Laskar mengantar Pelangi pulang tepat pada pukul sembilan malam. Setelah sampai didepan pintu rumah Pelangi, dia langung berpamitan untuk pulang karena hari sudah larut malam. Tapi sebelum akhirnya pulang, seperti biasa Laskar akan mengucapkan kata-kata manisnya.
Hingga hal itu terus-menerus terfikirkan oleh benak Pelangi sampai saat ini. Dalam baringnya di tempat tidur bersama sang Ibu, pipi Pelangi merona merah. Matanya terpejam sambil melepas senyum merekah. Entah kenapa jika Laskar sudah dalam gombal mode on, Pelangi merasa dirinya sedang dalam keadaan terbang.
“Nduk, kamu kok tidur sambil senyum-senyum?”
Teguran itu sontak membuat Pelangi segera membuka mata dan memudarkan senyumnya. Dia menolehkan kepala kearah Ibunya lalu tersenyum kikuk. Tertawan basah sedang merasa kasmaran, lebih malu daripada saat mendapat pujian dari Laskar. Untuk menghilangkan rasa gugupnya, Pelangi mengalihkan pembicaraan, “Bu, menurut Ibu Laskar itu bagaimana?”
“Nak Laskar? Dia baik sama kamu dan Ibu. Orangnya juga sopan, menghargai yang lebih tua. Ibu seneng kamu berteman dengan orang seperti nak Laskar.” jawab Ibunya antusias.
Pelangi menganggukan kepala, membenarkan jawaban Ibunya. Ia juga merasa senang sekaligus bangga bisa kenal dekat, bahkan berpacaran dengan Laskar. Selain baik dan humoris, Laskar juga laki-laki yang sopan. Apalagi jika bersama Ratih, pasti Laskar akan lebih dulu berjabat tangan lalu menanyakan kabar.
“Ciri-ciri Laskar itu gimana sih, Bu? Pelangi pengin tahu.” selama ini ia mendapat kebaikan berlimpah oleh orang bernama Laskar, tetapi ia tidak pernah melihat orangnya walau sering bersentuhan.
Bukannya menjawab, Ratih malah terkekeh geli mendengar pertanyaan kedua dari anaknya. Beliau mengelus rambut Pelangi dengan belaian kasih sayang. “Ganteng kok, nduk. Hidungnya mancung, kulinya putih, rambut depannya di warnai pirang. Kelihatannya memang seperti anak badung, tapi ternyata hatinya baik.” jelasnya.
“Rambutnya warna pirang?” Pelangi bertanya kebingungan. Jadi, yang namanya Laskar itu rambutnya bukan warna hitam seperti kebanyakan orang? Selama ini Pelangi membayangkan sosok Laskar adalah laki-laki bertubuh jangkung, memilik kulit sawo matang dan berambut hitam itu salah besar.
“Iya, tapi ganteng kok.”
Lagi-lagi Pelangi mengangguk. Dia juga sudah yakin bahwa Laskar berparas tampan. Selanjutnya Pelangi bertanya, jika dirinya berpacaran dengan Laskar apa Ibunya akan mengizinkan atau tidak dan bagaimana caranya agar hubungan pertemanannya dengan Laskar tetap lekat. Keduanya larut dalam tanya jawab hingga kantuk mulai menghampiri membuat mata segera menutup untuk menyapa mimpi.
***
“Jadi gimana sesi malam mingguannya sama si bebeb Pelangi?” tanya Wawan lalu menghembuskan asap rokok tepat pada wajah Edo yang duduk disebelahnya.
Saat ini, Langit, Laskar, Wawan dan Edo sedang ada di dalam gudang. Seperti istirahat sebelum-sebelumnya. Dengan satu plastik camilan ringan, empat botol minuman berperisa teh dan dua kotak rokok bersama pematiknya. Semua tersedia di meja yang diduduki oleh Wawan dan Edo.
Laskar tersenyum manis membalas pertanyaan Wawan. Malam minggu kemarin adalah malam yang tidak akan pernah ia lupakan. Duduk di bundaran taman penuh bunga dan tanaman hijau. Sambil menikmati dinginnya angin malam, ditambah lagi bintang-bintang bertaburan diatas langit membuat suasana menjadi lebih romantis dan terkesan.
Bagi Laskar, yang lebih terkesan pada malam itu adalah saat Pelangi menceritakan tentang kehidupannya. Ternyata Pelangi buta karena kecelakaan. Dan gara-gara kecelakaan itu pula Ayahnya meninggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sightless
Teen Fiction"SIGHTLESS" (Pelangi, Gadis Buta Tanpa Talenta) BLURB; Hitam, gempal, jelek, kumuh, miskin dan dia buta. Namanya Pelangi, gadis buta tanpa talenta. Ibunya hanya ART di rumah seorang anggota DPR dan dia setiap hari ikut bekerja. Disana...