C7 Tukang Bikin Onar!

45 2 0
                                    

"Aku boleh minta izin nggak masuk? Tugas fisika, nih."

"SEENAKNYA AJA KALAU NGOMONG, NGGAK BAKAL BOLEH!" ini anak kalau minta nggak pernah bener, ya? Yang ada bisa-bisa aku geret dia ke sekolah.

"Yah, Rai, buat sekolah, ini."

"Nggak boleh, pokoknya nggak ada izin. Lagian dari kemarin kaya'nya kamu itu punya pekerjaan tentang fisika di belakangku, apa itu? Kamu tidak berniat menceritakannya denganku, kah?" aku tersenyum lebar, pasti mukaku sekarang benar-benar tidak woles

"Ah, ya udah deh." Dia tersenyum, dengan terpaksa. Belum pernah aku lihat senyum tidak enak seperti itu. Jangan berikan aku senyum itu.

"Hhhhhh." Aku menyerah, "Besuk Jumat dan Sabtu, kan, libur, kenapa kamu nggak ngerjain hari itu aja. Nanti kubantu, deh."

"Ah, mungkin akan kukerjakan hari lain saja. tapi makasih buat bantuannya. Ayo sarapan." Dia itu, kenapa hari ini? udah bangun pagi, baik banget pula denganku. Bau-baunya nggak enak.

Sampai istirahat, memang benar apa yang jadi ketakutanku. Ceritanya, dia itu keluar dari kelas, lagi. aku sudah malas untuk membuntutinya. Aku ingin mengikuti pelajaran favoritku, Matematika. Namun ketika aku sedang menikmati pelajaran itu, aku mendengar suara guru-guru berlari di lorong sekolah sambil meneriakki sesuatu

"Sakaaaaaaa, mau kemana kamu?!"

"Maaf pak, itu tadi kecelakaan! Benar-benar kecelakaan!"

Aduh, anak itu ngapain lagi?

Aku didapuk Pak Bambang untuk keluar kelas, seperti biasa, menjinakkan Saka. Baru saja aku keluar kelas, didepanku, dengan kecepatan menyetarai cahaya, Saka lewat, disusul guru penanggung jawab Lab, Pak Anang, guru olahraga, Pak Rio, dan Bu Age. Bu Age lalu berhenti tepat di depanku, sementara guru lain mengejar Saka.

"Ada apa, Bu?"

"Itu, temenmu, bikin onar lagi!"

"iya, kenapa, Bu?"

"Dia bakar separuh bensin yang ada di lab buat percobaan roketnya."

"Kalau nyobanya di lapangan, kan nggak papa, Bu?" tapi sebenarnya aku nggak yakin dengan kalimat ini setelah kejadian kemarin.

"Kalo di lapangan, mah, nggak papa Rai. Ini di lab langsung, Nak!"

APAAA?!

Akhirnya, setelah tertangkap di bagian belakang gedung, yang membuat banyak kelas terganggu dengan teriakan-teriakan tadi, dia dimarahi habis-habisan oleh guru-guru. Untung saja, menurut penjelasan Pak Anang, apinya hanya mengenai titik di mana dia melakukan percobaan, kalau sampai merembet, bisa-bisa ruang kelas lain yang jadi korbannya.

Aku hanya berdiri diam dipojok ruangan BK, ruang yang sekarang digunakan untuk mengadili Saka.

"Orang tuamu itu sebenarnya ada dimana?" waduh, Pak Anang memulai obrolan sensitif, buru-buru aku menengahi, tapi sebelum aku yang menjawabnya, Saka sudah menjawabnya

"Mama saya mati, Papa saya pergi, lalu mati juga." Dan dia bilangnya dengan nada ringan, ringan sekali. Sampai keringanan itu membuatku dan para guru tersentak.

"Lalu, kenapa kami pihak sekolah tidak tahu kalau kamu yatim piatu?" sebelum Saka menjawab, Pak Kepsek masuk ke ruangan itu

"Yah, itu cukup menjadi rahasia sekolah saja. Saya sebagai kepala sekolah minta maaf, dan akan bertanggung jawab, karena Saka akan melakukan sesuatu yang penting setelah ini. Jadi mohon dihukum yang ringan saja. mungkin dia linglung karena sudah terluka di kepalanya itu" Pak Kepsek dengan sabar menjelaskan kepada kami, dan sepertinya para guru mengerti. Akhirnya, mereka hanya memberikan hukuman ganti rugi kepada Saka, yang langsung dibayar saat itu juga. Sekaya apa, sih, dia itu? Setelah dia mengucapkan banyak sekali minta maaf, sidang kecil itu dibubarkan.

HUJAN DI MUSIM PANASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang