Bab 16 - SAMBAR

24 3 6
                                    

Bab 16

SAMBAR

"Wah, hari ini ramai ya?" kata Alberto yang baru saja keluar dari bus tim, dia melihat ke sekeliling. Suasana memang ramai dengan berbagai suporter. Suporter-suporter itu tentunya datang untuk mendukung tim mereka yang akan bertanding. Namun, jumlah pendukung untuk kesebelasan Golden Boy lebih banyak ketimbang yang mendukung timnya, Satria Perak. Melihat pendukungnya yang tidak terlalu banyak, Alberto merasa wajar. "Aku senang meskipun jumlah pendukung kita sedikit di sini."

"Tidak perlu cemas," kata Brilian. Dia adalah seorang pemain dengan rambut panjang. Penampilannya jauh berbeda dengan Aberto—Beto—yang berkulit hitam dan berambut gimbal. Brilian berwajah tampan dan dia seorang gitaris. Sangat maklum kalau dia memiliki fans tersendiri. "Kita akan tetap menang kok."

"Kamu yakin sekali, Brilian." Dan sekarang yang bicara adalah Yoga Iskandar. Pemain kunci dari Satria Perak. "Padahal kita tidak bermain dengan seluruh kekuatan tim."

"Yah, apa boleh buat. Kita bertiga saja sudah lebih dari cukup untuk mengalahkan mereka." Brilian sangat jemawa. Melihat kemampuannya, itu bisa dimafhumi.

"Beta setuju dengan Brilian. Lagi pula, tidak seperti tim senior, tim junior Golden Boy tidak terlalu bagus. Itulah pengamatan Beta." Alberto juga sangat yakin.

"Kalian berdua terlalu menganggap remeh lawan." Yoga tidak setuju. Baginya yang orang serius, meremehkan lawan itu bisa menjadi petaka.

Kedua tim kemudian diminta bersiap. Semuanya berbaris dan masuk kembali ke kamar ganti. Setelah mereka memakai seragam mereka, semua pemain inti berbaris dan bersiap masuk ke lapangan.

Beto, Brilian, dan Yoga sudah menyiapkan diri mereka masing-masing. Setelah para wasit menyatakan pertandingan siap dimulai, barulah semuanya bergerak. Mereka berjalan meninggalkan lorong dan sampai di pinggir lapangan. Masing-masing pemain memiliki ritual tersendiri ketika memasuki lapangan. Beto berdoa singkat dan mengambil sejumput rumput di tanah. Brilian menyapa para fansnya. Sedangkan Yoga, dia tetap berwajah serius dan dia berjalan seolah tidak ada hal lain di pikirannya.

Semuanya sudah berada di tengah lapangan dan berbaris. Lagu federasi sepakbola diputar, mereka saling bersalaman. Kedua kapten berada di samping para wasit. Mereka menebak gambar koin yang akan dilempar. Yang akan mengambil bola pertama kali adalah Golden Boy. Semua kembali bersalaman dan kembali ke temannya masing-masing.

Seorang pria berambut putih dan berbadan pendek dan mengenakan setelan resmi berdiri yakin di samping lapangan. Beliau adalah manajer sekaligus pelatih kesebelasan Satria Perak. Dia yakin dengan strategi yang sudah dipikirkannya dan anak asuhnya akan menerapkannya dengan baik. Karena itulah, dia sudah sangat siap dengan pertandingan yang akan segera berlangsung.

Kedua tim membentuk lingkaran. Kapten Golden Boy membakar semangat tim. Agak berbeda dengan yang dilakukan oleh Satria Perak.

Untuk Satria Perak, mereka malah bercakap-cakap biasa.

"Siapa yang akan menonton konserku setelah ini?"

"Itu bukan konser, kau hanya gitaris solo, Brilian."

"Yah, bagaimanapun aku memiliki fans tersendiri."

Seorang gadis dari bangku penonton menjerit-jerit. "Brilian, aw, Brilian. Nikahi aku." Melihat tulisan di tangan seorang gadis, Brilian sempatkan diri untuk menanggapi dengan sebuah lambaian. Gadis itu langsung pingsan. "Pesonaku memang luar biasa." Brilian memang orang yang jemawa.

"Baiklah, beta harus bilang kalau beta akan bermain sungguh-sungguh di pertandingan ini. Brilian, bersiaplah menerima umpan beta. Dan kamu, Yoga, halau setiap serangan yang datang." Melihat teman-temannya mengangguk, Beto lalu berteriak. "SEMANGAT!"

"YAAA!"

"Baiklah sodara-sodara, saya, Bung Petir, akan mengomentari pertandingan ini. Kesebelasan yang bertanding adalah Golden Boy melawan Satria Perak. Lima pertandingan terakhir mereka berakhir dengan kedudukan sama kuat. Golden Boy menang dua kali, Satria Perak menang dua kali, dan satu pertandingan sisanya berakhir imbang tanpa gol.

"Sepertinya pertandingan ini akan berjalan menggetarkan sodara-sodara. Kedua tim pasti ingin memperbaiki rekor pertemuan dan pertandingan ini akan jadi penentu siapakah yang lebih baik di antara keduanya. Dapat dipastikan pertandingan ini akan berjalan seru. Sodara-sodara sekalian, tarik napas yang dalam dan sekarang kita lihatlah pertandingannya."

"Golden Boy." Drung drung, drung drung drung.

"Satria Perak. Ho. Satria Perak. Ho."

Kedua pendukung juga sudah mengumandangkan yel-yelnya. Mereka akan mendukung sepenuh hati.

"Baiklah," Bung Petir berkomentar lagi. "Pemain kedua tim sudah berada di posisi masing-masing. Mereka sudah siap untuk memulai pertandingan. Bola berada di kaki Golden Boy."

Prit.

"Baiklah, sodara-sodara. Pertandingan dimulai. Mari kita getarkan. SAMBAR SAMBAR SAMBAR."

***

"Landung, menurutmu, siapa yang akan menang?'

Mendengar pertanyaan tersebut, Landung menoleh ke arah Hangga. Benar, anak itulah yang bertanya. Jujur, Landung tidak memikirkan itu sekarang. Meskipun dapat dibilang kalau Landung menyukai sepakbola semenjak kecil, dia tidak suka menebak-nebak hasil dari sebuah pertandingan. Baginya, sepakbola adalah permainan untuk mendapatkan kesenangan. Jadi, Landung lebih memilih untuk tidak membuat tebak-tebakan soal tim mana yang akan menenangkan pertandingan. Namun begitu, bila pertanyaannya diubah menjadi, "Tim mana yang lebih kuat atau lebih baik?" Landung akan dapat menjawabnya meskipun dia hanya dapat menjawab sesuai perasaannya.

Landung akan menjawab, "Menurutku, Satria Perak lebih baik?"

"Kenapa?" Hangga bertanya lagi.

"Entahlah, aku hanya merasa kalau Satria Perak memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh Golden Boy."

"Kalau kamu, Genta?"

"Kalau aku lebih tertarik dengan pemain gimbal dari Satria Perak itu. Menurutku dia akan menjadi bagian penting dalam pertandingan ini." Dia memakan berondong jagungnya lagi.

Mungkin itu benar kalau pemain berambut gimbal itu akan menjadi tokoh penting di pertandingan. Mungkin. Tapi perasaan Landung mengatakan kalau anak yang dia lihat waktu itu, di alun-alun, ketika anak itu menyepak bola ke wajah preman, justru dialah yang akan menjadi pemain kunci dalam pertandingan ini. Landung sangat yakin.

"Hangga, bisakah kamu saja yang merekam pertandingan ini?"

"Eh, kenapa, apa kamu sakit perut?"

Landung menggeleng. "Tidak, aku hanya ingin menonton pertandingan ini dengan baik."

"Kalau begitu baiklah, serahkan padaku."

Landung memberikan kamera rekamnya pada Hangga dan kini dia memperhatikan pertandingan dengan saksama. Sebenarnya ada sesuatu yang mengganggu Landung, yaitu apakah perasaannya itu benar kalau anak bernama Yoga itu akan melakukan sesuatu yang tak terduga. Entahlah, Landung ingin tahu dan karena itulah dia akan memperhatikan dengan baik jalannya pertandingan.

Priiit.

Bung Petir mulai berkomentar lagi. "Baik sodara-sodara sekalian, pertandingan sudah dimulai. Bola berada di kaki anak-anak Golden Boy." Para pemain berseragam emas memainkan bolanya. Dari tengah ke belakang, ke kiri, ke tengah, ke kanan. "Golden Boy berusaha membuka celah yang rapat dari Satria Perak. Mereka berusaha sekuat tenaga. Oh, apa yang terjadi. Bola diumpan dari tengah ke pertahanan Satria Perak. Seorang pemain berlari menyongsong umpan yang diberikan. Dia berlari, bola merendah dan turun ke kakinya. Dia mendapatkan posisi menembak yang sempurna. Yak, bola ditembakkan."

WUUUUSH.

"GOOOOOLLLL. SAMBARAN APA YANG DIALAMI OLEH SATRIA PERAK SODARA-SODARA? PERTANDINGAN BARU BERJALAN TIGA MENIT DAN MEREKA SUDAH KEBOBOLAN. KEDUDUKAN SEMENTARA, GOLDEN BOY SATU, SATRIA PERAK NOL."

Komet 11Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang