Chapter 5 : Kebaikan Laskar

7.4K 371 7
                                    


5. Kebaikan Laskar


        Hari tersialnya Langit bertambah lagi, ketika ia selesai membaca pesan dari Mamanya beberapa menit lalu. Yang mengatakan bahwa beliau akan pulang malam bersama suaminya. Dan menyuruh Langit untuk delivery saja jika ingin makan, sekalian untuk makan Pelangi dan Ibunya. Ponsel mahal pun menjadi korban dalam kekesalan Langit saat ini. Dia menggebrak ponselnya di meja dengan tenaga keras.

        Laskar, Wawan dan Edo melihat kemarahan memancar pada wajah sahabatnya itu segera bertanya.

        “Lo kenapa?” tanya Wawan, dia duduk di atas lantai usang yang tidak pernah di bersihkan atau sekedar di sapu, karena tempat mereka saat ini adalah di gudang.

        Kepala Langit menggeleng. Ia sangat kesal pada Pelangi yang selalu di prioritaskan oleh Mamanya. Dalam keadaan pergi pun, Mamanya masih tetap memikirkan makan anak pembantunya itu. Sedang Langit yang anak kandungnya, disuruh-suruh untuk mengantarkan makanan.

        “Nyokap bokap lagi nggak ada di rumah.” ujar Langit, memberitahu.

        Dan beberapa detik kemudian ketiga sabahatnya tertawa renyah sambil mengucapkan kata ‘yes’. Yang paling heboh diantara mereka adalah Wawan. Dia goyang-goyang sambil menggumamkan nama Lala, yang tak lain adalah Kakak Langit.

        “Kakak gue lagi ke Medan.”

Pemberitahuan selanjutnya dari mulut Langit sontak membuat Wawan berhenti atas aktivitas absurdnya. Dia bengong. “Ngapain?”

        “Kerjaan. Jam berapa ini?”

        “Setengah dua. Setengah jam lagi kita balik.” jawab Laskar.

        “Yaudah. Nanti kita ke rumah gue.” ucap Langit seraya beranjak dari kursi kusam itu lalu beralih menaiki meja yang memempel pada dinding, tepat pada jendela gudang.

        Langit menaiki jendela berukuran sedang dengan bentuk kotak itu dan melompat keluar, setelah kedua kakinya sudah menapak diatas jendela. Kegiatan Langit di peragakan pula oleh Laskar, Wawan dan Edo.

 Setiap hari mereka memang begitu. Masuk ke gudang, memanjat jendela. Keluar dari gudang yang biasa mereka bilang adalah bascampnya juga memanjat jendela. Karena pintu gudang jelas di kunci dan kuncinya ada di satpam. Tidak mungkin mereka meminta kunci pintu gudang pada satpam sekolahan yang terkenal dengan wajah garang dan rambut jambangnya yang memiliki panjang tak kalah dengan Teuku Wisnu itu.

        “Dirumah lo ada makanan kan Lang?” tanya Edo, seraya berjalan bersama Laskar dibelakang Langit.

Kontan saja, Laskar menempeleng kepala teman satu SD-nya dulu. Daridulu sampai sekarang, Edo selalu saja mengutamakan makanan. Tapi herannya anak itu tidak pernah memiliki postur tubuh gendut, bahkan selalu kurus.

        “Anjing!” maki Edo ketika tubuhnya terhuyung akibat ulah nakal Laskar.

        “Nanti gue delivery, buat makan.” jawab Langit.

        “Kalo gue sih nggak terlalu mikirin makanan, Lang. Yang penting nanti di rumah lo gue bisa ketemu sama Pelangi.” ucap Laskar santai sambil tersenyum-senyum menerawang.

Kini giliran Edo yang menempeleng kepala Laskar ketika mereka telah sampai di ambang pintu kelas. “Cinta buta lo!”

Sedang Langit hanya memutar bola mata saja tanpa bisa menjawab. Mendengar Laskar mengucapkan nama si buta itu membuat mood Langit menjadi buruk. Pemikirannya kembali memikirkan saat-saat dirinya di landa kesialan karena sudah menolong Pelangi. Ah, nama itu lagi yang disebut. Langit benci setengah mata padanya. Entah awal ia membenci Pelangi dan alasan membenci gadis buta itu sejak kapan dan karena apa. Yang jelas Langit benci. Mungkin karena Pelangi lebih disayang dan baik-baiki oleh Santi, menjadi Langit tersisih dan merasa di buang. Mungkin karena itu.

Sightless Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang