Tanpa kalian
Bab 16
"Kau tau, kau seperti matahari jika aku bisa menempatkanmu di sini. Namun, sepertinya aku tak ada di hatimu. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada ayahmu, karena telah membesarkanmu menjadi wanita yang layak di cintai. Sekarang, meskipun kau tak mencintaiku. Aku akan menjagamu dan membuatmu bahagia."
~Dari sebuah asap yang tak berguna~
•••
Azka dan teman temannya sudah menunggu Adrian sesuai dengan janjinya. Adrian meminta mereka untuk menemuinya di belakang halaman sekolah Adrian. Yang terdapat jalan yang sangat sepi sekali. Namun, dengan beraninya Azka mengikuti kemauan Adrian. Azka hanya sendiri, sedangkan teman yang lainnya sedang bersembunyi. Tak perlu menunggu lama, Adrian sudah tiba dengan pakaian yang kurang rapi. Baju yang di keluarkan dan sedikit kusut, rambut yang berantakan, dan tas yang terbagai di bahu kirinya. Tampak sekali bahwa Adrian adalah badboy sekolah. Dengan senyum meremehkan Adrian menghampiri Azka yang hanya memasang wajah datarnya.
Azka memperhatikan keadaan, ia melihat kanan kiri namun tidak ada pengikut Adrian. Apa mungkin dia sendirian? Namun, ketika Azka sedang berpikir, Adrian dengan sigab memukul bagian perut Azka. Ia mengambil kesempatan itu untuk menghabisi Azka. Azka yang terkejud pun tidak bisa merespon apa-apa.
"Ayo berdiri, gue belum puas mukulin lo." Cetus Adrian sambil tertawa melihat Azka yang tubuhnya menyentu aspal. Jangan ditanya kenapa teman-teman Azka tidak membantunya. Azka memang menyuruh teman-temannya untuk diam di tempat jika Adrian melawannya hanya sendirian. Namun, jika Adrian membawa teman-temannya barulah mereka maju untuk membantu Azka.Azka berdiri kemudian membalas pukulan Adrian dengan begitu emosinya. Ia terus memukuli wajah, perut dan bagian lainnya hingga Adrian terjatuh. Adrian tidak meringis kesakitan, ia justru tertawa. Hal itu membuat Azka binggung. Tak lama kemudian, orang orang bertubuh besar muncul. Sepertinya mereka bukan anak sekolahan. Terlihat jelas mereka tidak menggunakan seragam sekolah. Mereka adalah orang suruhan Adrian. Sudah Azka kira, pengecut seperti Adrian tidak mungkin mengajaknya untuk one by one. Pasti diam-diam ia membawa rombongannya. Tak butuh waktu lama, teman-teman Azka ikut keluar dari tempat persembunyian ketika di rasa Azka sedang dalam suasana tidak aman.
Mereka saling adu kekuatan, hantaman keras dari tangan pereman pereman itu tak kalah kuat dengan hantaman geng motor Azka serta teman basketnya. Namun, tanpa mereka ketahui para pereman itu tidak hanya membawa tangan kosong saja. Ketika Azka sedang berusaha menghajar Adrian hingga babak belur serta premn yang berusaha membantu Adrian. Tiba-tiba, seseorang dari belakang menusuk perut Azka dengan pisau. Azka memegangi perutnya yang terus mengeluarkan cairan merah. Hingga membuat kakinya tiba tiba lemas, seakan ia tidak mempunyai tulang kaki. Untuk berdiripun susah. Melihat itu, pereman itupun mengambil kesempatan memukuli Azka. Azka tidak bisa melawannya lagi, hingga pandangannya menjadi gelap. Andre dan Adrey yang melihat itupun langsung membantu temannya yang sudah tertidur menahan kesakitan. Hingga akhirnya preman serta Adrian pergi meninggalkan mereka semua dengan senyum meremehkan setelah melihat Azka yang lebah tak berdaya di sana.
•••
Tepat hari ini, Vanilla di kirim oleh pihak sekolah untuk mengikuti lomba di London. Ia sudah berlatih sangat keras selama 2 bulan ini. Ia harus menampilkan semaksimal mungkin untuk bisa membanggakan sekolahnya. Namun, kedua sahabatnya sama sekali belum menghampirinya. Padahal ia sangat menunggu kehadiran mereka.
"Vanilla." Dari arah kiri, seseorang memanggilnya sambil berlari menghampiri Vanilla. Orang itu ternyata Rachel.
"Udah gue cariin lo dari tadi. Semangat ya lombanya. Jangan justru semangat ngeliatin bule nya. Ntar lu zina mata."
Mendengar perkataan Rachel barusan, Vanilla justru tertawa. " Bisa aja lo, sesekali lah cuci mata, kapan lagi kan bisa jalan-jalan gratis sambil ngeliati bule di sana—" Vanilla menjeda perkataannya sambil melihat di sekeliling Rachel. Tidak ada batang hidung Azka yang ia lihat sejak tadi. "Azka mana hel?"
Rachel baru ingat, sejak tadi tidka ada Azka di sampingnya.
"Oh iya gue juga gak liat tu anak. Apa jangan-jangan bolos lagi ya?"
"Tapi kan senakal-nakal nya Azka dia gak pernah bolos kali hel." Perkataan Vanilla memang benar. Azka tidak pernah membolos sekolah tanpa keterangan. Tapi, ia hanya suka membolos di saat jam pelajaran yang tidak ia suka seperti ke perpus atau ke Rooftop entah sejak kapan ia mengetahui rooftop sekolah. Tapi, akhir-akhir ini Azka sangat susah di cari. Rachel masih diam, ia mengetahui sepertinya akhir-akhirnini Azka mempunyai banyak masalah yang ia pendam sendiri.
"Di telepon juga gak aktif hel." Kata Vanilla lagi.
"Lo pamitan sama Azka lewat medsos aja." Tak lama kemudian Bu Gita memanggil Vanilla untuk segera berangkat bersamanya menuji bandara.
"Gue udah di panggil ni Hel, doain gue ya."
Semoga waktu gue kembali gak ada yang berubah, disisi lain ketika gue pergi gue takut Raffa semakin dekat dengan lo Rachel
YOU ARE READING
Uncertainty of feelings
Teen Fiction[#1 teenfiction]Ketika sebuah sandiwara sudah dimainkan dan kamu tidak bisa membedakannya. Apakah cinta masih berarti bagimu? Ketika oksigenmu seakan telah hilang, apakah kamu masih bisa bernapas tanpa merasa sesak? Ketika pikiranmu terus melayang d...