Vale [Good Bye]

167 21 10
                                    

Semuanya mematung mendengar ucapan Flora. Dan pandangan dari mereka selanjutnya—meminta penjelasan—sesuatu yang paling tidak ingin aku bahas saat ini.

~~Altarnia Kingdom~~

"Tunggu dulu, saudara? Kau lucu sekali Flora." Rahsya tertawa kaku memegang dahinya dengan bingung. "Dan Pierce? Apa-apaan nama itu, candaanmu tidak lucu."

Tetes gua dan suara gema dari angin terdengar melalui sela-sela lubang bekas pertarungan sebelumnya. Item yang sejak tadi jatuh diabaikan dan tidak seorangpun berniat untuk mengambilnya.

Gadis dengan rambut pendek sebahu itu berkacak pinggang dan mulai berdecak. "Apa aku terlihat seperti sedang bercanda?" tanyanya sambil menggertakkan gigi.

Meski situasi sekacau ini, lelaki dengan julukan Darkblackid itu tidak mengatakan apapun sejak tadi, Break hanya bersandar tanpa memperdulikan obrolan panjang yang sedang berlangsung.

Sejauh yang aku tahu andai Break sudah mencapai titik akhir dan tidak bisa menampungnya lebih banyak lagi. Break lebih memilih diam dan membiarkan semuanya berlalu tanpa melibatkannya—bahkan meski dirinya yang menjadi masalah. Seakan-akan itu menjadi idealismenya, sebuah ungkapan yang pernah dikatakannya di hari lampau. "Pada kesempatan yang tidak memiliki kemenangan dipihakku, aku lebih memilih diam dan menyerah."

Break mengatakan itu saat ia menyandang sebagai murid tercerdas di sekolah dasarnya. Akan tetapi, karena Break berkelahi dengan salahsatu kakak kelas yang menjelek-jelekkan orangtuanya dan mengatakan jika dia yang hanya beruntung lahir dari keluarga kaya sehingga bisa membeli popularitas dengan uang, di saat itu Break hilang kendali dan menyebabkan luka serius ke lawannya. Selama seminggu Break diskors karena hanya diam saat ditanya alasan berkelahi dan setelah kembali dari masa skors itu, Break kehilangan seseorang yang sering mereka sebut teman. Dan sekali lagi, saat pertanyaan "kenapa kamu berkelahi" terdengar di telinganya. Break lebih memilih diam dan tidak bicara bahkan meski sepatah kata.

Ah, meski aku melihat segala situasinya. Saat itu aku memutuskan untuk berperan sebagai penonton, bukan sebagai penyelamat apalagi pahlawannya. Selama itu tidak berhubungan denganku, aku tidak peduli.

Aku orang yang jahat bukan? Tentu saja itu tidak sebanding dengan setahun kemudian, saat kami sama-sama menaiki kelas enam sekolah dasar dan berpisah untuk selamanya. Selamanya kalau saja dia tidak datang di hari itu.

"Kau sendiri memanggilnya Asterix memangnya siapa Asterix itu, huh." Flora mulai bertanya dengan nada mendesak. Tentu saja pertanyaan itu tepat sasaran, sebuah pertanyaan yang ingin aku ajukan juga padanya.

Rahsya mendongakkan kepalanya dan menatap lurus ke arah tenggara yang mana ada aku, Break, dan juga Rattle berdiri disana. Kedua iris mata ungu nya bergantian melihatku dan Break. Berulang, hingga akhirnya ia menghela nafas berat.

"Tapi lihatlah mereka tidak mirip sama sekali kan?"

Tentu saja tidak mirip, sejak awal kami memang bukan saudara kandung. Selain kebetulan sama-sama menyukai game, kehidupan masa kanak kami pasti akan berakhir tanpa pernah bicara sepatah katapun. Terimakasih kepada Strella yang telah membuat kami setidaknya terlihat dekat di foto tahun baru.

Rattle disampingku tampak kebingungan dengan situasi ini, sementara sebaliknya Peina dan Seiz memilih diam karena tahu kondisi ini tidak memerlukan campur tangan mereka dan mungkin akan jadi lebih buruk andai mereka ikut campur. Dalam situasi ini mereka membuat strategi aman yang menguntungkan.

"Kenapa kau bersikeras menolak kenyataan, tidak semua yang kau percaya adalah kenyataannya."

Rahsya melihat ke arahku lalu menunduk ke bawah. Tangannya terkepal dan gadis itu bergumam. "Kau bicara seolah tahu banyak tentangnya."

Altarnia Kingdom [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang