Makasih yg udah komen. Ga muluk2 kan mintanya :)
Sepulang sekolah, Cakka menghempaskan tubuhnya ke sofa depan tv. Ia melempar asal tasnya dan menutup wajahnya dengan bantal.
"Cakka! Ganti baju dulu sana! Jorok!" perintah Bunda saat menghampiri anaknya. Membantu cowok itu melepas sepatu dan kaos kaki. "bangun, gak?!" lalu ia mencubit pinggang Cakka.
"a..ah.. Iya, bangun. Lepasin, Bun..." Cakka meringis seraya bangun dari posisinya.
"lagian, gak biasanya muka kusut gitu."
"biarin, kusut-kusut gini tadi Cakka ditembak cewek lho," ucapnya bangga.
Bunda melotot, "ditembak? Kamu bangga? Gak malu ya ditembak cewek? Kamu kan cowok, huu!" ia tertawa geleng-geleng.
"aaahhh, Bunda. Bodo ah!"
***
Keluarga Cakka makan malam, di meja makan berisikan Bunda, Ayah, Cakka dan Oma. Sebenarnya kurang satu, kakak Cakka. Namun ia sedang melanjutkan study nya ke kota orang.
Selesai makan, seperti biasa. Keluarga itu menyempatkan ngobrol walau sebentar. "jadi, kamu sekarang udah nggak jomblo apa masih?"
Pertanyaan Bunda membuat Cakka melotot dan reflek menatap Ayahnya. Takut kena marah. Malu juga.
"Bunda apaan, sih?"
Bunda nya tertawa, lalu Ayah membuka suara, "ada apa? Ayah kok nggak tau apa-apa?"
"Cakka katanya ditembak cewek. Bangga banget pula."
Cakka makin melotot dan seisi rumah menertawakannya.
"siapa yang suka cowok model gini? Peritungan pula anaknya," ucap Ayahnya.
Oma nya menyahut, "Shilla nembak kamu?"
Cakka semakin sedih. "bukan...." jawabnya lesu.
"sedih gitu, siapa dong? Terus kamu terima ndak?"
"aku cuma nganggep dia adek kok, Bun." terangnya.
"kok adek?"
"iya, Ira adek kelas Cakka."
"wah, anak Ayah tenar juga di kalangan adek kelas."
"jangan ngawur dong, Yah. Cakka kan emang ganteng. Jelas tenar, dong." belanya menggebu-gebu.
Mereka tertawa, "terus anak Bunda yang tenar ini sukanya sama siapa?"
Cakka malu-malu pun menjawab, "tuh anak tetangga sebelah,"
***
Minggu pagi Cakka hendak ke minimarket untuk membeli minyak rambut urung karena di luar gerbangnya ada cewek pendek dengan rambut ikal tersenyum padanya.
Cakka membalas tersenyum seraya menggaruk rambutnya yang tak gatal. "Ira?"
"hai kak," sapa gadis itu seraya tersenyum.
Saat Cakka hendak berbicara, tetangganya sekaligus teman belajarnya itu keluar rumah membawa sepeda mininya.
Cewek itu hanya melirik Cakka sekilas kemudian berlalu melewati rumahnya.
"kak?" panggil Ira sambil melambaikan tangannya di depan muka Cakla saat cowok itu melamun.
"eh, apa? Em, mau masuk dulu?" tanya Cakka gelagapan.
Ira tersenyum canggung. "lain kali aja deh, Ira mau nganter ini doang. Dimakan ya," ucapnya seraya menyerahkan keresek berisikan biskuit.
Cakka menjadi tak enak, "nggak usah repot-repot gini, makasih lho btw,"
Ira tersenyum, "sama-sama. Pamit dulu ya,"
"eh, bener nih gak mau mampir?"
Cewek itu tersenyum lalu mengangguk. Ia berbalik badan dan menghampiri motornya. "ku antar ya?"
Sekali lagi cewek itu menjawabnya hanya dengan gerak tubuh, menggeleng.
Cakka semakin tak enak. Apalagi melihat ketulusan adik kelasnya itu.
Ketika motor Ira sudah tak nampak, ia hendak melanjutkan rencana sebelumnya. Yaitu ke minimarket.
Udah kedua kalinya. Urung. Karena cewek. Kenapa sih cewek selalu mengganggu hidupnya? Menyebalkan. Apalagi cewek satu ini. Nggak pekaan! Sama kayak dirinya.
"Shilla!" sapanya menghentikan kayuhan sepeda cewek itu.
Shilla menoleh ketus, "Dapa?"
"Gue Cakka. Bukan Dapa,"
"Ada apa, onyet. Gue cabut nih?"
Cakka menghadang sepeda Shilla, "lo udah gak marah?" tanya nya sambil.menaik turunkan alisnya.
Shilla mengernyit pura-pura nggak ngerti, "kenapa juga gue harus marah?"
"ah, terus dari kemarin muka lo kusut amat sama gue?"
"gr," ucapnya pelan.
"btw, gue hampir aja punya cewek lho, Shill." ucapnya sambil tersenyum berharap.
Kemudian Shilla menatapnya, "bodo amat,"
"aaahhh, gitu amat jawabannya. Larang kek biar gue nemenin kejonesan lo dulu!"
***
Stok drama korea lagi banyakkkkk ngehe, nonton dulu baru ngetik 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Ngenes [TAMAT]
Teen FictionWiting tresno jalaran soko kulino. Perasaan itu datang karena terbiasa. Terbiasa bersama. Terbiasa sakit. Terbiasa senang. Nggak memandang siapapun itu. Akibatnya, ia tak bisa menyadari perasaan itu hanya karena sudah terbiasa akan kehadirannya. Nam...