Pernikahan itu berlangsung dengan meriah. Seluruh rakyat bergembira menyambut pernikahan Raja mereka. Setelah upacara pernikahan dan semua undangan telah pulang, tinggallah Siren masih dengan gaun pengantinnya berdiri di samping Raja Steven yang dari tadi tidak bersuara kecuali saat prosesi pernikahan yang memang diperlukan. Mereka pertama kali bertemu hanya saat pernikahan. Bahkan saat itu pun keduanya sama sekali tidak memiliki percakapan berarti. Putri Jalina duduk di hadapan Raja Steven. Semua penghuni ruangan terdiam menunggu seseorang memulai pembicaraan.
Jujur saja, Siren tak cukup menyangka bahwa raja yang diceritakan oleh Bli padanya adalah orang di sampingnya itu. Raja Steven sangat tampan, berbeda dengan bayangan Siren yang mengira bahwa Raja Sanhari adalah orang yang sudah tua atau setidaknya orang yang lebih dewasa dari yang ada di hadapannya. Raja Steven hanya tua dua tahun darinya. Raut wajah dingin dan tegasnya tergambar jelas di balik ketampanannya.
"Jika tidak ada yang ingin di bicarakan, saya mohon diri," kata Siren menundukkan kepalanya hormat kemudian membalikkan badannya hendak meninggalkan ruangan.
"Tunggu! Ada yang harus ku bicarakan denganmu," seru Jalina membuat Siren menghentikan langkahnya dan berbalik menatapnya. "Tentang pernikahanmu ini kuharap kau tiak berharap banyak," lanjut Jalina.
"Mengapa?," Siren mengerutkan keningnya.
"Raja menikah denganmu untuk menambah keyakinan rakyat akan dirinya. Terutama mereka yang tidak menggunakan sihir sepertimu. Setelah semuanya membaik, antara Baginda Raja dan rakyatnya, pernikahan ini tentu akan dihentikan. Maaf jika ini di luar harapanmu"
Siren diam sesaat, menatap dua orang di hadapannya. Tatapannya tenang membuat Jalina merasa aneh karena gadis itu sama sekali tidak terkejut dengan perkataannya.
"Saya tahu," kata Siren tersenyum tipis. Raja Steven yang dari tadi hanya diam menatap keluar jendela, kini menatap Siren. "Orang-orang selalu menilai saya dengan buruk karena tidak bisa menggunakan sihir tapi, saya tidaklah bodoh. Saya rasa tidak ada alasan lain seorang raja yang hebat mau menikahiku jika bukan untuk keperluan politik."
"Kamu tahu tapi masih ingin menikah juga? Apa kamu serendah itu? Apa kamu berharap pandangan orang akan berubah terhadapmu jika kamu menikah dengan seorang Raja Sanhari? Itukah alasanmu mau menikah dengan orang yang bahkan tidak pernah kamu kenal?" Jalina menatap Siren dengan tajam, sementara yang ditatap masih saja tenang sama sekali tidak tersinggung.
"Tidak juga. Bukankah kalian sendiri yang meminta kepada ayahanda untuk mengambil saya sebagai istri Raja? Tapi, saya tetaplah menikah dengan keinginan sendiri. Kalian tidak usah khawatir karena saya sama sekali tidak mengharapkan apapun. Tetaplah lanjutkan sesuai rencana kalian.
Namun, ada satu hal yang harus ku katakan juga," Siren menarik nafas sejenak kemudian melanjutkan, "Saya hanya menikah sekali seumur hidup. Bagaimana pun kalian membuang saya nantinya, saya tetaplah orang yang sudah menikah dan suami saya tetaplah Raja Steven. Jika dia ingin menikah lagi, saya tidak keberatan.Maaf untuk keegoisan dan kelancangan ini," kata Siren dan kembali melangkah untuk meninggalkan ruangan. Jalina menghela nafas berat namun tidak dapat menyalahkan."Bersiaplah untuk memulai pelatihanmu besok," ujar Jalina akhirnya.
"Saya mengerti," jawab Siren sebelum benar-benar menghilang di balik pintu.
"Ku harap Anda tidak menyesal menikahinya Paduka Raja," kata Jalina kepada Raja Steven yang kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela.
"Jika Raja Hilton memberikan seorang yang bahkan tidak bisa mematuhi perintah, akan kuhancurkan kerajaannya," kata Raja Steven dingin. Putri Jalina hanya diam dalam debaran jantungnya yang tiba-tiba saja menjadi keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain and The King of Sanhari
FantasiPutri Siren yang dikatakan sama sekali tidak bisa menggunakan sihir dinikahkan oleh Raja Hilton, ayahnya dengan Raja Steven yang terkenal kejam dari kerajaan Sanhari. Namun, Siren melihat kenyataan yang berbeda di Kerajaan Sanhari di mana kerajaan...