:: BAB 7 - LUKISAN ::

363 20 10
                                    

KELAS SENI LUKIS. Begitu tulisan yang ditulis di papan nama yang tergantung di depan pintu.

Di dalam kelas, hening. Semua mata sedang fokus pada kanvas masing-masing, dimana tangan mereka begitu lihai memainkan kuas di atas kanvas, begitu pun Kintan yang sedang melukis dua ayunan kembar di sebuah taman.

Tanpa Kintan sadari, di kaca jendela paling belakang, ada dua murid yang sedang mengawasinya. Siapa lagi kalau bukan Rene dan pengikut setianya, Mia.

Entah bagaimana caranya, Rene berhasil membujuk Mia untuk mengikutinya sampai ke kelas seni lukis yang baru pertama kali mereka kunjungi. Maklumlah, kelas seni lukis termasuk ekskul yang paling sedikit diminati di sekolah mereka.

Kelas itu berada di lantai tiga paling pojok, jauh dari kebisingan murid-murid. Jadinya, Rene dan Mia sedikit aman mengintip dari luar.

"Apa sih yang dilihat Han dari cewek itu?" tanya Rene tanpa mengalihkan matanya yang terus mengawasi gerak-gerik Kintan. "Bukannya gue jauh lebih segalanya?" tambahnya penuh percaya diri.

"Mungkin aja, Kintan nggak rese' kayak elo. Nggak cemburuan kayak elo. Nggak emosian kayak elo." jawab Mia sekenanya, tapi disambut tatapan tajam oleh sahabatnya itu. "Kita ngapain sih di sini? Pegal tau berdiri terus?"

"Gue mau nyantet sih Kintan. Puas?"

Hah? Mia melongo.

"Gue akan buat Kintan garuk-garuk dinding. Nyanyi-nyanyi nggak jelas. Gelindingan di lantai, terus Han bakal ilfil karna punya cewek stres. Terus dia minta balikan lagi deh sama gue."

Hah? Mia makin tercengang.

"Rene-Rene... wajah sih boleh kayak Bidadari. Tapi kelakuan elo kayak Nenek Sihir, tau nggak?" Mia menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir apa yang ada di kepala sahabatnya itu.

"Eh, jangan Nenek Sihir deh. Yang lebih ke-Indonesia dikit, Mak Lampir gitu." balas Rene cengengesan.

"Gue serius kampret!" sembur Mia kesal. Bersamaan dengan itu, terdengar suara langkah kaki mendekat.

Sontak, mereka menoleh bersamaan. Tepat saat itu, Bu Mayang yang mengajar di kelas seni lukis sudah berdiri di depan mereka.

"Apa yang kalian lakukan?" tanyanya.

Mampus! Jerit Mia dalam hati sambil menyikut lengan Rene.

Rene tampak tenang. Ia menarik sedikit sudut bibirnya, membuat ia terlihat seperti gadis manis, polos, tanpa dosa.

"Maaf Bu, kita nggak bermaksud..."

"Rene Maurenne?" tanya Bu Mayang memotong ucapan Rene.

"Iya?" balas Rene, bingung.

Bu Mayang tersenyum lebar. "Wah... kamu lebih cantik dari yang Ibu dengar selama ini."

Hah?

Bu Mayang mengajak mereka ke sebuah ruangan yang dipenuhi dengan berbagai macam lukisan. Tapi yang paling menyita perhatian mereka adalah lukisan wajah Rene yang dipajang dalam satu sudut dinding dan juga sketsa wajah Rene yang bertumpuk dalam jumlah banyak.

"Lho, itu kan lho Ren?" tunjuk Mia kaget.

Rene tidak menjawab. Matanya sibuk menyeleksi satu persatu lukisan dirinya yang dipajang itu.

"Kamu itu populer lho di kelas saya. Setiap kali saya meminta anak-anak membuat sketsa wajah, selalu wajah kamu yang paling banyak dilukis. Kata mereka, kamu itu objek yang sempurna." jelas Bu Mayang, seolah sedang melakukan pameran lukisan, dimana Rene dan Mia adalah pengunjung yang penasaran dengan lukisan-lukisan yang dipajang itu.

PRINCESS PATAH HATI (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang