Laskar mendekatkan ponselnya di telinga kanan, setelah menekan nomor Pelangi sebagai tujuan ia menelfon. Beberapa pasang mata, seperti Langit, Wawan dan Edo melirik heran melihat Laskar menelfon seseorang dengan mata tertutup.“Lo nelfon siapa sih? Tegang banget.” Tanya Wawan, selalu ingin tahu.
Mata Laskar terbuka, melirik Wawan dan tersenyum simpul. “Bebeb Pelangi.”
Semuanya memasang wajah konyol, memandang raut gelisah Laskar. Sebegitu takutnyakah dia saat sedang menghubungi Pelangi? Apa setiap akan menelfon Pelangi, Laskar akan bertingkah seperti itu? Menurut Langit ini sangat berlebihan. Tidak biasanya ia melihat Laskar serendah ini. Masih dengan memandang Laskar yang berusaha menghubungi Pelangi, senyum sinisnya keluar, seiring ketika suara Pelangi terdengar dari balik ponsel Laskar.
“Hay cantik, udah sarapan?” Laskar memulai pembicaraan setelah mendengar sahutan hallo dari Pelangi. Kedua matanya melirik Langit, Wawan lalu Edo lantas tersenyum riang seolah ia sedang memamerkan gebetan barunya.
“Udah. Kamu lagi istirahat ya? Kok nelpon aku?” ponsel Laskar yang memang sengaja di loudspeaker mampu terdengar oleh ketiga sahabatnya.
“Iya ini lagi istirahat. Nanti kalo bel masuk udah bunyi, aku langsung ke rumah kamu, ya. Kan udah janji...” ucap Laskar sambil melirik Langit dan menaik turunkan kedua alisnya beberapa kali, berusaha membuat Langit jengkel.
Bola mata Langit memutar jengah. Tangannya tanpa sepengetahuan siapapun sedang berusaha mengambil kulit kacang lalu melemparnya ke wajah Laskar. Membuat laki-laki pemilik jambul pirang itu memaki tanpa suara, karena takut pujaan hatinya diseberang sana mendengar.
“Rese lo Lang!” gumam Wawan seraya menempeleng kepala Langit yang duduk di atas meja depannya bersama Laskar.
Lama tidak mendengar suara dari Pelangi, Laskar kembali bersuara. “Pelangi, kamu nggak kerja kan hari ini?”
“Eh, iya aku-aku nggak kerja. Ini lagi di rumah kok, nunggu kamu.”
What? Langit membelalakan matanya tidak percaya. Barusan Pelangi sedang menggoda Laskar? Ia menggeleng lirih. Fikirannya memaksa untuk berfikiran negatif terhadap Pelangi. Ini sangat diluar dugaan. Gadis buta dengan segala keterbatasan pakaian itu ternyata bisa juga menggoda laki-laki.
Sedangkan yang digoda kini malah senyam-senyum sendiri. Terlihat jelas raut kebahagiaan yang terpancar diwajah Laskar. Lagi-lagi Langit harus menahan emosinya. Ia mengerang dalam diam. Mengepalkan kedua jemarinya diatas meja. Entah ia emosi kepada siapa. Mungkin keduaya, Laskar dan Pelangi.
“Ah, kamu bisa aja. Jangan bikin aku nggak bisa jauh dari kamu dong... Yaudah, ini aku mau kerumah kamu. Tunggu aku ya...”
Selanjutnya Pelangi menyahut penutupan panggilannya dengan mengatakan hati-hati pada Laskar. Semua tidak lepas dari pandangan Wawan dan Edo. Dua kembar itu menatap Laskar sebal. Sedangkan Langit memilih mengalihkan pandangan kearah lain sambil memainkan ponsel agar tidak terlihat seperti menghindar.
“Anjing! Lo beneran mau bolos tanpa kita?” tanya Edo, melempar wajah Laskar menggunakan sedotan. Entah laki-laki kribo itu mendapat sedotan dari mana, mungkin dia sudah menyiapkan jauh-jauh waktu.
Dibalas anggukan oleh Laskar. “Udah bel kan? Gue mau perjuangin cinta gue dulu.” Kedua kakinya mendarat turun dari meja. Menepuk bahu Wawan, Edo lalu beralih pada Langit. “Do’ain gue guys! Kalo gombalan hari ini sukses, gue langsung nembak dia.” Lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sightless
Novela Juvenil"SIGHTLESS" (Pelangi, Gadis Buta Tanpa Talenta) BLURB; Hitam, gempal, jelek, kumuh, miskin dan dia buta. Namanya Pelangi, gadis buta tanpa talenta. Ibunya hanya ART di rumah seorang anggota DPR dan dia setiap hari ikut bekerja. Disana...