punya sihir dan sama sekali tidak layak untuk dilayani," jawab Siren dengan senyum. Dayang-dayang itu terkesiap dan menunduk. Terkejut bahwa sepertinya Siren tahu isi hati mereka.
"Suatu saat bunga ini akan mekar, kok atau mungkin dalam waktu dekat," ujar Siren lagi.
Dari belakang muncul Raja Steven seorang diri dan memberi kode pada dayang-dayang Siren untuk meninggalkan mereka. Setelah dayang-dayang itu masuk ke dalam istana, dipandanginya Siren yang masih sibuk dengan perkerjaannya tanpa menyadari kehadiran Raja Steven.
"Siren...," panggil Raja Steven.
Mendengar namanya dipanggil, Siren sesaat termangu, jantungnya seketika berdebar lebih cepat dari biasanya. Matanya berkaca-kaca."Hey? Siren?" Raja Steven memanggil sekali lagi melihat gadis itu hanya diam tidak merespon panggilannya.
"Ah, maaf. Ada apa, Yang Mulia?" jawab Siren akhirnya setelah susah payah menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Raja Steven basa-basi walaupun ekspresi dinginnya tidak juga berubah.
"Wah, tumben sekali Yang Mulia ingin tahu mengenai kegiatan saya. Seperti yang Anda lihat, saya sedang mencabut rumput yang mengganggu bunga-bunga itu dalam pertumbuhannya," jawab Siren tersenyum. Namun, karena menyadari pertanyaan Raja Steven hanya sekedar basa-basi, ia mengulang pertanyaannya, "Ada apa, Yang Mulia? Ada peeintah untuk saya?"
Raja Steven diam sesaat kemudian menjawab, "Datanglah ke kamarku nanti malam. Bawakan teh yang sama seperti biasa. Ada yang ingin ku bicarakan denganmu," kata Raja Steven dan langsung berbalik pergi. Siren hanya diam masih berdiri di tempatnya menatap punggung Raja Steven yang menghilang di balik pintu istana.
"Aku bahkan tidak mendengar suara langkahnya," gumam Siren pada dirinya sendiri.Dielusnya dadanya yang masih saja bedebar keras. Siren menyungging senyum, ketika menyadari sesuatu yang baru pertama kali dirasakannya itu.
******
"Steven yang menyuruhmu?" tanya Jalina tidak percaya ketika mendengar penuturan Siren tentang dia yang akan membawakan teh untuk Raja. Siren mengangguk disusul oleh hembusan nafas berat Jalina.
"Baiklah, racik sebaik mungkin. Jangan sampai Steven tidak menyukainya," kata Jalina, lalu meninggalkan dapur dengan perasaan aneh yang tiba-tiba saja muncul dalam benaknya.
Siren membawa teh hasil seduhannya sendiri ke kamar Raja Steven. Siren hendak mengetuk, namun pintunya telah terbuka sendiri.
"Bawa ke sini!" perintah Raja Steven tanpa memberi kesempatan untuk Siren menawarkan terlebih dahulu. Siren menurut dan mendekat ke arah Raja Steven yang sedang duduk bersandar di atas tempat tidurnya. Raja Steven meraih teh yang disodorkan Siren dan langsung diseruputnya. Dahinya berkerut saat dirasakannya teh itu berbeda dari biasanya.
"Manis?" Raja Steven menatap Siren yang masih berdiri. Gadis itu langsung tersenyum mendengar kata itu.
"Saya menambahkan buah tanaman miryn, saya tahu teh Anda selama ini rasanya pahit."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain and The King of Sanhari
خيال (فانتازيا)Putri Siren yang dikatakan sama sekali tidak bisa menggunakan sihir dinikahkan oleh Raja Hilton, ayahnya dengan Raja Steven yang terkenal kejam dari kerajaan Sanhari. Namun, Siren melihat kenyataan yang berbeda di Kerajaan Sanhari di mana kerajaan...