Yang Dilindungi

252 31 0
                                    

Cerita ini hanya fiksi belaka, dan murni buatan saya. Jangan disama-samakan dengan cerita/game lain.

† † †


Suara angin terdengar seperti alunan musik. Gesekan antar dedaunan menggema setiap helainya.

Jam dinding yang tidak pernah diketahui letaknya itu seakan berbisik kalau waktu terus berjalan selagi mereka berdiam diri.

"Kau benar Pierre kan?! Syukurlah kau masih hidup!" Rattle memutuskan untuk menghampiri Pierre dalam jarak beberapa meter itu.

Walau tidak terlihat wajahnya, suara yang familier itu adalah milik Pierre. Walaupun bukan hanya tudung hitam yang menutupi wajahnya, atau sekalipun dia operasi wajah besar-besaran. Pierre dan Rattle sudah cukup lama tinggal di satu atap, Pierre adalah teman pertamanya. Dia tidak akan melupakannya, terutama sifat dominannya yang lebih mementingkan gratis seperti para wanita. Juga emosinya yang bisa berubah hanya karena hal janggal.

Mengingatkannya pada teman gila pada masa SMA-nya dahulu.

BATZZZ!!

Rattle mundur selangkah.

Tangan Pierre menunjukkan pedang merahnya yang bersiap menyerang tanpa ampun. Pedang itu menghalagi jalan bagi Rattle untuk mendekatinya.

"Apa-apaan? Jangan bilang kau lupa ingatan dan menganggapku musuh!" Rattle mengambil pistol dari inventory nya. Menarik pelatuk penjaga dan mengarahkannya pada Pierre.

"Kalau aku lupa, aku takkan menyebut namamu,"

Rattle menurunkan senjatanya.

"Benar juga...tapi kenapa kau menyerangku?!"

"Aku tidak punya kewajiban untuk menjawabmu."

TLANG!!

Semburat petir mengacau di langit yang cerah, setelah itu tebasan pedang membuat dedaunan lepas dari tangkainya. Lalu bunyi tangkisan dari pedang lainnya membuat angin menerbangkan tudung hitam yang menutupi orang itu.

Tudung yang lepas itu, memperlihatkan rambut merah mengkilat dibawah teriknya sinar matahari dari sela pepohonan.

Rattle tak berkutik apapun ketika dua perempuan itu mengkombinasikan kekuatannya.

"Tidak habis pikir, kenapa ada orang mencurigakan di—PIERRE?!!" jerit Rahsya kaget sambil menunjuk-nunjuk si lawan bicara.

"... kau Pierre, bukan?" Peina melangkah kan kakinya di rerumputan hijau itu.

"Aku tidak punya kewajiban untuk menjawabmu."

Mata Peina menyipit segaris horizontal, dia tersenyum lebar dengan gilanya memandang.

"Hexagon kelima : Bola Meteor Biru!!"

BRUAGHH!!!!

Secara cepat lelaki itu bertindak, tanpa ragu dia menghancurkan beberapa ranting sebagai penghalangnya. Sekelebat dedaunan jatuh berserakan.

Tak puas dengan perlawanannya yang tak berbuah, Peina kembali mengeluarkan sihirnya.

"Hexag—"

"BERHENTI!"

Peina berhenti merapalkan mantranya. Sementara Pierre seperti manekin toko dengan wajah datarnya mempersiapkan kuda-kudanya dan pedang yang melintang.

"Kau ingin menghancurkan taman ku ya?" rutuk Rahsya, "Dan kau Pierre! Kau tidak tahu seberapa khawatirnya kami?!"

Peina berdiri di depan Rahsya dengan buku yang terbuka, "Percuma kau bicara dengannya... " Peina merapalkan beberapa mantra tanpa suara, "Orang ini bukanlah Pierre."

Altarnia Kingdom [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang