👽6- bagian sensitif

35 4 0
                                    

K a s t a r a

Luka itu datang lagi dengan sengaja membuat rasa bersalah ku semakin membesar kepada(mu)

Bagian dari enam

HANSA menatap pantulan dirinya dicermin. Wajahnya begutu pucat membuat bola matanya yang berwarna biru semakin terlihat terlihat menyala, ia kemudian menghela nafas.

"Hansa, kebiasaan deh. Ganti baju dulu Mami bilang." Lauren berkacak pinggang melihat putrinya tengah berdiri di depan cermin besar yang berada di kamar gadis itu.

"Iya, mam. Nanti juga Hansa turun kalau lapar."

"Kamu kelamaan di Amerika jadi kayak gini ya, makan jarang-jarang makanya kurus. Padahal dulu kamu gembul loh."

"Ish, udah ah aku mau ganti seragam dulu, mami keluar." Dengan cepat Hansa mendorong badan Lauren keluar dari kamarnya seperti sedang bermain kereta-keretaan.

"Jangan lupa makan loh Sa, kalau Papi kamu tahu bisa-bisa mami yang kena omel karena disangka nggak ingetin kamu makan." Ucap Lauren was-was setelah pintu kamar Hansa di tutup.

"Iya mam, iya." Decaknya sebal, tak lama sebuah langkah terdengar menjauh dari kamar Hansa. Itu artinya Lauren sudah pergi.

Hansa membaringkan tubuhnya di kasur sambil memejamkan matanya, tiba-tiba wajah Kastara muncul di pikirannya dan entah mengapa Hansa senang. Apalagi perpaduan antara aneh dan juteknya Kastara membuat Hansa justru semakin tertarik.

Tuk.

Sebuah bingkai foto terjatuh dari meja belajar Hansa, posisinya menjadi telungkup.

Entah tertiup angin atau apa, tapi kalau Hansa pikir kamarnya ini berada di lantai atas dan jendela berada di dekat tempat tidurnya. Lagipula angin juga tidak ada karena ia memakai air conditioner di kamarnya.

Gadis itu kembali memajang bingkai foto yang berisi figur dirinya bersama sang mami Lauren, Papinya Robert dan ----- Dallas. Saudara kembar lelakinya menjadi seperti semula.

Jantung Hansa berdebar hebat sesaat menatap figur Dallas di foto itu, ia merasa jika mata Dallas bergerak, "gue kayaknya halu karena belum makan nih!" Ucapnya sambil menggeleng dan menaru kembali bingkai itu di tempat semulanya.

Gadis berambut panjang itu berjalan menuju cermin besar yang tertempel di dinding kamarnya, seketika matanya membulat melihat adanya tulisan di cermin itu.

HANSA MAAFIN GUE!
MAAFIN GUE!
MAAFIN GUE!
MAAFIN GUE!
MAAFIN GUE, HANSA SWARITSYAM!

"Nggak, ini nggak mungkin!" Berkali-kali Hansa mengerjapkan matanya sambil menatap cermin itu berharap ini adalah halusinasinya, tapi tulisan itu tak kunjung menghilang membuat Hansa ketakutan setengah mati.

"AAAAAAAAAAAA!" Hansa berteriak histeris sambil menutup wajahnya. Ia mengambil sebuah pajangan yang berada di meja belajarnya hendak melemparnya ke cermin itu, namun sebuah tangan menahan pergerakan Hansa.

"Hansa kamu kenapa?!" Lauren muncul, wajahnya begitu panik melihat anak perempuannya seperti orang kesetanan sambil menangis. "AAAAAA! PERGIIIIIII! SIAPA LO! --- MAMIIIIIIIII!"

"Hansa, mami disini sayang. Mami disini." Lauren memeluk putrinya erat, Hansa awalnya memberontak tapi lama-lama membalas pelukan Lauren dan menangis di bahu sang mami.

"im so scarry mam." Hansa menangis sesegukan dengan masih memeluk Lauren. "Kamu kenapa sayang, cerita sama mami kenapa."

KastaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang