Fiducia(Believe)

130 15 3
                                    

"...Asterix, aku akan mati."

Gadis dengan ponytail itu meninggalkan bekas air matanya di pakaian seseorang yang kini menjadi sandarannya. Pipi dengan warna merah muda menghiasi wajahnya yang mulai berubah basah kuyup.

Altarnia Kingdom

"Tampaknya malam ini...akan hujan." ucap gadis dengan rambut putih pendek yang tergerai di bahunya. Pandangannya fokus pada sebuah layar yang menunjukkan data spesifik tempat yang dikunjunginya. Berbasiskan game umumnya di dunia nyata, tempat ini seakan benar-benar dibuat untuk pemain sejati.

Ah, tentu saja itu tidak akan terjadi kalau saja gadis itu tidak memiliki penyakit dan hanya bisa menghabiskan waktunya dengan komputer di dunia pertama. Malahan, mungkin dia lebih memilih menjadi seorang traveller seperti kakaknya—meskipun kakaknya tidak melakukan itu dengan tujuan yang sama. Yah, sebenarnya gadis itu berharap banyak pada adiknya yang juga memiliki impian yang sama dengannya–tapi tragedi di hari itu benar-benar menghancurkan segala harapannya.

"Di cuaca yang cerah begini?" sahut seorang pria dengan rambut merah mencolok disampingnya. Satu pedang yang terletak di antara pinggangnya berbentukkan pedang perak panjang dengan nama khusus berawalan Sz.

"Yang terlihat belum tentu benar dan yang benar belum tentu terlihat. Kalau kau paham maksud pepatah itu, kau akan mengerti situasinya..., partner."

"Part-!!"

"Jangan berhenti berjalan." dorong gadis itu dengan kedua telapak tangan mungilnya.

Altarnia Kingdom

"...pertama dia benar-benar aneh," desahku pelan. Rambut ungu terang di tengah-tengah kantin itu benar-benar ide buruk. Secara tidak langsung rambut panjang terikat ini sangat mencolok dan menjadi perhatian dari siswa-siswi yang baru saja datang. "Dia bahkan mengatakan kalau kelulusannya 3 tahun yang lalu. Bukannya itu mustahil?" sambungku.

Gadis yang kuajak bicara itu hanya mengangguk pelan. "Tapi, jika itu Asterix, kurasa sesuatu yang mustahil tidak berlaku untuknya...,"

"Maksudmu?"

"Ehem, jadi begini Rahsya. Asterix pernah membuat ledakan di laboratorium karena menjelaskan teori big bang untuk menyelesaikan nilai prakteknya."

"Meledakkan laboratorium...? Ah, tragedi itu. Kalau tidak salah selama beberapa minggu praktek di kelas kami terpaksa dibatalkan dan nilai diganti dengan pembuatan ilmiah teori."

"Yup. Dan jangan lupa dia juga pernah melompat dari lantai tiga dan tidak mati." senyum Hikari penuh kekaguman.

Aku hanya bisa tertawa hambar. ...sepertinya untuk yang satu itu aku baru saja melihatnya.

"Lalu selama tur sekelas ke kebun binatang, Asterix masuk kandang singa dan membuat penjaganya kehebohan karena ia berhasil bermain-main dengan singa itu, bahkan dia menamainya dengan nama Agnis. Terus dari info yang kudengar dia juga punya teman seekor paus!"

"Kau tahu banyak tentangnya...dan satupun tidak ada hal baik darinya."

"Em, hal baik...?" pikir Hikari menimbang-nimbang. "Bagaimana dengannya yang membersihkan patung liberty?"

"..." tidak adakah hal normal yang dilakukan orang itu?

Drrrt... Drrrttt...

Suara getaran dari ponsel Hikari terdengar dari atas meja. Sigap Hikari membukanya dan langsung membereskan barang-barangnya yang berserakan di meja.

"Sebentar lagi bel masuk berbunyi! Rahsya kau duluan saja, aku harus ke kantor dulu! Bye!" teriak Hikari sambil berlarian karena terburu-buru.

Walau aneh mungkin Hikari punya suatu kegiatan yang harus dilakukannya di kantor bukan?

Altarnia Kingdom [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang