Kuharap kau mengerti
Bab 15
"Di sana, ada sebuah harapan dan tujuan. Ada sebuah cinta dan kasih sayang. Tidak usah menunggu kehancuran dulu baru memperbaikinya. Tapi, bertahanlah dengan keharmonisan. Sesungguhnya aku mengharapkan keadaan seperti itu."
•••
Tepat minggu ini, Rafael kembali mendekam di kamar serba putih dengan berbagai alat medis yang melekat pada tubuhnya. Pulang sekolah kemarin, Rafael tiba-tiba drop dan harus di rawat inap untuk beberapa hari.
Kamar rawat inap Rafael sangatlah sepi, karena hanya dirinya dan juga Arfan yang ada di sana. Arfan tidak mengikuti meeting penting hanya demi anak semata wayangnya itu. Ia tidak mau Rafael bernasif sama dengan istrinya. Cukup Kiran yang meninggalkannya.
Tapi, ia tidak kuat jika Rafael harus meninggalkannya juga. Ia sadar bahwa, dirinya sudah di butakan oleh uang. Karena uang, ia terus bekerja keras tanpa memikirkan anaknya yang sendirian, tanpa teman, tanpa dukungan, dan pelukan dari seorang ayah. Karena dirinya juga Rafael menjadi seorang yang tertutup. Bahkan Rafael membencinya karena dirinya terlalu sibuk dengan perusahaan hingga melupakan Kinan yang berbaring lemah di rumah.
Waktu itu Rafael masih duduk di bangku SMP. Ketika dirinya baru saja pulang dari sekolah. Rafael langsung menuju kamar ibunya untuk sekedar bercerita bagaimana aktivitasnya hari ini. Bagaimana keseruannya hari ini, meskipun ia masih sedih tidak ada Rachel di sisinya. Ketika Rafael membuka kamar Kiran, ternyata Kiran sedang istirahat, hingga Rafael tidak tega untuk membangunkannya. Rafael masuk kemudian duduk di samping ibunya yang tertidur. Ia mengelus rambut Kiran dengan lembut sambil berkata,
"Mama cepet sembuh ya, bias Rafael bisa cerita banyak sama mama." Namun, telinga Kiran ternyata sangat peka. Ia justru terbangun dari bunga tidurnya.
"Rafael udah pulang ya?"
"Iya ma. Mama kok bangun, Rafael ganggu ya?" Tanya Rafael dengan lembut.
"Gak kok, Rafael bisa tolong ambilin minum buat mama?"
"Bisa captain, Rafael kebelakang dulu ya ma."
Derap langkah kakinya terus berayun melewati anak tangga dengan langkah yang sedikit cepat. Ketika tiba di dapur, Rafael mengambil segelas air mineral yang sedikit hangat, sarapan dan juga obat. Karena kata Bik Idah, mama dari tadi belum sarapan dan minum obat. Jadi Rafael yang akan membujuk ibunya supya ia mau sarapan dan cepat sembuh.
"Rafael datang, mama harus sarapan sama minum obat ya. Mama harus sembuh, kan kalo mama sembuh Rafael jd punya temen curhat lagi. Rafael yang nyuapin deh." Rafael berbicara sambil mendorong pintu kamar Kiran dengan punggungnya, karena tangannya yang penuh.
Setelah terbuka, Rafael membalikkan tubuhnya ke arah Kiran. Dan ternyata, Kiran sedang tertidur damai.
"Yah malah molor tidur." Rafael memperhatikan Kiran dengan detail, namun ada yang aneh. Tubuh Kiran seperti tidak mengeluarkan napas, bahkan tubuhnya terlihat kaku. Rafael yang merasakan keanehan itu langsung menegang. Ia langsung memegang tubuh Kiran, memeriksa apakah Kiran masih bernapas atau tidak. Tapi tidak ada deru napas yang Rafael rasakan. Rafael mengguncang pelan tubuh ibunya.
"Ma bangun, mama jangan tinggalin Rafael." Seketika air mata Rafael jatuh menbasahi pipinya. Rafael sangat merasa kehilangan orang yang ia sayangi. Bahkan ia tidak bisa melupakan detik terakhir bersama Kiran. Hal yang ia benci, Arfan bahkan terlihat tidka peduli dengan Kiran yang sakit.
YOU ARE READING
Uncertainty of feelings
Teen Fiction[#1 teenfiction]Ketika sebuah sandiwara sudah dimainkan dan kamu tidak bisa membedakannya. Apakah cinta masih berarti bagimu? Ketika oksigenmu seakan telah hilang, apakah kamu masih bisa bernapas tanpa merasa sesak? Ketika pikiranmu terus melayang d...