Ini adalah hari terberuntung bagi Langit Abi Subagja. Niat membalas dendam perbuatan Orangtua Laskar pada Ayah Pelangi membuahkan hasil yang sama dengan pemikirannya, yaitu keberhasilan. Dia berhasil membuat Laskar kritis di Rumah sakit, akibat racun yang di berinya. Tanpa harus menanggung akibat dari perbuatannya, kini Langit tersenyum kemenangan. Padahal dari kemarin dia sudah memikirkan, jika Laskar mati dan dirinya di penjara, Langit siap. Tapi ternyata tidak.Bu Jami lah yang di penjara, karena sudah mengedarkan minuman sudah tidak layak di minum. Berkat minuman kadaluarsa itu, diri Langit bisa terselamatkan dari jeruji besi. Tuhan memang adil. Disaat hambanya sedang berbuat baik—membalaskan dendam orang lain itu perbuatan baik kan? Begitulah menurut Langit. Benar kata Pelangi, dia harus banyak-banyak bersyukur atas nikmat Tuhan.
Masih diam tanpa berkutit sedikitpun, di dalam mobil milik sekolahan yang di kendarai oleh Bu Ika. Langit dalam diamnya, tersenyum miring membayangkan bagaimana keadaan Laskar saat ini. Setelah tadi dia ketar-ketir karena di introgasi oleh Ayahnya Wawan yang terkenal galak itu, akhirnya dia bisa bernafas lega.
“Langit, kamu nggak merasakan apa-apa? Katanya tadi kamu, sebelum Laskar minum, kamu udah minum duluan.” ujar Bu Ika, melirik murid angkatan tertua di sebelahnya lalu kembali fokus pada kendaaran.
Langit menolehkan kepala. Dia menggeleng. Lagi-lagi dia harus berbohong, demi keselamatan diri sendiri. “Nggak, Bu. Saya kebetulan Cuma minum sedikit.” elaknya, padahal jelas sekali di toilet dia membuang sedikit isi dari minuman itu, bukan malah meminumnya.
Bu Ika menghela nafas lega. “Ya sudah, kamu turun. Ini sudah sampai di sekolah.” katanya.
Bola mata Langit melirik ke arah sekitar. Ini sudah ada di dalam halaman sekolah. Lalu dia menghadap pada Bu Ika, “Saya boleh izin, Bu? Mau nemenin Laskar di Rumah sakit. Sekalian bawa pulang tas Laskar, Wawan dan Edo, mereka kan ikut ke Ambulan.” jelasnya. Kebetulan Laskar di rawat di Rumah sakit Mitra Siaga, tempat dimana dia juga pernah merasakan terbaring lemah di dalam sana. Juga Rumah sakit itu tempat Pelangi untuk kontrol mata.
“Boleh. Nanti kamu ke ruangan saya untuk ambil surat izin.” jawab guru berkacamata itu lantas kembali menyuruh Langit untuk keluar.
Sebelum akhirnya keluar, lidah Langit berdecak sebal. Dia seolah di usir oleh guru itu. Setelah berpamitan, Langit pun keluar dari mobil milik pihak sekolahan. Kini tujuannya adalah ke kelas untuk mengambil tasnya dan milik para sahabatnya lalu ke ruang BK untuk meminta surat izin keluar.
Masuk ke dalam kelas, semua menggerumungi Langit. Bertanya mengenai keadaan Laskar dan keadaannya yang baru saja pulang dari kantor Polisi habis di introgasi. Dari semua murid peremuan, yang paling antusias adalah Milli. Gadis keturunan Gorilla itu menarik-narik paksa lengan Langit sambil mulutnya melontarkan pertanyaan kekhawatirannya terhadap Langit.
“Lang, kamu tadi di kantor Polisi di apain sama Polisinya? Kamu nggak apa-apa kan? Nggak di penjara kan? Kalo kamu di penjara, aku akan minta bantuan Dady buat mencabut hukuman kamu, Dady aku kenal dekat kok sama Om Marwan.” cerocosnya tidak ada hentinya.
Tidak menghiraukan ocehan Milli dan murid lain, Langit tetap berjalan menuju tempat duduknya. Sampai disana, dia segera mengambil tas milik Laskar, Wawan dan Edo yang memang masing-masing memiliki ukuran kecil. Dia memasukkan tiga tas tidak layak di pakai untuk sekolah itu, ke tasnya yang lebih besar. Setelah itu pandangannya mendarat pada Milli. Menatap gadis genit itu sambil melepaskan tangan Milli dari lengannya.
“Gue nggak apa-apa! Ngerti?! Minggir!” ketusnya, menerobos para murid perempuan dan segera berlari keluar kelas sebelum para kaum hawa penghuni kelasnya kembali mengejarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sightless
Teen Fiction"SIGHTLESS" (Pelangi, Gadis Buta Tanpa Talenta) BLURB; Hitam, gempal, jelek, kumuh, miskin dan dia buta. Namanya Pelangi, gadis buta tanpa talenta. Ibunya hanya ART di rumah seorang anggota DPR dan dia setiap hari ikut bekerja. Disana...