35. Epilog

9.5K 306 20
                                    

        Jam dinding menunjukkan pukul Dua Belas siang. Pelangi segera menyelesaikan menyapu lantai kamarnya. Lalu mandi cepat-cepat tanpa peduli busa sabunnya masih menempel pada pundak. Dia harus segera ke rumah Subroto untuk membantu Ibunya masak makan siang. Karena katanya, hari ini Langit adalah hari kepulangan Langit dari London.

        Langit. Pelangi rindu pada pemilik nama itu. Selama Delapan tahun, ia sama sekali tidak mendengar wajah angkuh milik Langit. Bahkan kabar laki-laki itu di London pun tidak pernah Pelangi dengar. Karena memang, dari awal Langit bilang bahwa dia tidak akan memberi kabar pada siapapun selama dia ada di London, bahkan keluarga saja tidak di beri kabar. Sampai-sampai Santi sering menangis di kamar kala rasa rindu pada anak kesayangannya itu melanda. Katanya sih, mau fokus mengejar impiannya yang tak lain adalah ingin menjadi Dokter. Entah Dokter apa, Pelangi kurang tahu.

        Kini Pelangi mematut dirinya di depan kaca lemari—dia sekarang sudah punya lemari, walaupun hanya satu dan di bagi dua bersama sang Ibu. Pelangi mengamati penampilannya dari atas sampai bawah. Dia mengenakan kaos kebesaran berwarna biru dengan lengan yang panjang, di padukan oleh celana training abu-abu. Penampilannya selalu sederhana, masih sama seperti dulu. Hanya saja kini wajah Pelangi sudah mulai memutih, dia merawatnya dengan baik menggunakan perawatan tradisional yaitu beras kecur, di gunakan sebagai masker wajah.

         Ada yang berbeda lagi dari Pelangi dulu dan sekarang. Pelangi sekarang adalah Pelangi yang tidak hitam gempal lagi, melainkan putih seksi. Tubuhnya mulai meninggi, membuatnya seperti model-model. Rambutnya hitam pekat karena Pelangi tidak pernah lupa untuk memberi daun lidah buaya. Hanya saja Pelangi masih mempertahankan keluguannya. Dia masih menggunakan pakaian kumuh dan sederhana untuk hari-hari biasa. Walaupun kini ia adalah perancang designer di perusahaan perancang busana milik Lala.

        Yah, Pelangi sudah bekerja. Di usianya yang menginjak 25 tahun dan sebentar lagi memasuki 26, dia bekerja di Lalays Designer. Berkat keluarga Langit yang mempersekolahkan Pelangi dari SMA sampai kuliah designer, akhirnya ia bisa merubah rumah kecilnya yang kurang nyaman untuk di tempati itu menjadi rumah impian.

        Usai menyisir rambut dan menguncirnya, Pelangi melangkah keluar dari kamar. Tangannya membawa kunci rumah, karena ia akan pergi ke rumah Langit jadi harus di kunci. Setelah mengunci pintu rumah, Pelangi mengambil sepeda yang waktu itu pemberian dari Subroto dan ia pergunakan untuk berangkat ke sekolah, agar tidak banyak ongkos untuk sehari-hari.

        Tiba di rumah Subroto, lewat pintu belakang seperti biasa, Langit langsung diberi tugas oleh Ibunya untuk menyapu lantai bawah sampai bersih hingga teras. Melihat Ibunya seperti kebakarang jenggot, menyiapkan makanan untuk menyapa kepulangan Langit, akhirnya Pelangi segera melaksanakam tugas.

        Dari mulai belakang, ruang tengah, ruang tamu hingga berakhir ke teras. Pelangi menghela nafas kasar. Peluh membasahi dahinya, karena dia terlalu cepat-cepat saat menyapu, padahal santai saja sebenarnya tidak akan membuatnya dihajar oleh Ibunya. Entalah, Pelangi hanya takut dia belum menyelesaikan tugasnya namun Langit sudah pulang. Itu akan sangat memalukan.

        Selesai menyapu, Pelangi beralih mengambil kemoceng, lap dan semprotan kaca. Dia mulai membersihkan semua benda yang ada di ruang tengah atau biasa di gunakan menjadi ruang keluarga. Dari mulai lemari, televisi, hingga pernak-pernik patung kecil hiasan dia bersihi semua. Hingga semua selesai dan tinggallah meja yang tersisa. Pelangi berjongkok, menyemprotkan pembersih dan mulai mengelap.

        Saking seriusnya dia bersih-bersih, telinganya yang tidak tersumpel apa-apa tidak mendengar suara pintu di buka dan tapakan antara sepatu dipadu dengan keramik lantai.

        Seorang laki-laki bertubuh tinggi dan agak kurus, mengenakan kaos yang dibalut jaket coklas dan bawahan celana jeans hitam itu melangkah pasti sambil merangkul bahu wanita disebelahnya. Wanita itu nampak bahagia di rangkulan laki-laki berwajah tampan itu. Di belakang keduanya, ada Subroto, Santi, Lala serta Satpam yang kini membawa koper.

Sightless Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang