“LANGIT ABI SUBAGJA, BANGUNNNN!!! INI UDAH JAM DELAPAN, PESAWATNYA TAKE OFF JAM SEPULUH...!” teriak Lala sekencang mungkin, sambil tangannya berusaha menyibakkan selimut yang menggulung tubuh adiknya.
“Hitungan satu nggak bangun, Kakak pastikan kamu mandi sambil tiduran di kasur!” ancam Lala tidak main-main, karena pasalnya dia memang sudah membawa ember dari kamar mandi Langit.
Cepat kilat Langit terbangun dan melepaskan lilitan selimut. Tanpa membuang waktu lagi, dia melangkah melewati Lala dan masuk ke kamar mandi begitu songongnya. Membuat Lala naik darah. Detik-detik terakhir tinggal di rumah, apa adiknya itu tidak bisa meninggalkan kesan baik sebelum akhirnya melesat ke negeri orang? Setidaknya mulailah baik hati pada Lala atau membuat perasaan hatinya menjadi baik. Bukan malah membuatnya naik darah dan harus ke Rumah sakit.
Lama memaki adiknya dalam hati sambil memandangi pintu kamar mandi, Lala memilih keluar dari kamar terlaknat milik Langit. Dia ada kerjaan yang lebih penting lagi daripada harus berdebat dengan Langit. Kerjaan penting yang dia maksud saat ini adalah menjemput Pelangi di rumah gadis itu. Karena hari ini kata Ratih, Pelangi tidak berangkat karena harus bersih-bersih rumah.
Menaiki motor matic keluaran terbaru, Lala meluncur menuju rumah Pelangi yang hanya berjarak beberapa meter dari rumahnya. Tiba di depan rumah, dia melihat Pelangi tengah menyapu teras rumah. Gadis lugu yang begitu rajin, begitu pandangan Lala pada Pelangi. Dia saja sampai kalah dengan Pelangi, bahkan Lala tidak pernah memegang sapu satu barangpun. Payah memang.
Lala tersenyum menyapa Pelangi yang terdiam kebingungan melihat kedatangannya tiba-tiba. Tangan wanita itu meraih sapu dari genggaman Pelangi lantas bertanya, “Hari ini Langit mau berangkat ke Eropa, kamu nggak mau nganter dia ke bandara?”
Bahkan aku berusaha menghindari itu Mbak. Ikut mengantar Langit ke bandara akan membuatku semakin merasa kehilangan Langit. Pelangi menjawab dalam hati, seperti biasa. Jika mulutnya terkunci tidak menemukan jawaban, maka hatinya yang menjawab dengan segenap tanpa sedikitpun kebohongan yang terselip. Karena hati tidak pernah berbohong. Kepala Pelangi tergeleng beberapa kali lalu menunduk. Kini ia dilanda oleh kecanggungan mendalam bersama Lala.
“Yakin? Nggak nyesel? Langit lama loh disana....” bujuk Lala, terselip godaan disana. Dia memang suka menggoda anak-anak ABG bau kencur yang mulai malu-malu pacaran. Contohnya seperti Langit dan Pelangi.
Kini Pelangi dilanda kebingungan. Jika dia ikut maka hatinya akan tercabik-cabik sakit. Tapi jika tidak ikut, dia tidak akan melihat Langit untuk yang keterakhir kalinya, sebelum laki-laki itu pergi selama delapan tahun. Dengan tubuh gemetar, Pelangi nekad bertanya, “Me-memang, memangnya aku, aku boleh ikut, Mbak?”
Lala terkekeh, merangkul bahu Pelangi, membawanya masuk ke rumah dan menuju ke kamar. “Udah sekarang kamu mandi dan pakai pakaian yang bagus. Ada kan? Apa perlu Mbak ambilin dress?” katanya seraya melepas rangkulan dan beralih ke kardus mie instan di sisi pojok. Lala mengambil celana jeans disana dan t-shirt lengan panjanh berwarna oranye. “Pakai ini.” katanya, menyerahkannya pada Pelangi dan langsung di laksanakan.
Sepuluh menit menunggu Pelangi menata penampilan, kini keduanya keluar dari rumah. Pelangi mengunci pintu rumah lebih dulu lantas menyusul Lala untuk naik motor. Pelangi sedikit kesusahan saat pahanya menaiki jok belakang, jok motor Lala menurutnya terlalu lebar. Pelangi yang kini mengenakan jeans jadi tidak nyaman duduk berlama-lama di motor Lala.
Sampai pekarangan rumah, Subroto di bantu dengan Satpam sedang memasukkan koper dan tas Langit ke bagasi mobil. Sepertinya akan segera berangkat. Pelangi pelan-pelan turun dari atas motor, dia berdiri menunduk menunggu Lala merintahnya untuk mengikutinya. Tak lama kemudian, Pelangi mendengar suara Ibunya meminta tolong pada Satpam, saat itu juga ia mendongak dan mendapati sang Ibu sedang menyerahkan tas berukuran sedang kepada Satpam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sightless
Teen Fiction"SIGHTLESS" (Pelangi, Gadis Buta Tanpa Talenta) BLURB; Hitam, gempal, jelek, kumuh, miskin dan dia buta. Namanya Pelangi, gadis buta tanpa talenta. Ibunya hanya ART di rumah seorang anggota DPR dan dia setiap hari ikut bekerja. Disana...