Chapter 6 : Langit Aneh

6.2K 300 2
                                    


6. Langit Aneh


        Seolah tidak memiliki tenaga, tubuh Langit lemah tak berdaya. Ini sudah pukul setengah tujuh namun dirinya tidak berniat beranjak dari tempat tidur walau mata sebenarnya sudah terbuka sejak setengah jam lalu, ketika Papanya mendobrak pintu keras-keras. Beberapa kali, laki-laki itu mengubah posisi tidurnya namun tetap saja tidak nyaman. Fikirannya berkecamuk, tidak menentu. Itu gara-gara Langit semalam berkunjung ke rumah Pelangi diam-diam. Dia melihat kebahagiaan Laskar, tawa Laskar bersama Pelangi, walau ia tidak melihat wajah Pelangi.

 Awalnya Langit berniat memanggil Laskar untuk kembali ke rumahnya dan melanjutkan pesta yang sudah direncanakan sejak di sekolah. Yaitu main PS dan yang kalah harus delivery pizza. Namun hal itu tidak Langit lakukan karena saat ia datang ke rumah Pelangi, lewat jendela kayu yang ada sebelah ruang tamu yang kebetulan belum di tutup itu matanya melihat keberadaan Laskar dan Pelangi di ruang tengah.

Disana mereka duduk di kursi yang terbuat dari rakitan bambu dengan posisi saling berhadapan. Langit tidak bisa melihat wajah Pelangi, karena gadis itu membelakanginya, tapi Langit bisa melihat Laskar. Keceriaan Laskar saat bersama Pelangi. Tertawa bersama dan sesekali sahabatnya itu beranjak dari duduknya, mencondongkan kepala didepan Pelangi dengan tangan menoel pipi Pelangi.

         Pertunjukan itu tidak pernah lepas dari pandangan mata Langit. Dia terus menatap keduanya dengan tajam. Langit membenci Pelangi, bahkan saat ini benci itu bertambah menjadi sangat. Karena gadis buta itu telah sudah mengelabuhi sahabatnya dengan senyumannya. Entah seperti apa senyuman milik Pelangi, yang katanya meredupkan hati. Yang jelas Langit membenci pemilik senyum itu.

Sudah cukup, Mama dan Kakaknya kepincut menyayangi Pelangi. Tapi tidak dengan sahabatnya. Langit tidak terima Laskar dimiliki oleh Pelangi. Gadis itu pasti akan memiliki segalanya yang Langit punya. Untung saja Papanya biasa saja menanggapi kekurangan yang dimiliki Pelangi. Tidak terlalu berlebihan seperti Mama dan Kakaknya, yang bilang katanya Pelangi harus dikasihani karena memiliki keterbatasan fisik dan ekonomi.

        “Argghhhh...” Langit menggeram sembari melempar bantal guling ke arah sebelah kanannya.

        “Langit sayang... bangun, Papa udah berangkat jadi kamu nggak usah takut keluar...”

Teriakan Santi membuat Langit malas-lamas beranjak dari tempat tidur. Ia menyambar seragam sekolahnya yang tergantung di dinding lalu masuk ke kamar mandi pribadinya. Tidak ada membersihkan tubuh atau sekedar menyiram air pada tubuhnya, Langit hanya menggosok gigi dan mencuci muka. Lalu keluar sambil mengusap-usap wajah menggunakan handuk kecil berwarna putih cerah. Kakinya melangkah ke lemari untuk melihat pantulan dirinya.

Untuk menambah penampilan gaulnya, Langit mengambil gell rambut lalu mengusapkannya pada rambut hitam miliknya. Tanpa di sisir menggubakan sisir, hanya menggunakan jari-jemarinya saja ia sudah terlihat tampan. Bahkan terlampau tampan, untuk kalangan anak seorang Subroto yang tidak memiliki rambut di kepalanya.

        Setelah penampilannya sudah cukup rapi, ia menyambar tas ransel dan kunci di meja belajar, dia pun keluar dari kamar. Untuk pagi ini, ia langsung saja berangkat sekolah, tidak sarapan lebih dulu. Sarapan pun tidak ada napsu. Lebih baik daripada mengulur waktu, ia langsung saja berangkat ke sekolah sebelum gerbang SMA Bakti Praja di kunci oleh satpam pemilik jambang terpanjang se-Jakarta.

***

        “Sejak kapan seorang Langit ke sekolah bawa-bawa belek?”

        Tepat baru saja Laskar mendudukan bokongnya disebelah Laskar, dia langsung mendapat ejekan dari sahabat korban senyuman Pelangi itu. Reflek, Langit mengarahkan jari-jemari tangan kanannya ke mata untuk mencari kebenaran. Apa dia benar-benar ada beleknya atau Laskah hanya sekedari mengejeknya karena laki-laki itu tahu bahwa Langit tidak mandi pagi ini.

Sightless Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang