1️⃣9️⃣

22 6 0
                                    

"Pas mau bales hpnya mati, sampe rumah ketiduran, bangun-bangun tengah malem, barudeh ngecas, terus ketiduran nunggu hp nyala, terus kayak biasa deh bangun mepet jam masuk, terus Kak Mahesa jemput deh jadi udah ketemu duluan sebelum sempet bales chatnya." Maitsa nyerocos panjang lebar begitu keluar gerbang rumah melihat Mahesa.

Ngeliat Mahesa gak ada tanggepan Maitsa cuma cengengesan aja.

Sebenernya Mahesa lagi nata perasaannya. Perasaan campur aduknya dari kemarin ilang gitu aja begitu ngeliat Maitsa.

Dia gak bisa tidur semaleman. Jadilah pagi-pagi buta udah siap berangkat sekolah. Bukannya langsung ke sekolah, entah kenapa Mahesa malah melajukan motornya ke rumah gadis yang tak kunjung membalas pesannya. Menunggu entah berapa lama sampai yang ditunggu membuka gerbang yang tergembok.

"Oit, Mahesa. Long time no see." Dito yang baru keluar rumah langsung ngajak Mahesa tos-tosan ala brother sok akrab.

"Gini dong tiap hari. Beban gue berkurang satu." Ucap Dito sambil melirik adiknya. Yang dilirik balik ngelirik sinis.

Mahesa cuma bisa cengengesan aja, gak tau mau bales apa.

"Udah sana berangkat. Hush hush."

"Classmeeting doang. Dateng siang juga gapapaaa." Rengek Maitsa.

"Ini nih! Baru kelas 10 aja udah pemalas. Gimana nanti kelas 11, 12, kuliah, ker- heh gak sopan ya Kakaknya masih ngomong juga!" Dito narik helm yang baru Maitsa pake.

"Aduh duh, katanya gak boleh males, ini mau berangkat." Maitsa nahan helm di kepalanya yang berusaha dilepas sang Kakak.

"Udah SMA udah pinter ngelawan yaaaaaa." Ujar Dito dengan nada seorang ibu yang dibuat-buat.

"KAK, aku mau jalan nanti telattttt. Aaaak."

-

"MET, SEKARANG GILIRAN XII IPA 3!" Maitsa langsung lari keluar kelas ninggalin tugas-tugas —bukan punya dia —yang lagi di kerjain, begitu denger teriakan Gendis menyebut kelas seseorang.

"Misi misi misi misi misi misi." Gendis membelah kerumunan di samping lapangan dengan sadis, diikuti Maitsa yang udah gak peduli lagi serame apa pokoknya dia harus paling depan, supaya nontonnya paling jelas. Begitu melihat punggung-punggung familiar, Maitsa langsung menarik seragam salah satu dari mereka yang keluar-keluar dari celana.

"Apasih tarik-tarik??" Banyu, orang yang ditarik seragamnya oleh Maitsa, kaget. "Apalagi itu dikuping?? Emang bunga??"

Maitsa tak mempedulikan Banyu yang terus saja protes kepadanya karena nyempil, menambah kesempitan, karena matanya telah terkunci saat melihat nomor punggung 99.

Sorak-sorakan penonton semakin riuh saat kapten bernomor punggu 7 mencetak gol pertama.

Maitsa dan kawan-kawan sudah berteriak seperti orang gila.

Pertandingan yang ditunggu-tunggu, tidak berakhir mengecewakan.

3:0

Pertandingan dimenangkan oleh kelas XII IPA 3 melawan XII IPS 3.

Semua penonton—bermayoritas pendukung XII IPA 3, karena pemainnya ganteng-ganteng – bersorak gembira menyambut kemenangan.

Pemain dari XII IPA 3 saling berpelukan.

Maitsa masih bersorak gembira bersama yang lain, saat pemain bernomor punggung 99 melepas pelukan dari tim dan membalikkan badan, seolah tau dimana tepatnya gadis itu berdiri.

Mata mereka bertemu. Sepersekian detik, sebelum pemain bernomor punggung 99 itu melakukan sesuatu yang membuat seluruh penonton wanita semakin bersorak heboh, kecuali dia, yang dituju.

Wakil ketua ekskul futsal itu tersenyum, kepada dia, gadis berambut pendek dengan pulpen diselipkan di telinganya.

M&MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang