Suara pintu yang akan dibuka membuatku langsung berbaring secara cepat dan memejamkan mataku. Aku hanya bisa menahan rasa sakitku dari perbuatanku itu. Aku mencoba untuk menetralkan raut wajahku.
Aku mencoba bernapas dengan normal saat kudengar suara pintu yang ditutup dan langsung dikunci, juga aura seseorang yang mendekatiku.
"Aku tahu kau tidak tidur, Beth."
Aku langsung membuka kedua mataku untuk menatap Oliver tepat pada matanya. Aku diam saja melihatnya yang sekarang sedang tersenyum lembut.
"Jangan berharap karena aku mendatangimu bukan untuk meminta maaf atas apa yang kulakukan padamu. Aku tidak akan meminta maaf dengan apa yang telah kuperbuat."
Aku masih diam saja menatapnya. Sekarang misiku adalah untuk membuat Oliver marah. Semarah mungkin kalau bisa. Kenapa? Bisa saj Oliver tanpa sadar langsung membunuhku saat emosi menguasainya. Aku yakin aku takkan bisa lepas darinya selain dengan kematianku.
Lihatlah, tubuhku penuh luka pun, Oliver sama sekali tak membawaku ke klinik atau rumah sakit atau memanggil dokter untukku. Ia hanya diam seolah kesakitanku lah yang selama ini ingin Oliver lihat.
Maka yang bisa kulakukan adalah bagaimana caranya agar Oliver bisa membunuhku dengan cepat. Walau mungkin aku akan semakin mendapatkan banyak rasa sakit, tapi kurasa itu sepadan dengan kenyataan aku akan lepas dari Oliver walaupun dalam keadaan tak bernapas.
"Kenapa kau membuatnya jadi sulit, Beth?"
Kali ini aku tersenyum merespon pertanyaannya. "Lalu kau memintaku untuk mau menjadi simpananmu? Memang selama ini aku bukan simpananmu, Oliver? Aku diam saja bagaimana pun kau memperlakukanku, lalu kau mau apalagi dariku? Kau ingin aku untuk menurutimu? Atau kau ingin aku menjual diriku? Lakukan, Oliver. Lakukanlah. Apapun keinginanmu itu pasti akan kupenuhi. Kau hanya perlu mengatakannya padaku."
Aku melebarkan senyumku begitu melihat matanya berkilat tanda bahwa aku berhasil memancingnya.
"Hentikan omong kosongmu, Beth!"
"Omong kosong, kau bilang? Kau yang mempermainkanku lalu kau bilang aku omong kosong, Oliver?" aku terkekeh. "Kenapa tidak dari awal kau bilang kau hanya butuh tubuhku, Oliver."
Aku memejamkan mataku begitu Oliver mengangkat tangannya hendak menamparku. Tapi sampai beberapa saat aku tak merasakan telapak tangannya pada pipiku. Membuka mata, aku mendapati tatapan tak biasa dari Oliver. Oliver menatapku seolah aku orang lain, bukan Bethany-nya.
Sial, apa yang kupikirkan?
Aku menahan geli dengan pemikiranku itu. Bethany-nya, seriously? Demi Tuhan, apa yang sedang merasukiku?
"Hati-hati saat berbicara, Beth."
Ucapan Oliver membuatku gatal untuk tak membalasnya.
"Hati-hati saat melakukan sesuatu, Oliver."
Oliver langsung pergi meninggalkan kamarku dan kembali mengunci pintunya dari luar kamar.
Ya, Olie, lakukan apapun yang ingin kau lakukan, karena akupun sama. Melakukan apa yang ingin kulakukan.
***
Yeay ada yg kangen sama saya? Wkwkwkwk.
GUYS! Saya rasa satu part lg mau sy tamatin dulu hehehe.
Mungkin, nanti saya bakal lanjutin cerita Olie sama Beth ini buat extra part atau sekuel? Wkwkwkwkwk duh please tapi emg bener mau diselsaiin dulu karna spt yg saya janjikan konflik di cerita ini cuma 1.
Ya udah, keputusannya pas saya post part terakhir ya 😂
Kelanjutannya, please kasih saya masukan lagi biar saya bisa dapat ide yg baru lagi dan bisa berkembang. Bukan berkembang biak loh ya, belum ada pasangannya soalnya WKWKWKWKWK.
By the way, selamat lebaran idul adha buat yang merayakan ya! Saya juga dapet daging nih yg walaupun kambing tp dibuat rendang hahaha. Ada yang sama?
PS: sengaja publish jam segini biar bisa kabur lg wkwkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
BELONG TO HIM
Mystery / Thrillervery short-story Judul awal She's Mine. Saya ganti judul soalnya pake POV ceweknya