"Apa yang kau pikir sedang kau bicarakan, Beth."
Aku terbahak. Jadi, Oliver ingin bermain-main dulu?
"Tadi kekasihmu datang ke sini dan menghampiriku. Untuk melihat jalangmu di saat kekasihmu sedang merajuk padamu. Jessy, uh?"
Oliver menatapku dengan sebelah alisnya yang terangkat.
"Aku mengerti kenapa kau tak pernah ingin mengajakku ke kota. Alasannya Jessy, kan?"
Oliver menatapku tajam. "Kalau kau tidak tahu apapun lebih baik kau diam."
Aku tersenyum sinis ke arahnya. "Ya, diam agar kau bisa terus menikmati tubuhku secara gratis. Ya, kan?"
"Kau bersikap seakan kau tak menikmatinya, Beth."
Aku terkekeh mendengar responsnya. "Oh, justru karena aku sangat menikmatinya, Oliver. Apalagi mungkin kau akan berbaik hati untuk memberikanku kesempatan untuk melayani pedagang di pasar. Memikirkan banyaknya penis yang akan memasukiku membuatku basah, Oliver. Tidakkah kau ingin mengeceknya?"
Tapi cengkeraman Oliver pada lenganku menguat membuatku menatapnya seraya mendengus.
"Kubilang lebih baik kau diam, Bethany."
"Atau apa?" kataku berani dan semakin menantangnya. "Atau apa, Oliver?"
Oliver memejamkan matanya lalu melepas tangannya dari lenganku.
"Masuk ke kamarmu, Beth."
Aku terbahak melihat sikapnya. "Ah, apa ini? Apa kau mulai main hati denganku, Oliver? Lalu bagaimana dengan kekasih tercintamu itu?"
Tapi tak kusangka, Oliver langsung menyeretku ke kamar. Aku memberontak. Tidak! Aku tak mau dikurung!
Tapi sial, setelah mendapat kunci yang sempat Oliver berikan padaku, Oliver langsung mengunciku di dalam kamar.
"Oliver, sialan! Buka pintunya!"
Jantungku berdegub kencang karena berani mengucapkan kalimat itu dengan lantang. Aku tak menyangka berani mengumpati Oliver.
Tapi gedoran pada pintu kamar tempatku dikurung membuatku terdiam. Entah Oliver menendang pintunya atau memukulnya, tapi aku bisa melihat pintu itu bergetar.
"Diam atau kau akan menyesal, Bethany sayang."
Aku menjenggut rambutku, merasa frustasi.
Aku harus keluar atau aku akan mati di sini!
***
Aku terus menjerit saat mendengar suara orang berteriak minta tolong atau menjerit. Aku tahu di luar sana Oliver sedang bermain dengan orang yang tak kuketahui siapa, bagaimana nasibnya, dan ada berapa orang karena suara-suara itu seperti bersahut-sahutan.
Aku merasa tersiksa dan frustasi. Bahkan, tak jarang aku ikut melukai diriku sendiri agar aku tak fokus pada suara mereka yang menjerit minta ampun ataupun minta tolong, melainkan pada luka yang kubuat dan rasa sakitnya.
Oliver benar-benar keterlaluan!
Aku menangis lagi. Kapan aku bisa lepas dari semua kegilaan ini?
Pintu terbuka tanda Oliver mengantarkan makanan dan minum untukku. Tapi apa ia bisa berpikir kalau aku masih memiliki napsu makan setelah apa yang ia perbuat?
Aku bahkan bisa merasakan tulang-tulangku sakit saat tak sengaja bertubrukan satu sama lain.
"Masih ingin menentangku, Baby?"
Rasanya aku ingin lari saja. Tapi...
***
Sepertinya utk cerita ini, saya bakal up tiap weekend aja, gimana? Wkwkwkwk. Tp pengen cepetin tamat jg sih.
Terus tiba2 pengen dibuat berbelit2 :(
Saya sebenernya ide sdh ada, gmn alurnya cerita ini sampai endingnya pun udah dimatengin bakal kayak gitu. Ini utk pertama kalinya jg mikirin jalan cerita, jadinya malah bikin saya bingung buat menjalankan alurnya dan percakapan mereka gitu.
Tantangan sendiri sih nggak ngikut gimana sejalannya ide. Tapiiiii ya udah, semoga................. hm, suka ya 😜
KAMU SEDANG MEMBACA
BELONG TO HIM
Mystery / Thrillervery short-story Judul awal She's Mine. Saya ganti judul soalnya pake POV ceweknya