11. Bercincin

688 61 4
                                    

Minggu pagi Cakka berencana untuk nongkrong bersama teman-teman seperjuangannya-Bagas, Jaka, Elang. Di sinilah mereka berakhir.

"mbak, password nya apa?" tanya Bagas saat baru saja duduk di pojok warung wifi dekat pasar maling.

"Beli dulu, mas."

"ya elah, mbak. Habis ini juga beli." jawab Bagas dengan suara yang enggan.

"maksudnya, passwordnya itu beli dulu, mas." ia menjawab dengan sekali cekikikan.

"makanya peka!"

"bego jangan diragi!"

"keliatan suka beli akhir ya, lo!"

Bagas hanya terdiam bermain ponsel menikmati wifi daripada mendengar ocehan temannya.

"bro, hari ini gilaran siapa yang bayar?" tanya Elang.

Kebiasaan mereka untuk saling 'iuran' atau gak ya bergantian membayar. Murah, 10.000 saja. Kan cuma segelas kopi per anak.

"gue aja," jawab Cakka enteng sambil tersenyum menatap ponselnya.

Ke tiga temannya menoleh dengan tidak percaya. Mereka saling pandang dan saling senggol menyenggol. Hingga bahu Jaka yang memang duduk di sebelah Cakka tak sengaja menyenggol. "apaan sih?"

"lo, lo nggak papa kan? Atau lagi dapet arisan?" tanya Jaka.

"enggak." jawabnya santai. Kemudian kembali berfokus ke ponselnya.

Temannya akhirnya tak acuh, lumayan lah bos nya yang pelit sekarang mendadak dermawan. Langka sekali.

Jaka membuka instagram dan postingan Cakka muncul pertama kali di beranda. 12 detik yang lalu. "WHAT?!" ia tak sengaja keceplosan saat melihat postingan Cakka.

"apaan sih, nyet?!" protes Bagas sambil melihat ke ponsel Jaka. "WHO?!"

"5W 1H!? Demi planet saturnus yang jomblo tapi bercincin, kalian ngapa sih? Mana gue lihat!" Elang merebut ponsel milik Bagas.

"Kka, lo sekarang kaga jomblo? Lo gak setia kawan banget sih sama kita,"

"siapa yang gak jomblo?" tanya Cakka bingung.

"terus ini apaan? Siapa? Lo ngefoto anak orang gini. Di bioskop pula. Wah, parah lo." ujar Elang mebyerahkan bukti akurat dari ponsel Jaka.

"masa lo gak tau, sih? Dia kan Shilla."

"oh... Shilla,"

Hening.

"APA? SHILLA?!" serempak mereka melotot ke arah Cakka yang sedang menutup telinga karena teriakan ketiganya.

"biasa aja, sih."

"akhirnya, Ya Allah.... Akhirnya sahabat gue ini bisa melancarkan aksi buat ngedeketin doi."

Cakka memukul kepala Bagas dengan sendok yang tadinya ada di meja. "lo kok ngejek gue, sih."

"kaga, ya ampun. Tapi beneran ini Shilla? Kok tumbenan dia mau lo ajak jalan?"

Cakka menghela nafas, "hadeh. Tuh mulut kalo nanya bisa nggak sih dijaga? Menurut lo gue selama ini ditolak gitu sama dia?"

Ketiga temannya hanya menggeleng kepala.

"udah ah, males. Gue gak mau bayar!"

****

"siapa tuh, men?" tanya Bagas.

Cakka ikut menoleh, ternyata cewek cantik memakai celana jeans tengah duduk sendirian di taman kota saat mereka lewat sana.

Semakin dekat, wajahnya tampak familiar. "Febi, bukan sih?" tanya Jaka.

Cakka menggeleng, "dia mah anak baru di sekolah," jawabnya.

"Febi kaga boleh malah jawabnya anak baru. Sama aja men, permen. Etdah!" elak Elang

"bukan keles. Kalian semua salah. Yang bener itu, dia mah pacarnya Ray!" ucap Bagas semangat hingga Febi menoleh. Merasa seperti ada yang memerhatikan dia. Apalagi terdengar 'pacarnya Ray'.

"nah kali ini gue pro sama elo," jawab Elang

"ah gak konsisten lo!" ujar Cakka. "percuma cantik tapi cara mainnya masih ngerebut punya orang. Sikat aja yuk!"

***
Banyak :v part nya masih banyak.
Bukan short story nih kayaknya. Jadiin teenfic apa fanfic nih 😢😰 ga konsisten bgt karin.

Bagian mana yang paling kalian suka?

Ngenes [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang