Bab 17 - Mampukah Kami Menang?

18 3 0
                                    

Bab 17

Mampukah Kami Menang?

"Cepat sekali?" Baik Hangga, Landung, dan Genta terkejut melihat sepakan itu. Mereka bertiga tidak mengira bahwa Golden Boy akan mencetak gol dengan segampang itu. Terlebih Landung, dia bahkan sampai sempat bertanya, "Ap-apa? apakah, Golden Boy, sekuat itu?" Landung tahu kalau tim senior Golden Boy adalah tim yang bagus, meski tim mereka berada di liga divisi kedua. Hampir dapat dipastikan kalau tim senior mereka akan promosi ke liga divisi pertama di akhir musim.

Namun Landung pernah mendengar rumor kalau tim junior mereka itu lemah. Bagaimanapun itu, setelah menyaksikan sendiri pertandingan yang diadakan sekarang, Landung tidak dapat mengatakan kalau tim ini lemah. Gol mereka berupa kejutan dan itu tidak disangka lawan. Ataukah mungkin tim lawan yang terlalu lemah?

Sedangkan Hangga, tentu dia tidak tahu, karena dia termasuk pemain baru di arena sepakbola. Dia tidak akan dapat menjawab pertanyaan dari Landung. Ini sedikit berbeda dengan Genta, dia sering menonton pertandingan junior. "Golden Boy di waktu sekarang agak berbeda dengan mereka di musim lalu."

Hangga dan Landung jadi memperhatikan Genta. Genta makan berondongnya lagi. "Musim lalu mereka bermain buruk. Tapi di musim ini, mereka gencar mencari calon bibit pemain yang bagus di sekolah-sekolah. Jadi wajar saja kalau permainan mereka meningkat musim ini."

Landung sekarang mafhum. "Jadi begitu ya." Meski begitu, masih ada pertanyaan yang belum terjawab. "Lalu, Genta, bagaimana dengan Satria Perak?"

"Satria Perak memang bagus. Mereka tampil konsisten dari musim ke musim. Tim seniornya di liga banyak menerbitkan pemain muda berbakat. Aku yakin, kali ini mereka juga akan tampil bagus. Untuk urusan tertinggal, tim manapun bisa mengalaminya."

Landung tahu apa yang dimaksud Genta. Sepuluh menit pertama adalah ujian konsentrasi di mana tim yang hilang fokus akan dapat dijebol dengan mudah gawangnya. Itu semua karena konsentrasi para pemain belum dalam kondisi optimal. Jadi akan wajar ada pemain yang belum terbiasa. Itulah yang sekarang dialami oleh Satria Perak. Lalu yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah, mampukah Satria Perak bangkit?

"Aduh-aduh, belum apa-apa sudah tertinggal. Yoga, kau harus jaga tempatmu dengan benar." Beto marah-marah.

"Mereka tidak menyerang melewatiku. Itu sama sekali bukan salahku."

"Ya, memang benar sih. Apa boleh buat, kalau begitu, kita harus balas mereka."

"Kalian berdua tenang saja, Brilian yang cerdas ini akan segera membuat gol."

Lagi-lagi terlalu yakin. Beto sebenarnya tidak terlalu menyukai sikap Brilian yang sok jemawa itu. Itu tidak baik untuknya. Dia sudah berulang kali menasihatinya tapi tanpa hasil. Ini membuat Beto sedikit tak acuh padanya lagi. Lagi pula, selama dia masih bisa bermain bagus, apa saja boleh.

Bola ditaruh ditengah. Sepak mula akan dilakukan oleh tim Satria Perak.

Bola ditendang. Satria Perak mulai menyusun serangan. Bola dikendalikan oleh Beto dari lini tengah. Bola disebar ke para pemain untuk membuka celah yang masih rapat. Pemain sayap kanan Satria Perak kosong. Bola dioper ke sana. Pemain sayap itu langsung diadang. Namun dia tidak kehilangan akal. Bola dioper kembali ke Beto. Bek kanan Satria Perak berlari cepat ke depan. Beto mengumpan lambung padanya. Bola diterima. Pemain itu langsung merangsek ke dalam.

"Tidak akan kubiarkan." Bek Golden Boy maju karena pemain bek sisinya sudah dilewati. Pemain sayap Satria Perak meliukkan bola, pemain belakang Golden Boy kalah langkah. Umpan dilepaskan.

"Oh, kita lihat bersama sodara-sodara, pemain sayap Satria Perak memberikan umpan tarik. Brilian ada di sana, dia menembak." Bung Petir mencondongkan badan ke depan sembari tangannya memegangi mikrofon. "Ah, sayang sekali. Sepakannya berhasil diblok pemain bertahan lawan. Bola dibuang dan menghasilkan lemparan ke dalam untuk Satria Perak."

"Yang tadi itu, hampir saja." Hangga berkomentar.

"Itu, umpan tadi bagus sekali." Landung memikirkannya dengan hati-hati. "Pemain sayap itu cepat dan tekniknya mumpuni. Aku yakin, dia akan segera membuat bahaya."

"Benar kan kataku, Satria Perak memang tim yang bagus." Genta bicara sambil mengunyah.

Bola dilemparkan. Pemain Satria Perak berusaha menghindar dari penjagaan. Bola diumpan ke pemain itu. Dia melaju ka arah sisi kiri Golden Boy. Sekarang dia memberikan umpan lambung. Umpannya mengenai mistar gawang. Memantul dan mendarat di kaki pemain Golden Boy. Bola ditendang sebagai tindak pengamanan. Namun tendangannya tidak sempurna. Bola jatuh di kaki Beto. Dua orang pemain menghalangi. Beto mengoper dengan tumit. Ada Yoga di sana, dia mendapatkan bolanya. Dia mendapatkan posisi kosong.

"Cepat halangi dia!" Kiper Golden Boy memerintah.

Terlambat. Yoga sudah melakukan tembakan. Bola menyusur datar ke arah kanan gawang Golden Boy.

"Apa yang terjadi sodara-sodara, temabakan yang cepat."

GOOOOLLL.

"GOL, Sodara-sodara GOL. Yoga berhasil menyamakan kedudukan hanya berselang lima menit setelah gol yang pertama. Dia pemain dengan tendangan kilat. SAMBAR SAMBAR SAMBAR. Sekarang kedudukan sama kuat. Siapakah yang akan memenangkan pertandingan?"

"Persis seperti perkiraanku," pikir manajer Satria Perak. "Yoga adalah pemain yang bagus. Dia adalah gelandang bertahan terbaik. Memiliki visi bermain yang sebagus pemain tengah. Memiliki pertahanan yang sekuat pemain bertahan. Dia juga memiliki tendangan kilat yang cepat. Dia akan membuat banyak perbedaan di turnamen nanti."

"Hebat sekali tendangannya." Landung terkesima. Tidak dapat dimungkiri, Yoga memang pemain yang bagus. Landung masih ingat tendangan yang dia lepaskan ke wajah preman di alun-alun. Hanya saja kali ini berbeda. Tembakannya lebih kuat dan bertenaga. Andaikan Landung harus bermain melawan pemain yang seperti itu, apakah dia akan bisa menang?

"Aku pasti akan bisa sehebat dia." Hangga masih tetap optimis.

"Ah, sial, berondongku habis." Genta bangkit dari kursinya. "Aku mau beli berondong dulu ya."

Landung dan Hangga mengangguk. "Tenang saja," Genta berkata, "kalian akan aku belikan minuman."

"Terima kasih ya." Hangga senang mendengarnya.

"Yah, seperti biasa, aku dapat mengubah keadaan." Beto berlagak sombong. Umpanku memang bagus.

"Itu karena aku sengaja memberimu peluang," Brilian berlagak tidak senang. "Setelah ini kau harus memberikan bolanya padaku."

"Bisa diatur. Tapi ada syaratnya."

"Syarat?" Brilian terlihat tidak senang.

"Kau harus menuruti keinginan beta. Dan beta ingin kau berhenti jemawa."

Brilian tersenyum sinis. "Maaf ya, kalau soal itu, aku tidak bisa melakukannya. Aku masih bisa mendapatkan bola tanpa bantuanmu."

"Ya, ya. Terserah. Kalau begitu, beta akan memberikan bolanya pada Yoga saja."

Permainan dimulai lagi dengan penampilan sama kuat dari kedua tim. Tidak ada gol tambahan yang tercipta di sisa waktu babak pertama.

"Baiklah sodara-sodara. Pertandingan ini berlangsung seru. Peluit panjang babak pertama sudah dibunyikan. Kedudukan sementara Golden Boy satu dan Satria Perak satu. Kita harapkan mereka akan bermain semakin menarik di babak kedua nanti. Untuk sekarang, beristirahatlah sodara-sodara. Aku, Bung Petir juga akan beristirahat sejenak."

Pada akhirnya, Landung, Hangga, dan Genta meliat pertandingan sampai usai. Laga itu sudah direkam dengan kamera video mereka. Kedudukan akhir adalah 3 – 1 dengan Satria Perak yang keluar sebagai pemenangnya. Permainannya menarik. Namun bukan itu yang mengganggu pikiran Landung sekarang.

Di kepala anak itu, sudah terkumpul berbagai macam informasi tentang pertandingan yang baru saja berakhir. Satria Perak memiliki tiga pemain andalan, mungkin lebih, tapi di pertandingan barusan yang begitu tampak adalah ketiga pemain itu. Alberto, Brilian dan Yoga. Ketiganya bermain bagus dan memainkan perannya masing-masing dengan baik. Mereka akan menjadi lawan yang tangguh. Dan sekali lagi Landung berspekulasi. Kalau tim sekolah mereka memiliki kesempatan bertanding dengan Satria Perak, mampukah mereka menang?

Mampukan kami menang?

Landung benar-benar memikirkannya.

Komet 11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang