Pengorbanan

7.5K 618 1
                                    

Hari itu masih sore, namun langit nampak telah gelap walau tanpa awan tebal yang berarti. Semua menyadari, bahwa itulah harinya. Perang sihir melawan Cloiry. Semua pengawal telah disiapkan lengkap dengan peralatan sihir mereka. Angga dan Jalina juga telah siap dan berjaga di depan istana kalau-kalau langit gelap itu akan menjadi penyebab serangan tiba-tiba yang tidak terduga seperti biasa. Sementara di kamar Raja Steven, Siren sedang membantu raja itu mempersiapkan semuanya.

“Berjanjilah, Yang Mulia akan baik-baik saja,” kata Siren mengekspresikan kekhawatirannya. Raja Steven tersenyum dan memeluk gadis itu.

“Mengapa kau terlihat sekhawatir itu? Tidak akan ada yang terjadi denganku selama kau baik-baik saja,” jawab Raja Steven melepas pelukannya dan membelai rambut Siren dengan lembut.

“Seperti akan terjadi perang besar saja. Tentu saja saya khawatir, Yang Mulia.”

“Tetaplah di dalam istana dan jangan pernah keluar. Mengerti?”

“Tidak. Saya akan keluar dan membantu semampu saya jika terjadi sesuatu, Yang Mulia,” Siren berkeras. Raja Steven mendesah berat, namun kemudian mengangguk.

Tiba-tiba sekelebat cahaya sihir yang cukup besar menghampiri dan menghancurkan gerbang istana. Semuanya terkejut tak terkecuali Raja Steven dan Siren yang masih di dalam kamar. Mereka berdua berlari keluar untuk melihat situasi. Dari kejauhan nampak Penyihir Cloiry membawa sejumlah pasukannya. Seluruh pengawal yang telah bersiap segera memasang posisi untuk menyerang. Beberapa di antaranya mengucapkan mantra dan mengarahkan sihir ke arah pasukan Cloiry dengan cepat. Namun, tak ada dari sihir itu yang berhasil mengenai para penyihir bawahan Cloiry. Pasukan itu semakin mendekat dan berhenti tepat di gerbang istana.

“Waaahh….. Sepertinya semuanya telah menanti kedatanganku, hahaha… Namun, sayang sekali. Aku juga sudah menyiapkan pasukan untuk mengambil yang ku inginkan hari ini,” ujar Cloiry dengan tawa lebarnya. Ia menjentikkan jarinya, memberi kode pada para bawahannya untuk menyerang pengawal kerajaan. Mereka serentak mengucapkan mantra dan megarahkan sihir ke arah pengawal yang juga dengan cepat megeluarkan sihir pelindung. Dalam waktu singkat, formasi yang semula rapi langsung berantakan ketika kedua pasukan mulai menyerang sendiri- sendiri dengan target yang mereka tentukan.

Angga bergerak cepat mengucapkan mantera hingga pedangnya bercahaya kemudian menebasnya secarak acak pada pasukan Cloiry yang sedang menyerang para pengawal. Rina pun ikut membantu dengan menyihir menggunakan tongkatnya. Jalina yang sedang berdiri tak jauh di sampingnya melakukan hal yang sama, mengucapkan mantra dan mengarahkan telapak tangannya pada pada penyihir yang berusaha menyerangnya.  Halaman istana yang luas itu telah menjadi lokasi perang dalam sekejap. Bekas sihir di mana-mana memporak-porandakan halaman yang semula terlihat rapi.

Cloiry menyeringai, berjalan di tengah-tengah perang, mendekat ke arah Raja Steven dan Siren yang dari tadi berdiri mengawasi perang. Siren tampak memegang busur panah dengan anak panah di punggungnya.

“Mundurlah,” kata Raja Steven pada Siren. Gadis itu mengangguk dan melangkah mundur memberi ruang pada Raja Steven yang telah memasang posisi siap bertarung.

“Aku beruntung Putri Staria itu masih hidup. Ku pikir dia telah mati karena menghidupkan Ibumu,” ujar Cloiry tersenyum senang. “Mengapa tidak menyerah saja Raja Steven, Anda tidak akan pernah menang melawan saya.”

Raja Steven sama sekali tidak menanggapi ocehan Cloiry. Namun, kewaspadaanya semakin meningkat seiring penyihir kejam itu semakin mendekat. Cloiry berhenti beberapa meter dari Raja Steven. Mulutnya tanpak sedang mengucapkan mantra membuat Raja Steven mencabut pedangnya dengan cepat. Sekelebat cahaya yang dikerahkan Cloiry mengarah padanya dang ditangkisnya dengan pedangnya. Raja Steven balas menyerang Cloiry dengan menebaskan sihir dari pedangnya. Namun, penyihir itu selalu dapat menghindari dengan sangat baik.

The Rain and The King of SanhariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang