Belong To Him 16. (21+)

3K 228 12
                                    

...tidak. Aku harus bisa melawannya.

"Pergi saja kau ke neraka!"

Lalu nampan yang tadi dibawanya ia lempar ke arahku. Dapat kurasakan piring itu pecah saat bertubrukan dengan kepalaku.

Oliver langsung menjenggut rambutku setelahnya menjilat pelipisku yang kuyakin ia menjilat darahku.

Oliver kembali mengambil nampan yang tadi ia bawa, lalu ia pukulkan nampan itu pada tulang kering kakiku berulang kali. Aku menjerit. Bahkan bisa kulihat nampan itu bengkok. Ah, apa tulang kakiku baik-baik saja?

"Masih ingin merasakan hal yang lain, Bethany? Sayang?"

Masih menjenggut rambutku, Oliver menarikku keluar kamar. Oh, ia tidak sedang mengajakku untuk melihat para korbannya, kan?

Tapi bisa apa aku yang hanya meringis begitu merasakan rasa sakit pada tubuhku.

Oliver melemparku dari tangga yang membuatku bergulingan begitu saja. Begitu tubuhku tertahan oleh meja besar, aku menangis.

Sakit sekali.

Yang kuharapkan setiap harinya hanyalah kematianku. Tiada hari tanpa aku berdoa agar kematian segera menjemputku. Agar Tuhan bermurah hati mengirimkan malaikat kematiannya untuk menjemputku.

Oliver membalik tubuhku menggunakan kakinya. Aku sedikit mengintip dari mata lebamku melihatnya menyeringai.

Aku yakin ini akan menjadi lebih buruk!

Lalu aku tak merasakan apapun selain kegelapan yang entah mengapa membuatku tenang. Ah, apakah aku benar-benar mati?

***

Aku terbatuk begitu merasakan air memenuhi saluran pernapasanku.

"Mimpi indah, hm?"

Aku mengabaikan Oliver. Batukku dan dadaku yang sesak lebih penting dari pertanyaannya.

Aku mengernyit melihat tubuhku diikat hingga membentuk huruf X. Apalagi sekarang?

Mataku melebar begitu melihat Oliver membawa dildo besar berada pada tangan kanannya. Oliver tersenyum sinis sambil menggoyangkan penis pengganti yang ada di tangannya itu.

"Sudah lama aku ingin melihatmu bermain dengan penis lain. Sayangnya, tentu aku tak akan mengijinkan pria lain menyentuhmu, Sayang. Jadi aku harus puas hanya dengan penis bohongan ini."

Aku menggeleng. Tidak, tidak, aku tidak mau!

"Ah, apa perlu aku memerawani analmu juga?" lalu Oliver terbahak setelahnya. Aku menggeleng. Ya Tuhan, kumohon tolong aku.

"Sayang sekali aku tak menyukai ide itu. Tapi mungkin kalau pria lain yang memasuki analmu, aku akan semakin bergairah," ucapnya menatapku yang terus menggelengkan kepalaku. "Ah, bagaimana dengan ideku itu, Beth? Pria itu takkan menyentuhmu karena aku akan mengikatnya, tapi biarkan penisnya memasuki analmu, ya?"

Aku menjerit frustasi membuat Oliver terbahak. Aku menggerakan kedua tangan dan kakiku yang diikat. Tak kupedulikan rasa sakit yang menyerang, aku hanya ingin lepas. Lepas dari Oliver juga kalau bisa.

"Kau semakin menggairahkan saat berontak seperti itu, Bethany sayang. Lihat celanaku sudah mengembung, sangat sesak meminta dikeluarkan."

"Ti-tidak! Jangan, Oliver!"

Oliver tersenyum. "Ya, teruslah memohon seperti itu, Sayang."

Aku menggeleng. Aku merasa luar biasa takut. Aku takut akan banyak hal yang tidak kuharapkan sama sekali terjadi malah menjadi salah satu kebutuhan hidupku nantinya.

"Kumohon, Olie."

Oliver hanya tersenyum miring membuatku makin histeris dan terus meronta walau aku tahu aku malah akan semakin menyakiti diriku.

***

Tadi iseng ngetik di kereta skwkwk.

Gimana weekendnya? Saya capek bgt baru pulang dr rapat paripurna wkwkwk.

Selamat istirahat buat hari bsk 😝😝

BELONG TO HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang