Bab 33 - Diamlah

18 3 0
                                    

Bab 33

Diamlah

"Kerja bagus Agung!" Hangga memberikan dukungannya. Dia berdiri dari bangkunya dan maju. Dia memang tidak bermain, dan karena itulah, dia memilih untuk memberikan ucapan semangat untuk yang lain. Entah terdengar atau tidak, dia tidak tahu, tapi setidaknya dia melakukan sesuatu. Dia merasa tidak bisa begitu saja duduk di pinggir lapangan dan berpangku tangan. Apalagi di tengah timnya yang sedang ketinggalan. Karena itulah, dia melakukannya sembari berharap bahwa itu dapat membantu tim.

Barisan pertahanan Silver Boy mulai bergerak. Mereka menjaga para pemain Komet sedangkan yang lain membuat pagar betis. Jarak tendangannya adalah 23 meter. Sangat ideal untuk ditendang langsung. Genta dan Ando maju untuk membantu penyerangan. Andri, Harudin, Irham dan Arya masih bersiap di tengah lapangan untuk mengantisipasi andai ada serangan balik.

Ini bisa menjadi peluang yang bagus. Sari berpikir dari pinggir lapangan.

Yang bersiap di belakang bola adalah Agung. Sendirian. Yah, mereka sepertinya tidak menyiapkan trik apa pun. Jadi ini akan mudah ditebak. Namun itu tidak serta merta menutup peluang mencetak gol. Asalkan bola ditendang dengan baik, masih ada peluang untuk itu.

Genta dan Ando dijaga ketat di depan. Jala dan Jalu bersiap di sayap. Andai ada Gilang di sana, dia pasti akan mengatakan sesuatu kepada Agung. Sayangnya dia sedang berada di gawang sendiri, jadi dia cuma bisa berharap.

"Baiklah. Ini adalah kesempatan yang bagus. Agung sudah bersiap-siap dengan bola. Tinggal menunggu peluit dari wasit untuk dia segera melakukan aksinya." Bung Geni.

"Benar sekali Bung, ini adalah kesempatan yang bagus." Bung Kuk.

"Mari kita saksikan Bersama sodara-sodara."

"Brilian, Yoga, apa menurut kalian dia akan bisa melakukannya?" Beto bertanya.

"Kalau aku, jujur saja, tidak terlalu tertarik. Aku lebih memilih untuk membagikan tanda tanganku pada fans ketimbang melihat pertandingan ini. Kau harusnya tidak usah memaksaku datang." Brilian bergaya dan menyisir rambutnya.

"Aku tidak akan berkomentar apa pun." Sedang Yoga bersedekap sambil melihat pertandingan dengan serius.

"Ah, kalian tidak menarik. Beta pikir kalian bisa berbicara banyak." Mungkin Beto kesal atau semacamnya. Yang jelas, dia kembali fokus ke pertandingan.

"Aku yakin pasti ini akan jadi gol." Hangga bersemangat sekali.

Agung mundur beberapa langkah. Ando dan Genta sudah bersiap membuat gerakan. Para bek telah menahan laju mereka, namun mereka seolah tak terbendung.

Priiit.

Bola ditendang.

"Apa yang terjadi sodara-sodara. Itu adalah tendangan langsung."

Bola melesat di atas pagar betis. Menuju ke gawang.

"BARA. Bola berhasil ditangkap dengan sempurna."

"Sepertinya laju bola terlalu pelan sehingga mudah diantisipasi, Bung Geni. Dengan ini, kesempatan bagus yang didapatkan Komet tidak berjalan secara maksimal." Bung Kuk.

"Semuanya, bersiap untuk serangan balik!" Kiper segera berdiri dan menarik bolanya kebelakang. Dengan satu ayunan, bolanya dilemparkan hingga jauh.

"Menuju ke arah Irvan Prasetya. Ini serangan balik yang cepat." Bung Geni.

Irvan mendada bolanya. Andri dan Arya berusaha merebut bola. Tapi ....

"Umpan bolanya padaku."

Irvan melihat sebuah gerakan dari temannya. "Terimalah ini, Jhon."

Komet 11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang