Aku terbangun dan mendapati Oliver sedang menatapku. Sesaat kulihat kilat jahat pada matanya, tapi kemudian Oliver malah tersenyum lembut. Ah, sepertinya karena baru bangun membuat mataku yang belum fokus malah menjadi berpikiran yang aneh.
"Selamat pagi, Olie."
Oliver terkekeh. "Beth, sebenarnya ini sudah waktunya makan siang."
Aku mengerjab dan langsung tersadar. "Apa? Makan siang?"
Oliver mengangguk dan menunjuk nakas di samping ranjang. "Aku telah menyiapkan makanan."
Aku mencoba duduk, membawa serta selimut yang menyelimuti tubuh telanjangku. Aku mulai merasa tak nyaman dan malu karena Oliver memerhatikanku.
"Kau bisa memanggilku kalau kau butuh bantuan ke kamar mandi, Beth."
Dengan cepat aku menggeleng. "Aku bisa sendiri, kau tak perlu khawatir, Olie."
Oliver menghela napasnya. "Baiklah, makan makananmu. Aku akan keluar saat kau selesai makan sekalian membawa piring kotornya."
Aku mengangguk dan memastikan selimut yang membalutku tak terjatuh, baru aku meraih piring yang ada di atas nakas.
Aku diam menyantap makananku sedangkan Oliver menatapku intens. Jujur saja aku merasa tak nyaman, tapi aku takut kalau aku menyuruh Oliver untuk melakukan sesuatu yang terkesan mengusirnya, aku malah membuatnya marah.
"Kau sedang tidak menyesali apa yang telah terjadi semalam, kan? Beth?" ucapnya begitu makananku hampir habis.
Aku langsung menatap Oliver kaget. "Kenapa kau berpikir kalau aku seperti itu?"
Oliver mengangkat sebelah bahunya. "Aku bertanya."
Aku menggeleng. "Kenapa harus kusesali? Apa mungkin, kau yang menyesal, Oliver?"
Oliver mengumpat membuatku memegang erat sendok yang sedang kugunakan. Apa aku salah bicara?
"Apa yang kau katakan, Beth!"
Aku menunduk, tak berani menatapnya. Apalagi ia membentakku seperti itu. Apa aku harus kembali berhadapan dengan Oliver yang dulu? Jujur, aku belum siap dan masih sering takut kalau Oliver kembali seperti sikapnya dulu.
Ah, tapi ia telah berjanji, kan. Oliver bukan orang yang akan mengingkari janjinya, kan?
Oliver mengambil paksa piring di pangkuanku membuatku menatapnya yang langsung menciumku kasar. Aku diam karena syok. Bahkan aku bisa dapat merasakan bibirku yang terluka karena Oliver menciumku sangat kasar.
Aku mulai meronta saat Oliver menarik paksa selimut yang tadinya menutup tubuhku.
Aku mulai ketakutan dan mencoba berteriak yang akhirnya malah membuat Oliver bisa memasukan lidahnya ke dalam mulutku.
Aku menangis. Aku tak mau diperlakukan seperti ini. Kenapa? Kenapa Oliver kembali mudah tersinggung setelah beberapa minggu ini ia bersikap baik padaku?
Tubuhku bergetar saat akhirnya Oliver meremas payudaraku dengan kasar.
Aku memejamkan mataku. Rasanya, lebih baik Oliver menyiksaku daripada merendahkanku seperti ini.
Tiba-tiba Oliver berhenti saat mendengar isakanku. Lalu seolah tersadar dengan apa yang baru saja diperbuatnya, Oliver melepas bibirnya dari bibirku dan tangannya secara lembut menyentuh bahuku.
"Beth... Maaf, Beth."
Ingin sekali aku menggeleng dan meminta dipulangkan, tapi aku benar-benar kembali takut saat ini. Instingku seperti menyuruhku untuk diam saja. Diam itu lebih baik, kan? Diam itu emas, kan?
"Beth, aku tak bermaksud, sungguh. Aku minta maaf."
Aku meraung saat Oliver memelukku. Ini yang aku takutkan jika Oliver memaksakan dirinya. Saat ia lepas kendali, ia benar-benar menyakitiku.
***
Honestly I have some doubts and fear to write 'mature' stuff. Ya, mental saya se'tahu' itu wkwkwkwk. Ternyata masih harus buat part agak 'nganu' wkwkwkwk.
Anyways, saya agak terganggu dengan wattpad versi baru ini. Jujur aja sy suka dpt cerita bagus dr profile orang yg sy buka buat liat cerita yg mereka vote atau comment. Tapi kenapa malah dihilangkan, ya?
Sy berterima kasih bgt sama buat semua yg komen dan yg komen 'next'. Mungkin bbrp org menganggap itu beban yg gimana gitu, tp buat saya memang itu agak beban, tapi saya justru senang sama beban itu. Nggak tau kenapa 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
BELONG TO HIM
Mystery / Thrillervery short-story Judul awal She's Mine. Saya ganti judul soalnya pake POV ceweknya