:: BAB 25 - DEBORA ANASTASYA ::

241 11 0
                                    

DEBORA Anastasya, baru menyadari perasaannya yang sebenarnya saat menginjak bangku SMP. Jika teman-temannya berteriak heboh ketika melihat kakak kelas ganteng seperti Oppa-oppa Korea. Sebaliknya, Debora lebih kagum melihat kakak kelas cantik yang jadi idola cowok-cowok.

Awalnya Debora pikir itu kekaguman semata, tapi semakin lama ia merasa rasa sukanya itu adalah cinta, bukan kagum. Seperti stalker, ia sering diam-diam mengikuti cewek-cewek yang disukainya. Sekalipun begitu, ia berusaha menyembunyikan perasaannya dari siapapun.

Sampai masuk SMA, Debora masih tidak bisa mengubah kebiasaannya yang lebih suka memperhatikan murid cewek daripada murid cowok. Dan yang paling menyita perhatiannya adalah sosok Rene Maurenne, gadis cantik yang dikenalnya saat MOS. Karna wajah cantiknya, Rene langsung populer diantara cowok-cowok.

Debora teringat waktu pertama kali bertemu Rene. Waktu itu, hari terakhir MOS, hujan turun cukup deras. Debora yang tidak membawa payung hanya bisa berteduh. Menunggu hujan berhenti. Saat itulah, Rene dengan wajah malaikatnya mengulurkan payung padanya.

"Pakai ini." ujar Rene sambil tersenyum tipis.

Debora terpaku sambil berusaha mengucap sebuah kalimat dengan terbata. "Elo gimana?"

"Gue punya satu lagi." kata Rene sambil memperlihat payungnya yang ada di tangan kirinya. "Walaupun punya sepupu gue."

"Ren, tungguin gue." jerit Samanta dari belakang sambil berlari kecil menghampirinya. "Hufff... akhirnya lega juga. Perut gue nggak sakit lagi." lanjut Samanta sambil mengelus perutnya.

"Elo lama amat sih di toilet?"

"Gue boker, Ren. Yuk ah, pulang."

Rene merentangkan payungnya, lalu mengaetkan tangannya di lengan Samanta agar payung itu bisa melindungi tubuh mereka dari air hujan.

"Duluan ya." ujar Rene sambil mengangguk pada Debora.

"Siapa, Ren?" tanya Samanta saat mereka sudah menerobos hujan menuju tempat parkir.

"Nggak tahu. Kasihan aja dia nggak bawa payung. Makanya gue kasih pinjam payung gue."

"Ah, lo memang sepupu gue yang baik."

Debora masih melongo melihat Rene dan sepupunya masuk ke mobil, lalu mobilnya melaju meninggalkan perkarangan sekolah.

"Duh, cewek itu manis banget." jerit Debora kegirangan. Jantungnya pun berdetak tak beraturan. Apa ini yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama?

Sejak itu, Debora selalu mengamati gerak-gerik Rene di sekolah dan mencari tahu semuanya.

Dari yang Debora tahu, Rene selalu kemana-mana dengan Samanta, sepupunya yang memiliki paras cantik, seperti dirinya. Tapi karna sikap Rene yang lebih ramah, sedangkan Samanta suka seenaknya. Karna itulah, Rene lebih disukai. Setiap Rene dan Samanta jalan berdua, hampir semua mata memandang ke arah mereka, termasuk Debora.

Debora ingin sekali mencari cara agar bisa dekat dengan Rene. Saat naik ke kelas tiga, suatu keberuntungan, Debora bisa sekelas dengan cewek itu. Sedangkan Samanta, berada di kelas berbeda. Akhirnya, Rene mulai bergaul dengan murid lain dan Samanta membuat gengnya sendiri.

Sekalipun Debora ingin berteman dekat dengan Rene, tapi ada saja halangannya. Terutama Mia, tetangga Rene yang kemudian selalu mengikutinya kemana-mana. Debora benci Mia karna selalu bisa di sisi Rene.

Sampai suatu ketika, Debora melihat celah saat Rene dan Mia bertengkar, entah karna alasan apa. Waktu itu, Rene datang lebih dulu tanpa Mia, bahkan cewek itu meminta bantuan teman-temannya untuk mengerjai Mia dengan mensabotase bangkunya.

Saat itulah, Debora punya kesempatan menertawakan Mia dan tanpa sepengetahuan Rene, Debora mengikuti Mia sampai di toilet, lalu mengucinya dari luar. Tapi sayang, setelah itu Mia kembali akrab dengan Rene.

Debora mulai mencari tahu semua tentang Rene, sampai akhirnya ia tahu satu rahasia, Rene backstreet sama Han, adik kelas mereka. Saat Rene bertanya Han pergi dengan siapa ke pesta, Debora bersikap jahat dengan mengambil foto-foto saat Han berdekatan dengan sepupunya untuk membuat Rene cemburu dan itu berhasil. Di luar dugaan, mereka putus.

Sebenarnya, Debora sangat senang saat tahu Han akhirnya pacaran sama Kintan. Tapi di sisi lain, Debora merasa was-was karna ia kenal betul siapa Kintan. Debora pun mengawasi Kintan dan tahu kalau sebenarnya Kintan berusaha menjatuhkan Rene di setiap kesempatan.

Hari itu, Debora tidak sengaja papasan dengan Kintan di tangga. Karna melihat tidak ada siapapun, Debora pun mengajaknnya bicara.

"Elo nggak berubah ya, suka banget merusak hubungan orang." ujar Debora pada Kintan.

Debora tergelak. "Elo juga nggak berubah, masih tergila-gila sama cewek cantik."

Debora tersentak, darimana Kintan tahu?

"Apa maksud elo?" Debora berlagak bingung.

"Ingat kak Ashila, cewek populer di SMP dulu. Katanya, elo pernah menyatakan cinta sama dia. Tapi sayang, elo malah digampar."

Debora terseret kembali ke masalalu. Saat pertama kalinya ia berani mengutarakan perasaannya pada Ashila, teman sekelasnya, tapi semuanya berakhir dengan sebuah tamparan di pipinya.

"Elo gila! Jauh-jauh lo dari gue." kata Ashila dengan pandangan jijik melihatnya. Debora masih ingat kejadian itu. Setelah itu, ia memutuskan untuk memendam perasaannya dan bersama Rene sebagai teman.

"Kaget ya kenapa gue bisa tahu?" kata Kintan membuyarkan lamunannya.

"Itu karna kak Ashila, kakak sepupu gue. Dia cerita semuanya. Harusnya elo berterimakasih karna kak Ashila nggak cerita ke siapapun kecuali gue. Kalau nggak, mampus lo." Kintan menyeringai senang melihat Debora terdiam tak berdaya.

"Elo mau kemana? Kita belum selesai bicara." Debora menahan pergelangan tangan Kintan yang berusaha pergi.

"Lepasin gue!" Kintan mencoba menarik tangannya, tapi Debora terlalu kuat mencengkramnya.

"Gue akan lepasin lo, asal elo janji nggak akan ganggu Rene lagi."

"Hahaa..." Kintan tertawa mengejek. "Wow! Kasian Kak Rene, masa disukai cewek jadi-jadian."

"Jaga omongan lo!" nada suara Debora meninggi.

"Kenapa gue harus nurut sama lo. Dengar ya, gue bakalan ngancurin Kak Rene yang sok baik itu. Jika elo halangin gue..." Kintan mendekatkan mulutnya ke telinga Debora. "Gue bakal kasih tahu semua orang, siapa lo sebenarnya."

"Elo ngancam gue?"

"Iya. Kenapa?"

"Kayaknya elo perlu dikasih pelajaran deh." Debora menekan tangan Kintan semakin keras.

"Sakit! Lepasin!" Debora berusaha menarik tangannya dengan keras. Kakinya melangkah mundur hingga menyentuh bibir tangga.

"Oke, gue lepasin." Debora menarik tangannya.

Saat itulah, Kintan tidak sengaja terpeleset dan jatuh. Debora menyeringai melihat cewek itu tersungkur di lantai.

Langkah kaki mendekat, Debora berusaha bersembunyi, tapi Rene berhasil mengejarnya. Mata mereka bertatapan. Rene diam di tempat.

"Tolong..." jerit suara dari bawah.

Rene menoleh, Debora meloloskan diri. Sejak itu, gosip aneh mulai menyebar seantero sekolah kalau Rene mencelakai adik kelas. Debora ingin membantah, tapi ia takut. Sejak itu juga, Debora menjaga jarak karna malu harus berhadapan dengan Rene. Sekaligus, Debora bertanya-tanya, kenapa Rene hanya diam saja?

Saat diam-diam memperhatikan Rene, ia melihat cewek itu membawa tongkat baseball. Takut terjadi sesuatu, Debora memberanikan diri merebut tongkat Rene dan mengajaknya mengobrol berdua.

"Satu lagi, elo butuh ke psiakater." kata Rene sebelum berlalu pergi.

Debora tanpa sadar meneteskan air mata. Sekali lagi, cintanya harus berakhir seperti ini.

"Makasih Rene." gumam Debora pelan karna cewek itu benar-benar berbeda. Jika Ashila langsung menamparnya dan memandangnya jijik. Sedangkan Rene, masih mau menjadi temannya. Itu cukup. Debora tidak meminta lebih dari itu.
-
-
-
-
#01/08/19

PRINCESS PATAH HATI (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang