Bab 1 - Pertandingan Kecil yang Tidak Diperhatikan

167 17 22
                                    


Bab 1

Pertandingan Kecil yang Tidak Diperhatikan

Hari ini Landung pulang telat. Bukan berarti dia mengikuti kegiatan eskul di sekolahnya, hanya saja hari ini adalah hari yang memang menyibukkan. Dia mendapat jatah membersihkan kelas dan semua teman-temannya menggantungkan hidup mereka padanya. Maksudnya, teman-temannya itu terlalu malas sehingga mereka pergi begitu saja dari kelas sembari berkata, "Kami serahkan padamu. Tolong ya." Dan meninggalkan Landung seorang diri. Membiarkan dia melakukan kewajiban mereka semua.

Ya, itu memang menyebalkan. Namun bagaimanapun, itu harus tetap dikerjakan. Dan hasilnya? Sekarang Landung harus pulang di penghujung pukul lima sore. Seperti biasa, dia keluar dari gapura sekolah, menyapa penjaga sekolah sembari mencangklong tasnya di pundak kanan. Sebenarnya itu tidak terlalu baik bagi pertumbuhan tulangnya karena membebankan satu tas berat ke salah satu sisi bisa membuat proporsi pundaknya tidak simetris. Untungnya dia lalu mencangklongkan tas itu di kedua sisi sehingga pundak-pundaknya mendapatkan beban yang sama berat.

Jarak rumahnya dengan SMA Kartika Kencana hanya sekitar satu setengah kilometer. Jadi dia hanya berjalan kaki untuk berangkat dan pulang sekolah. Sebenarnya biasanya dia naik sepeda. Namun, sepedanya yang rusak masih diperbaiki di bengkel. Tidak terlalu masalah. Dia hanya perlu mengeluarkan sedikit tenaga dan waktu ekstra di perjalanannya pulang pergi.

"Ah, aku haus. Kalau tidak salah, ada warung di dekat lapangan." Di saat itulah dia melipir meninggalkan sekolah dan menuju ke lapangan yang berjarak seratus meter dari sekolahnya.

Hanya butuh waktu sepuluh menit lebih karena dia memperlambat jalannya. Dia sampai di warung tersebut. Meski dekat, dia jarang berkunjung ke sana. Landung mengambil satu minuman soda dan membayar. Dia buka tutupnya dan minum begitu saja sampai tiga tegukan.

Dia mendengar sebuah bunyi "dag, dag, dag."

Sebuah bola bergulir ke arahnya.

"Hei, tendang bolanya." Seorang anak gawang mendekat ke arahnya.

Landung tendang bola itu dan ditangkap dengan sempurna untuk anak gawang itu. Dia berpikir, "sepertinya aku pernah melihatnya."

Akan tetapi, "Oh, ternyata ada pertandingan bola ya." Landung yang sebenarnya hendak langsung pulang ke rumah mendadak urung. "Sepertinya tidak apa-apa menonton sebentar." Dia menuju ke sebuah bangku di pinggir lapangan. Bangku untuk penonton. Di sana sudah ada seorang yang telah menonton pertandingan sebelum dirinya. Seseorang memakai jaket bertudung berwarna hitam.

"Bagaimana pertandingannya?" Landung bertanya tanpa ragu pada penonton itu, yang ternyata tampak seumuran dengannya.

"Pertahanan tim merah terlalu lemah. Mereka tidak akan menang. Tapi, aku tertarik dengan penyerang mereka."

"Penyerang?" Landung mengalihkan fokus. Dia memperhatikan ujung tombak tim merah yang berada di paling depan. Di sana ada seseorang berkulit sawo matang dan berambut tipis seperti seorang tentara. Dia sempat mengenalinya. "Kalau tidak salah, dia itu Agung dari kelas X.2 (sepuluh dua)."

"Tendangannya tajam dan gerakannya efisien. Sayang gelandang mereka sangat buruk. Cuma satu orang yang umpannya lumayan."

"Oh, begitu ya." Dia mendapatkan cukup informasi.

Olahraga merupakan hal yang akrab untuk Landung. Sepakbola adalah olahraga favoritnya. Wajar jika dia kemudian menunda untuk pulang dan berhenti lalu beranjak sejenak untuk menonton pertandingan yang hampir berakhir tersebut. Matanya menuju ke arah papan angka yang terpampang besar di sebuah tiang di sisi lain lapangan.

5-0

Itulah skor yang terpampang. Tim merah kalah telak dari tim hitam. Informasi itu diketahuinya ketika seorang pendukung tim merah beranjak dari kursi menonton mereka dan pulang karena kesebelasan mereka yang tampil dengan sangat buruk. "Percuma," kata mereka.

Berbeda dengan para penonton itu, Landung entah mengapa malah merasa kalau pertandingan belum berakhir dan skor 5-0 bukanlah hasil akhirnya. Hati kecilnya mengatakan kalau masih ada sebuah pertunjukkan yang layak ditonton.

Tim hitam menyerang bertubi-tubi. Bola diumpan ke arah pertahanan sebelah kanan tim merah. Penyerang sayap tim hitam meliukkan bolanya, menekuk dan melakukan tusukan ke arah pertahanan tim merah. Bek sisi tim merah terlalu payah untuk dapat menutup tusukan itu.

Bola ditendang.

Memantul karena menabrak tiang kanan gawang. Bola jatuh ke kaki seorang pemain tim merah.

"Bagus, saatnya serangan balik." Pemain itu bertekad. Dia membawa bolanya hingga tengah lapangan. Berlari tanpa adangan berarti. Penyerang tim merah sudah berlari ke posisi yang kosong. Dia cukup baik dalam menempatkan posisi. Bola diumpan kepadanya.

Agung akan mendapatkan bolanya. Dia berlari kencang menusuk ke arah dalam pertahanan tim hitam. Bola menekuk ke arahnya.

BANG.

Dia melakukan sepakan First time.

Kiper melompat.

Bola menggetarkan mistar.

Gagal.

Namun itu belum usai. Bola kembali memantul ke arah Agung. Dia berkelit untuk lepas dari penjagaan kemudian melompat. Tubuhnya melekuk, memuntir, dan kemudian kakinya sudah berada di atas kepala.

Mulut Landung terngaga. "Ah, salto." Dia terkesiap.

Over head kick.

Bola tertendang dengan sempurna. Meluncur dengan kecepatan komet ke arah gawang. Kiper yang terlambat menyadari melakukan respons dan melakukan usaha terakhir untuk mencegah bola menjebol gawangnya.

GOL.

"Hebat." Landung melihat bola menerabas jala gawang.

Ternyata hati kecil Landung yang mengatakan bahwa pertandingan belumlah usai, masih ada sebuah pertunjukkan untuk ditonton, tidaklah bohong. Dia sekarang menyadarinya dan bersyukur karena dia tidak langsung pulang. Berkat itu, dia bisa melihat tendangan itu. Satu tehnik yang belum pernah dirinya sendiri kuasai.

Tendangan salto. Over head kick. Dia akhirnya dapat melihatnya secara langsung.

Para pentonton tim merah bersorak. Begitu pula dengan para pemainnya.

&

Komet 11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang