"Kau tahu, Beth, aku sudah terlalu lama menahan diriku," ucapnya tanpa sedikitpun menjauhkan kepalanya. Aku menggigit bibir atasku dan mencoba tidak menatap mata tajamnya.
"Beth.." desah Oliver merayuku.
Aku mencoba berani menatap Oliver. Aku ingin meyakinkan diriku. Aku memang terkadang merasa nyaman dengan tindakannya, tapi aku lebih sering merasa tidak aman akan tindakannya.
Aku memerhatikan wajah tampannya. Ya, tampan, sangat tidak sesuai dengan kegemarannya yang membunuh tanpa rasa bersalah di wajah ramahnya itu.
"Di mana kau menemukanku, Olie?"
Mata Oliver yang tadi menggelap, seketika berubah cerah. Seakan selama ini pertanyaan itulah yang ia tunggu keluar dari mulutku. Aku menghela napas lega begitu tahu berhasil mengalihkannya dan menyelamatkan diriku saat ini, walau hanya sementara.
"Aku melihatmu delapan tahun yang lalu. Kau memakai baju berwarna merah muda kebesaran dan rok berwarna cokelat kebesaran juga yang basah. Baumu waktu itu busuk sekali. Lalu aku memutuskan untuk mengikutimu agar aku tahu apa yang terjadi padamu."
Aku mengingat kejadian itu. Kejadian saat semua orang di sekolah dasarku itu menyiramiku dengan air berwarna tapi baunya begitu menyengat.
"Lalu apa yang terjadi padaku?"
Mata Oliver kembali menggelap. Uh-oh sepertinya aku salah memberikan pertanyaan kali ini.
"Aku belum menemukan mereka, Beth. Menurutmu, di mana mereka berada? Mereka tidak bersembunyi setelah menyakitimu, kan? Kira-kira, kau ingin aku melakukan apa terhadap mereka, Beth?"
Aku menggeleng. Tidak, aku tidak mau lagi menjadi alasan seseorang meregang nyawa karenaku.
"Ti-tidak bisakah k-kau melepaskan me-mereka, Olie?"
Oliver menatapku tajam. "Melepaskan mereka setelah apa yang mereka perbuat padamu? Tidak akan, Bethany sayang."
Aku menelan ludah susah payah, mencoba tertawa walau terkesan kupaksakan. "Apa kita tak jadi berburu, Olie?"
Oliver tersenyum lembut, ya secepat itu ia mengubah emosinya, dan mengusap kepalaku. "Ayo, aku tak ingin kau kelaparan hanya karena membahas manusia tak berguna seperti mereka."
Aku mengangguk mencoba tak memperlihatkan diriku yang bergidik ngeri. Cara Oliver berbicara 'mereka' membuat bulu halus di tubuhku berdiri dengan sendirinya. Oliver seperti punya cara tersendiri untuk mengintimidasi orang-orang di sekitarnya.
Oke, kalau boleh jujur, aku senang ada yang membalas penderitaanku yang menjadi korban bullying. Tapi tidak dengan membunuh mereka. Maksudku, kenapa Oliver harus membunuh mereka? Tidakkah ia takut pada Tuhan, atau setidaknya polisi yang akan menghukumnya?
"Bethany..?"
Aku mengerjab dan melihat Oliver memberiku celana olah raga berwarna hitam dan sport bra berwarna hitam membuatku salah tingkah.
"Aku hanya memakai ini? Apa tidak masalah? Maksudku, udara di luar dingin, kan?"
Oliver terkekeh. "Tentu tidak, Sayang. Aku telah menyiapkan jaket untuk kau pakai nanti. Tak mungkin aku membiarkanmu setengah telanjang berkeliaran di luar. Aku tak ingin berbagi. Takkan kubiarkan siapapun yang pernah melihat tubuhmu dari yang seharusnya masih bernapas. Jadi kau tak perlu cemas, oke? Aku melindungimu, selalu."
Tapi perkataan Oliver tidak membuatku merasa senang atau bahkan tenang, sama sekali tidak. Aku malah merasa terancam. Aku harus berpikir agar setidaknya kalau Oliver tak mau melepaskanku dan aku harus terperangkap bersamanya selamanya, apa yang akan kulakukan? Aku tak mungkin diam saja diperlakukan semena-menanya oleh Oliver, kan?
Ah, mungkin aku bisa sedikit merubahnya agar ia berhenti membunuh. Oliver mencintaiku, kan? Ya, aku akan mencoba merubahnya. Setidaknya sedikit merubah Oliver agar ia lebih bisa mengendalikan emosinya.
***
Dapet ide ditengah kesuntukan wkwkwk. Rasanya saya mau kabur dr perencanaan outing dan 17an ini 😭
Sbnrnya tadi pagi udah nulis part ini dan mau lgsg di publish, tp panggilan atasan gak bisa diganggu gugat. Dan ini agak beda dr yang td pagi saya tulis sebenernya krn gak tau kenapa gak ke save sama Wattpad yg tadi pagi sdh sy tulis.
Semoga suka 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
BELONG TO HIM
Mystery / Thrillervery short-story Judul awal She's Mine. Saya ganti judul soalnya pake POV ceweknya