Flashback ON.
Rene berjalan pelan menghampiri Han yang sedang duduk membelakanginya. Untungnya, Han masih tidak menyadari saat Rene sudah berdiri tepat di belakangnya.
PLOK!
Rene menepuk pelan pundak Han bagian kiri. Han menoleh, tapi Rene malah menghindar ke kanan.
Sekali lagi, Rene kembali menepuk pundak Han bagian kanan dan saat cowok itu menoleh, lagi-lagi Rene menghindar agar tidak terlihat.
"Hai sayang." jerit Rene tiba-tiba membuat Han tersentak. Rene sudah berdiri di depan matanya, plus dengan senyum manis.
"Tebak! Aku bawa apa?" ujar Rene sambil menyembunyikan kedua tangannya di belakang punggung.
"Hadiahnya apa kalau aku berhasil nebak?" tanya Han dengan senyum menggoda.
"Hadiahnya... aku cium. Hihii." jawab Rene spontan.
"Yakin nih?" Han berjalan mendekat, membuat jantung Rene berdebar keras. Tatapan cowok itu sungguh manis.
"Nggak sih. Hehee." jawab Rene lagi, membuat Han membuang muka seketika. "Nggak jadi nebak nih?" tanyanya.
"Nggak ah, kalau hadiahnya nggak oke." Han pura-pura cemberut, tapi nyaris seperti dibuat-buat.
"Hadiahnya diganti... aku akan umumin ke anak-anak kalau kita pacaran."
Seketika Han menoleh dengan wajah berbinar. "Seriusan? Kalau kita nggak akan backstreet lagi?"
Rene mengangguk mantap. "Tapi tebak dulu."
Han terdiam lama, berpikir. "Tiket bioskop." kata Han akhirnya.
Rene tidak tahu, sebelumnya Han sudah diberitahu oleh Mia kalau Rene sudah memesan tiket biokop yang akan mereka tonton nanti malam.
Rene cemberut sambil memperlihatkan dua tiket bioskop yang ia sembunyikan dari tadi. "Yah, nggak seru." Rene tersenyum kecut. Tebakan Han benar.
"Kamu imut kalau lagi cemberut gitu." Han mengacak rambut Rene, tanda sayang. Itu yang sering Han lakukan setiap kali ia merasa bahagia saat bersama cewek itu
"Kamu lupa ya, aku itu tahu segala hal tentang kamu." tambahnya yang langsung menciptakan senyum kecil di bibir cewek itu.
"Nih, kamu yang pegang. Nanti malam jangan lupa, kita ketemuan di sana." Rene memberikan tiket itu pada Han.
"Oke. Tapi hadiahnya?" tanya Han menagih janji Rene tadi.
"Dua minggu lagi. Janji!"
"Lho, bukannya sekarang?"
"Dua minggu lagi kan tepat hari jadi kita ke satu tahun. Hari itu, aku akan kasih tahu seluruh dunia kalau kamu milik aku. Aku akan posting foto kita di sosmed. Kalau perlu nih, aku akan umumin di radio sekolah. Kalau nggak, aku akan umumin di tengah lapangan, pake toa biar anak-anak sekolah tahu kalau Reyhan Hadi Nugroho adalah pacar Rene Maurenne. Sampai hari itu, sabar ya sayang." kata Rene dengan wajah memelas.
"Iya." Han mengangguk mengerti.
Han sudah menunggu hampir setahun untuk bisa lepas bersama Rene, memegang tangannya sambil menyusuri koridor, mengajaknya ke kantin dan makan bersama, menceritakan tentang Rene pada teman-temannya seperti yang dilakukan orang-orang yang pacaran di luar sana. Jika harus menunggu dua minggu lagi, tidak masalah baginya.
Setidaknya, saat itu sudah tiba. Saat dimana Han bisa menyebut Rene sebagai pacarnya di depan siapapun yang ia mau. Dan mereka tidak perlu diam-diam bertemu hanya karna takut ketahuan anak-anak.
"Hem-hem." gumam Mia yang baru datang, tapi sudah disambut tontonan yang menyebalkan melihat Han dan Rene saling pandang dengan wajah bahagia penuh cinta.
Mia kan jadi ngiri karna nggak punya pacar. Ups!
"Tolong ya, kalau pacaran itu jangan di tempat sepi. Nanti yang ketiganya, setan." kata Mia sok menasehati karna Han dan Rene selalu ketemuan di atap gedung sekolah agar tidak ketahuan anak-anak.
"Nah, elo setannya." jawab Rene langsung, membuat Han tergelak.
"Kalian berdua ya, kompakan banget menghina gue. Huff." Mia mendengus sebal.
"Sebagai tamu tak diundang, elo ngapain ke sini?" tanya Rene ingin tahu. Tapi kemudian, Rene mendekatkan mulutnya ke telinga Mia, berbisik. "Soal tiket bioskop tadi yang elo beli dan belum gue ganti uangnya, jangan kasih tahu Han ya? Please... nanti nyampe rumah, baru gue bayar. Kalau perlu, dua kali lipat deh."
"Iya. Tenang aja." jawab Mia santai.
Mendengar itu, Rene bisa menarik nafas lega. Jangan sampai deh Han tahu kalau Rene ngutang dulu untuk beli tiket bioskop.
"Gue ke sini cuma mau bilang, Bu Kepsek nyariin elo. Penting katanya."
"Serius elo? Elo nggak buat masalah kan sampai bawa-bawa nama gue. Atau, elo sengaja nunjuk gue sebagai wali elo setelah bikin masalah. Iya kan?"
"Kamp..." Mia menjeda kata-katanya sendiri. Hampir saja, ia keceplosan mengeluarkan kata mutiara yang nggak banget itu. Untung saja, Mia ingat, ada Han bersama mereka. "Hem... Gue nggak tahu kenapa elo dipanggil. Tapi yang jelas, elo harus ke sana sekarang."
Rene mengangguk malas, lalu melirik Han, seolah meminta persetujuan.
"Udah, pergi aja dulu. Aku tungguin di sini." kata Han tidak masalah.
"Mi, titip Han bentar ya? Jangan elo apa-apain dan jangan sampai lecet."
"Bawel elo. Kan gue mau pedekate dulu sama Han. Iya nggak Han?" Mia mengedipkan mata, tapi Han justru mundur selangkah.
"Sayang, jangan dekat-dekat sama Mia. Nanti kamu alergi."
"WAH! Penghinaan. Bilang aja, elo takut Han berpaling sama gue kan?"
Rene menggeleng cepat. "Sayang, kalau kamu mau selingkuh, setidaknya sama cewek yang setara atau di atas aku. Jangan yang kayak beginian." Rene menunjuk ke arah Mia. "Dahh." katanya, lalu kabur, meninggalkan Mia yang bersungut kesal.
--- ooo ---
RENE memandang bingung dengan sebuah amplop yang disodorkan Bu Kepala Sekolah.
"Ini surat izin dari sekolah. Terhitung mulai hari ini, kamu boleh tidak masuk selama dua minggu ke depan. Seperti permintaan Pak Kafka karna ada urusan keluarga, jadi untuk sementara waktu, kamu harus ikut keluar negeri."
"Oh... terimakasih, Bu." Rene mengangguk sopan, lalu keluar dari ruang kepala sekolah dengan berbagai pertanyaan di kepalanya.
Penasaran apa yang sebenarnya terjadi, Rene segera menuju tempat parkir, mengemudikan mobilnya dan tancap gas pulang.
"Papa dan Mama kangen kamu." Itu alasan yang dilontarkan Mas Kafka saat Rene bertanya.
Namun di balik alasan yang sederhana itu, Rene tahu ada sesuatu yang disembunyikan Mas Kafka. Sekalipun begitu, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Mas Kafka yang berkuasa.
Hampir saja, Rene lupa harus mengabari Han kalau mereka batal menonton bioskop. Rene meraih ponselnya, lalu menelepon Han.
"Angkat dong, Han." kata Rene saat menempelkan ponselnya di daun telinga. Tapi jawabannya selalu sama, nomor yang Anda tuju sedang sibuk.
Mas Kafka muncul dari balik pintu.
"Semuanya udah beres? Lima menit lagi kita ke bandara." kata Mas Kafka.
Rene tidak merespon, ia masih sibuk mencoba menghubungi Han melalui ponselnya.
"Ada apa?" tanya Mas Kafka lagi.
"Aku belum ngasih tahu teman aku kalau kita pergi keluar negeri selama dua minggu. Daritadi, nomornya sibuk terus."
"Sejak kapan orang lain begitu penting di keluarga kita?" ujar Mas Kafka datar, membuat Rene tersentak mendengarnya. "Cepat siap-siap dan turun! Mas tunggu di bawah."
"Iya." Rene menunduk lemah sambil membuka laci meja dan menaruh ponselnya di sana. "Sorry, Han." kata Rene sambil menutup pintu laci meja itu, lalu menutup pintu kamarnya.
-
-
-
-
#29/03/18
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCESS PATAH HATI (tamat)
Novela JuvenilBercerita tentang seorang gadis populer bernama RENE MAURENNE yang sedang patah hati. Yang memutuskan hubungannya dalam perasaan masih sayang. Yang tidak bisa melupakan mantannya. Yang berharap bisa balikan lagi dengan mantannya. Yang tidak bisa men...