"ELO yakin udah siap ke sekolah?" tanya Mia kepada Rene.
Rene tampil beda, ia memakai hoodie sampai menutupi kepalanya. Bahkan, ia tidak dandan sama sekali. Tidak seperti Rene yang Mia kenal selama ini, yang selalu ingin tampil WAH!
Memang sih Rene punya wajah baby face, imut-imut gimana gitu. Tapi tetap saja, Rene kelihatan aneh. Dan benar saja, sesampainya di sekolah, Rene malah mengajak Mia ke kelas Han dan bersembunyi di samping kelas Han yang terletak paling ujung, di sisi tangga.
"Cek Mi, apa Han ada di kelas?" perintah Rene langsung sambil menyembunyikan wajahnya di balik hoodie.
"Kok gue? Elo aja sana!" tolak Mia.
"Brengsek! Elo mau gue pecat jadi sahabat, hah?" semprot Rene kesal.
"Ya kali gue digaji jadi sahabat elo."
"Pliss Mi, cepetan! Ntar keburu bel." pinta Rene nggak sabaran.
Mia menarik nafas panjang. "Harus ya, kita ngelakuin ini? Elo nggak punya cara lain, apa?"
"Ini satu-satunya cara biar gue bisa dapatin Han kembali. Ntar kalau gue berhasil, elo boleh minta apa aja, pacar juga boleh deh?" Rene tersenyum lebar sambil mengacungkan jarinya membentuk huruf V. "Janji deh."
Mia melotot. "Kampret! Elo pikir cowok itu barang bisa di-request kayak gitu, hah?"
Rene nyengir, lalu memasang tampang memelas. "Pliss... Mia sayang, bantuin gue! Ya? Ya? Ya?"
Kalau sudah begitu, mau tidak mau Mia menuruti kemauan sahabatnya itu. Sepertinya biasa, Mia tidak bisa menolak jika Rene sudah memohon.
Dengan malas, Mia melirik kiri kanan. Memastikan tidak akan ada yang melihat apa yang ia lakukan. Untung saja, mereka datang kepagian. Sekolah masih sepi, koridor pun sepi, hanya beberapa murid yang terlihat mondar-mandir dan sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Tipikal murid yang tidak peduli dengan keadaan sekitar. Itu artinya, aman.
Mia celingak-celinguk ke dalam kelas Han. Kebetulan, posisi Han tepat membelakanginya. Di mana Han sedang bersandar di kursi sambil memainkan ponsel.
Untungnya, kelas Han juga sepi. Ada tiga murid yang terlihat mengobrol bersama, seolah tidak peduli dengan sekitar, membuat Mia bebas melirik ke dalam kelas, tanpa ketahuan.
"Han lagi ngapain, Mi?" tanya Rene setengah berbisik, masih dengan posisi sembunyi.
"Han..." Mia menjeda kata-katanya sendiri. Han sedang melihat foto kebersamaannya dengan pacar barunya. Mereka kelihatan mesra di foto dan itu akan sangat menyakitkan jika didengar oleh sahabatnya. "Han lagi tidur." Mia berbohong.
"Bagus." kata Rene saat Mia menghampirinya.
Rene mengeluarkan selembar kertas dari saku. Kertas yang berisi mantra rindu yang katanya bisa memikat Han. Meskipun Mia tidak habis pikir, sahabatnya itu bisa sebodoh ini percaya pada mantra yang tidak jelas.
"Ren..." panggil Mia ragu. "Seandainya... mantra itu bekerja dan Han jadi milik elo lagi. Terus, apa yang terjadi dengan pacar baru Han?"
"Gampang. Tinggal gue minta Han putusin dia." jawab Rene, singkat, padat dan jelas jahat banget.
"Gimana kalau mantra itu cuma bekerja sesaat? Elo tahu kan kalau hal kayak gitu nggak bisa bertahan lama?" tanya Mia lagi, berharap Rene sadar kalau ia salah.
"Ya udah, tinggal gue baca lagi, lagi dan lagi."
"Gimana kalau mantra itu nggak bekerja?" tanya Mia sekali lagi, membuat Rene tersentak. "Bukankah itu artinya elo telah melakukan hal terbodoh untuk pertama kalinya dalam hidup elo. Ayolah! Elo itu Rene. Elo itu smart dan nggak butuh mantra bodoh itu."
Kali ini, Mia berharap Rene sadar. Tapi sebaliknya, Rene malah tertawa tanpa suara, membuat Mia merinding, takut.
"Mia sayang, gue itu nggak bodoh. Gue tahu apa yang gue lakuin. Dan Han harus jadi milik gue lagi. Gue pastikan hal itu akan terjadi." kata Rene dengan menarik sudut bibirnya sedikit. "Dan sebagai sahabat, elo harus dukung gue dong? Iya, kan?"
Mia mengangguk lemah tanda menyerah.
Rene sudah siap dengan kertas mantra itu. Dengan senyum lebar, Rene membuka lipatan kertas.
"Gue baca ya." kata Rene sambil mengatur nafas.
Ya Tuhan, ampunilah hambamu ini yang tidak berdaya. Mia membatin.
"Reyhan Hadi..."
"Rene!" panggil seseorang, membuat Rene terkejut. Secepat kilat, ia memasukkan kembali kertas itu ke sakunya.
Sial! Batin Rene. Rene mengatur nafas, lalu menyungingkan senyum tipis dan berbalik menatap si pemanggil.
Hampir saja. Mia membatin sambil menarik nafas lega.
Debora, teman sekelas mereka yang selalu menempel pada Rene muncul tiba-tiba dan langsung meraihnya ke dalam pelukan.
"Ya ampun, Ren. Elo gapapa kan? Elo masih sakit? Elo sakit apa sih?" cerocos Debora sambil memeriksa wajah Rene, plus menempelkan punggung telapak tangannya pada kening cewek itu dan berakhir mengecek pergelangan tangannya. "Kok elo kurusan sih?"
Si cerewet Debora memang selalu mengkhawatirkan Rene dari ujung kaki sampai ujung rambut. Pokoknya apapun tentang Rene, Debora selalu ingin tahu melebihi Mia.
"Santai, gue gapapa kok." kata Rene mulai risih dengan sikap Debora yang berlebihan itu.
"Gue khawatir lho, elo sakit sampai tiga hari. Terus, elo nggak bolehin anak-anak sekelas termasuk gue untuk jenguk elo, kecuali tetangga elo yang nyebelin itu." tunjuk Debora sinis pada Mia.
Sekalipun berteman dengan Rene, Debora sama sekali tidak suka pada Mia tanpa alasan yang jelas. Karna itulah, Mia juga tidak menyukai Debora. Sehingga setiap kali bertemu, mereka selalu saja bertengkar, sekalipun karna hal sepele.
"Ya iyalah, gue kan sahabat Rene, plus tetangganya. Nah elo, cuma teman sekelas kan?" balas Mia lebih sinis.
"Elo ngajakin ribut?" tantang Debora.
"Yakin elo mau ribut sama gue?" balas Mia dengan tatapan tajam.
Debora membuang muka. Sebenarnya ia takut, mengingat Mia adalah atlet taekwondo yang cukup berprestasi. Posisi Mia di samping Rene, layaknya bodyguard yang menjelma menjadi sahabat. Anak-anak seantero sekolah tahu itu.
"Ren, ke kelas yuk!" ajak Debora akhirnya sambil mengandeng lengan Rene tanpa mempedulikan omongan Mia. "Anak-anak udah kangen sama elo."
"Ok." jawab Rene, membuat Mia memandanginya dengan wajah bertanya. "Gue nggak punya pilihan lain." bisiknya sambil mengandeng tangan sahabatnya itu.
Kompak deh, mereka bertiga saling gandengan, meskipun Debora dan Mia sama-sama gerah dengan posisi seperti itu. Jika bukan karna Rene, Mia ataupun Debora tidak akan mau jalan secara bersamaan seperti itu.
Disaat bersamaan, Han muncul di pintu kelas, membuat langkah Rene terhenti. Seolah kakinya telah menempel di lantai, Rene tidak bisa bergerak sama sekali. Mulutnya pun terasa terkunci.
Gawat! Rene tidak tahu harus melakukan apa.
"Hai." sapa Han basa-basi.
Seketika itu juga, Rene merasa nafasnya sesak. Dan... gelap seketika.
-
-
-
-
#18/01/18
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCESS PATAH HATI (tamat)
Teen FictionBercerita tentang seorang gadis populer bernama RENE MAURENNE yang sedang patah hati. Yang memutuskan hubungannya dalam perasaan masih sayang. Yang tidak bisa melupakan mantannya. Yang berharap bisa balikan lagi dengan mantannya. Yang tidak bisa men...