Part 13

214 60 16
                                    

Jangan menginjak, kalo gak mau di injak!

Bab 13

"Jangan sepenuhnya percaya bila amarah tak bisa menyelesaikan masalah. Karena dalam hidup, seseorang tidak dapat menemukan cara lain untuk menyelesaikan masalahnya selain dengan amarah. Yap, di saat orang itu berada di titik terendah dan keputusasaan dalam hidupnya."

•••

    Mereka sudah tiba di cafe tempat biasanya. Brunella. Yap cafe tempat favorite mereka biasanya bersantai, mengerjakan tugas, atau sekedar malas pulang kerumah. Azka dan Rachel memesan makanan tanpa membolak-balik menu. Mereka memesan minuman seperti biasanya di tambah dengan cemilan. Rachel yang selalu memesan oreo frappe dan Azka yang selalu memesan moccacino. Dengan cemilan french fries dan makaroni sudah cukup menemani aktivitas mereka. Mata Azka masih berkutat pada laptop Rachel ia masih membaca profosal yang baru separuh jalan di kerjakan oleh Rachel.
"Gimana kalo kita bikin lomba yang beda dari tahun-tahun sebelumnya?" Ujar Azka

"Boleh juga, tapi acara camping gak lo apus kan?"

"Gak. Karena itu acara paling dinanti seluruh siswa. Kita bikin pensi yang harus meria dan beda dari biasanya maksudnya gak cuman pensi yang gitu-gitu aja. Kalo masalah camping itu kan cuman sekolah kita doang dan Bu peni juga menyarankan ke anggota osis agar hanya kelas 11 yang ikut. Kita bisa memerintahkan anak jurnal untuk bikin berita tentang lomba yang masih jadi misteri dan rahasia ini, supaya anak anak makin heboh gitu . Istilahnya kita jadi mutualisme gitu sama mereka." Azka bicara panjang lebar kepada Rachel yang membuat orak Rachel tambah pusing.

"Yang jadi permasalahannya lomba apa yang lo bilang misteri dan rahasia itu?"

"Gimana kalo kita bikin tiga permainan spesial?"

"Iya permainannya tu apa Azka? Tadi lo bilang lomba sekarang lo bilang permainan?"

"Bentar, biarkan otak gue bekerja."

Sambil menunggu Azka mencari ide. Rachel mengambil sedikit demi sedikit french fries yang terletak di meja mereka. Sesekali ia juga menyeruput oreo frappe sambil memikirkan suatu hal.
"YAPS!!" Rachel berteriak, membuat semua orang yang ada di cafe tersebut menoleh kepadanya.
"Ups Sorry." Seketika, yang tadinya Rachel menjadi pusat perhatian sekarnag semua orang yang menatapnya sudah sibuk dgn aktivitasnya.
"Kenapa?"
"Gue udah punya ide untuk game yang bakalan dimainkan oleh seluruh siswa. Saran gue, kita gunakan 4 hari itu untuk camping gak usah ada acara lagi di sekolah."

"Maksud lo? Kita camping 4 hari? Apa lo yakin ide lo bakalan di setujui? Masalahnya, setiap tahunnya sekolah kita selalu nyisahin 2 hari untuk bikin perlombaan di sekolah seperti tahun tahun sebelumnya."

"Yap, kita bikin acara ini beda dan lebih kerasa kenangannya. Jadi maksudnya ketika kita kemah kita bakalan ngadain perlombaan sekaligus permainan. Menurut gue itu lebih seru, dan kita bakalan lebih mengenal antara satu dengan yang lain."

"Oke gue setuju. Sekarang Lo punya ide apa untuk perlombaan sekaligus permainan?"
Rachel langsung mengetik ide tersebut di proposalnya dan memberikan MacBook nya kepada Azka.
"Bagus juga ni." Ucap Azka.

•••

Lambat laut detik menjadi menit, menit menjadi jam. Tak terasa waktu sudah semakin larut. Mau tak mau Azka dan Rachel harus pulang ke rumah masing-masing. Ketika di perjalanan suasana masih seperti biasa. Ada canda tawa yang entah itu memang benar benar lucu atau tidak.  Itu yang membuat Rachel merasa senang ketika Azka berada disisinya, ia merasa seperti menjadi dirinya sendiri tanpa harus menyembunyikan apapun. Suasana bosan ketika di rumahpun hilang jika Azka berada di dekatnya. Rachel tidak pernah menolak jika Azka yang mengajaknya ke suatu tempat. Satu kalipun belum pernah ia menolak ajakan Azka. Disisi lain, Rachel tau bahwa di balik semua canda tawa yang terdapat disudut bibir Azka. Pasti ada sesuatu yang ia sembunyikan. Azka memang pandai dalam melakukan hal itu meski Rachel terus mencoba membaca pikirannya namun, hasilnya selalu nihil. Alhasil, Rachel hanya bisa mengikuti alur.

Uncertainty of feelingsWhere stories live. Discover now