Chapter 20

176 11 0
                                    

Alden meliuk-meliuk diantara banyak kerumunan. Ia melompat dengan heboh. Menghiraukan panggilan Rio.

"Al, lo udah habis botol 3. Ayo pulang." Rio menyeret lengan Alden. Dengan cepat Alden menepisnya.

"Apasih lo, dasar Setan, hahaha." Racau Alden mabuk. Ia hampir saja terhuyung kebelakang jika Rio tidak menahannya.

"Ayo balik bego!"

Ini pertama kalinya Alden meminum alkohol. Alden mengambil gelas yang berisi vodka. Ia meminumnya lagi.

"Heh, lo pasti mau nyakitin gue kan. Hahaha, jangan. Hati gue udah sakit yang terlalu dalam." Racau Alden.

Rio memutar bola matanya malas. "Dasar bego! Lo udah mabuk." Rio menyeret paksa Alden. Alden memberontak, tetapi tenaganya tak cukup karena ia pusing.

"Lepasin gue setan! Dasar bajingan. Seenaknya ngambil Safa dari gue. Gue yang pertama berjuang." Rio mengerutkan keningnya mendengar racauan Alden.

Rio menopang tubuh Alden. Ia Membawanya kemobil. Rio meletakkan Alden dikursi belakang.

"Hahaha, penghianat, pengecut, dasar munafik lo!"

"Gue terbaaaang jauhh, yoooo!"

Rio menepuk jidatnya sambil melirik Spion melihat Alden yang matanya susah setengah terpejam.

"Parah nih anak."

Setelah sampai dirumah Alden. Rio membawa Alden susah payah. Selama itu juga Alden terus meracau.

Tok! Tok! Tok!

"WOI BUKAAA!!" Rio berteriak bebas, karena kedua orang tua mereka sedang ke luar negeri.

Ceklek

Aden membuka pintunya. Ia membelalakan matanya melihat Alden yang ditopang Rio.

"Apa lo ha!" Ucap Alden mabuk. Aden mencium bau alkohol yang menyengat.

"Mabuk nih anak?"

"Ho oh. Cepet bantuin masuk. Berat."

"Nggaaakkkk!"

Tiba-tiba Alden berteriak. Sehingga mereka berdua terlonjak kaget.

"Diem lu tai." Umpat Rio sambil menepuk kening Alden.

"Hati gue sakit." Tiba-tiba Alden menangis.

Rio dan Aden meletakkannya disofa. Aden membuka sepatu Adiknya. Sedangkan Rio mengambil segelas susu.

"Gue sayang lo Saf." Lirih Alden sangat pelan sebelum dirinya benar-benar terpejam.

Aden menegangkan tubuhnya mendengar ucapan Alden.

"Nyusahin amat!"

****

Alden mengerjapkan matanya. Seketika kepalanya seperti ditusuk-tusuk. Perutnya mual. Alden segera pergi ke kamar mandi untuk mengeluarkan semua isi perutnya.
Setelah dirasa nyaman, ia kembali duduk di ranjang. Mengingat kejadian apa yang telah menimpanya. Ia baru ingat kemarin malam ia pergi ke club. Mengapa tiba-tiba ia berada di sini.

Alden bangkit untuk pergi keluar. Di ruang keluarga ia hanya melihat keberadaan Aden yang sedang duduk anteng menonton televisi. Alden menghampiri, lalu duduk disampingnya. Ia meletakkan kepalanya pada bantalan sofa. Seolah-olah tak peduli dengan keberadaan Alden, Aden diam.

"Bang." Panggil Alden.

"Hm."

"Kemarin malam siapa yang bawah gue kesini?"

Aden mengendikkan bahu tak peduli. Ia tetap fokus pada siaran komedi di layar. Alden ikut memfokuskan ke arah televisi, bibirnya mengerucut.

"Itu acara komedi loh bang. Muka Lo datar amat dah." Gerutunya.

"Mending Lo diem!"

"Ck. Galak amat."

Seketika ia memikirkan perkataan apa saja yang diucapkan ketika ia mabuk.

"Bang."

"Apa!"

"Semalem kalau omongan gue waktu mabuk ada yang salah. Jangan di ambil hati."

Aden langsung menoleh melihat wajah adiknya. "Terlanjur."

Alden semakin yakin bahwa kemarin ia ngomong yang enggak-enggak. "Kemarin gue bilang apa aja?"

"Pikir aja sendiri."

"Gue serius bang." Ucapnya dengan nada rendah.

"Gue juga serius."

Lalu mereka kembali hening tidak ada yang menyahuti ataupun memulai. Mereka berdua duduk dalam diam, hanya suara televisi yang terdengar keras.

Aden tidak tahan. Ia takut, ia gelisah, Ia akan memulai pembicaraan lebih dulu. "Al,"

"Iya?"

"Lo mau gue bahagia kan?" Aden bertanya aneh yang membuat Alden mengernyit heran

"Nggak usah di tanya, pasti jawabannya iya lah. Emang kenapa?"

"Gue mohon," Aden menarik napas sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Jauhin Safa."

*******

Hai hai bonus hehe. Ini udah aku tulis lama tapi mau post takut nggak enak hehe.

Bad TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang