Bab 5 - Besok Kita Akan Bertanding

39 5 0
                                    

"Tugas pertama kalian adalah menghubungi anggota eskul lain dan memaksa mereka ikut ke eskul sepakbola."

Sekarang sudah jam setengah tiga sore yang artinya eskul benar-benar telah aktif berkegiatan. Maka tidak usah susa-susah mencari anak-anak eskul ke kantin atau semacamnya. Sekarang anak-anak eskul sudah berada di ruangan atau lapangan tempat mereka biasa melakukan kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Jadi cukup periksa saja tempat-tempat itu untuk menemukan mereka.

Landung sekarang sedang menuju ke lapangan untuk mengajak anak-anak bisbol untuk masuk ke eskul sepakbola.

"Eskul sepakbola? Kami tidak tertarik. Lagi pula ini hampir kejuaraan jadi kami tidak ada waktu." Si kapten memberitahu.

"Begitu ya? Terima kasih."

Meninggalkan eskul bisbol, Landung menuju ke eskul kriket.

"Kami sedang sibuk meditasi, jangan ganggu kami."

"Tapi kan, kalian eskul kriket, bukan eskul yoga. Kenapa kalian meditasi?"

"Kau tahu," ketua eskul kriket hendak menerangkan. "Dalam kriket, ketenangan jiwa adalah yang utama. Kalau hati kami tidak tenang, kami tidak akan dapat bermain dengan baik. Karena itulah kami sekarang bermeditasi untuk menenangkan jiwa kami."

Oh, ternyata begitu.

"Kalau kau mau, kau bisa ikut meditasi bersama kami."

"Tidak, terima kasih." Kenapa malah aku yang diajak?

Landung lari lagi dan mendatangi eskul-eskul lain. Sayangnya, semua eskul dapat dikatakan menolak dengan berbagai alasan. Di saat itu, ketika sedang menuju ke eskul musik, dia berpapasan dengan Hangga.

"Kamu bagaimana?" tanya dia.

"Gagal." Hangga menghela napas. Kelihatan lesu.

"Jadi begitu ya. Kita senasib." Landung juga lesu.

"Walau begitu, aku tidak akan menyerah. Seseorang sedang meminta tolong kepadaku dan ..."

"Tunggu dulu, kenapa kita sejak tadi lari-lari dan mengikuti begitu saja perintah ketua eskul bola?" sesuatu terpikirkan di benak Landung. "SIAL. Jangan-jangan kita sudah dihipnotis."

"Apa? Jangan-jangan aku juga kena." Mereka lalu berteriak-teriak dan heboh sendiri.

"Tapi, hipnotis atau tidak," Hangga mengepalkan tangan, "ketika seseorang meminta bantuan kepadaku, aku akan berusaha keras membantunya sampai berhasil."

"Hangga, kau," Landung terkesiap, "ternyata punya tekad yang besar."

Hangga mengangguk. "Baiklah. Aku akan pergi ke eskul karate." Hangga penuh tekad.

"Kalau begitu, aku akan ke eskul musik."

"Aku pasti akan membawa seseorang ke eskul sepakbola." Hangga kembali memperlihatkan tekad kuatnya sampai dia terbakar api semangat. Matanya menyala-nyala dan badanya terberangus api kedigdayaan.

"Aku juga tidak akan menyerah." Landung tidak menyangka. Tidak sekalipun, kalau di sekolah ini ada anak dengan tekad sebesar itu. Sepertinya, dalam hati kecilnya, dia merasa terkagum dengan sosok Hangga yang selalu optimis dan pantang menyerah. Dia merasa kalau itu patut untuk ditiru dan dia harus mencontohnya.

"Baiklah." Landung mengobarkan tekad. "Aku juga pasti bisa membawa seseorang."

Pada akhirnya ....

"Aduh, aku tidak dapat membawa seorang pun. Padahal sudah pukul setengah lima lebih."

Tiba-tiba, dia melihat seseorang berjalan melewatinya.

Komet 11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang