Kenyamanan

7.6K 592 2
                                    


Raja Steven menghampiri Siren yang tengah memetik bunga staria di pagi yang cerah itu. Gadis itu melempar senyum ketika menyadari kedatangan Raja Steven.

"Selamat pagi, Yang Mulia," sapa Siren berdiri dan memberi hormat. Raja Steven hanya mengangkat alisnya.

"Keluarlah bersamaku hari ini, ada tempat yang ingin kukunjungi," kata Raja Steven tanpa basa-basi.

"Sekarang, Yang Mulia?"

"Ya."

"Tapi, Yang Mulia. Saya ada janji dengan Putri Jalina hari ini, katanya dia hendak berbicara dengan saya hari ini," jawab Siren lagi, namun kepalanya langsung tertunduk ketika melihat tatapan Raja Steven yang tajam ke arahnya.

"Baiklah, Yang Mulia. Tapi, mana yang lain?" tanya Siren akhirnya. Heran karena melihat Raja Steven yang sendirian.

"Kita berdua saja," jawab Raja Steven meraih tangan Siren yang masih memegang bunga yang baru dipetiknya. Kemudian ditariknya gadis itu ke tempat ia mengikat kudanya, sementara Siren hanya menurut tanpa protes.

Mereka meninggalkan istana dan memacu kuda menuju sebuah pemakaman. Siren sesaat termenung dan turun dari kudanya mengikuti Raja Steven.

"Ini lokasi pemakaman untuk keluarga kerajaan," ujar Raja Steven. Siren yang berjalan di belakang Raja Steven ikut berhenti ketika melihat pemuda itu berhenti di depan sebuah makam. Di bacanya nisan yang tampak megah itu dengan mata memicing.

"Makam Ratu Larissa?" tanya Siren setengah berbisik walaupun tahu jawabannya. Raja Steven mengangguk kecil.

"Mengapa Anda membawa saya ke makam Ratu Larissa? Apa Yang Mulia ingin saya menghidupkan Ratu Larissa sekarang?"

"Jika saja benar, apa kau keberatan?" Raja Steven balik bertanya dengan datar sambil melirik Siren yang menatapnya. Gadis itu tersenyum manis seiring jantung Raja Steven yang bergejolak.

"Tentu tidak, Yang Mulia," kata Siren dan meletakkan bunga yang dari tadi dipegangnya di atas makam itu. Sesaat Ia memejamkan matanya dan berdoa, kemudian mengelus nisan itu setelah selesai.

"Lama tidak berjumpa," bisik Siren. Pandangannya kembali dialihkan ke arah Raja Steven yang mengusap tulisan di nisan itu sambil mengucapkan sebuah mantra singkat. Tulisan itu bercahaya dan mengeluarkan sebuah kalung dengan liontin berbentuk bintang. Lalu memberikan kalung itu pada Siren.

"Pakailah! Gunakan itu untuk memanggilku ketika kau dalam bahaya."

"Dalam bahaya?"

"Ya. Jika Angga dan aku saja bisa menyadari bahwa kau adalah Putri Staria, apalagi penyihir yang dulu telah membunuh orang tuaku. Wanita jahat itu mungkin mulai mencarimu sekarang, berarti kau mulai berada dalam bahaya."

"Apa Anda sedang berusaha melindungi saya, Yang Mulia?" tanya Siren tersenyum. Raja Steven memalingkan wajahnya, menghindari tatapan Siren.

"Bukankah kau akan menghidupkan ibuku? Aku akan akan melindungimu sampai kau tahu caranya. Buku-buku yang ditinggalkan ibuku tidak menjelaskan cara Putri Staria menghidupkan orang."

"Terus terang saja saya tahu caranya, Yang Mulia. Saya pernah menghidupkan seekor kucing mati sebelumnya. Caranya tidak jauh berbeda dengan cara mendatangkan hujan. Saya bisa melakukannya sekarang jika Anda memintanya, Yang Mulia," jelas Siren. Raja Steven hanya terdiam memandangi Siren dengan raut wajah berbeda dan sulit dimengerti.

"Aku masih memikirkan itu. Aku akan memintanya jika sudah memutuskan," jawab Raja Steven akhirnya. Kembali diliriknya Siren yang mengangguk sambil memakai kalung pemberiannya.

The Rain and The King of SanhariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang