Chapter 14

751 88 60
                                    

Sepasang iris foxy memandang kosong pantulan diri di cermin, kemudian beralih menatap pedih para dayang yang tergopoh merias dirinya serta menilik miris barisan perhiasan emas, perak dan batu giok yang terpandang mata. Sungmin memejamkan mata, menghalau ketukan emosi yang mengomando sepasang kaki untuk beringsut pergi.

Ketika sebuah hwarot merah berhiaskan liontin-liontin cantik beserta lambang Kerajaan Silla dan ukiran benang emas yang membentuk tubuh burung merak membaluti tubuh, tepat saat itu juga Sungmin merasa sepasang kaki tidak lagi menapak lantai. Dia berbayang, begitu gamang dengan kenyataan pahit yang dengan tega menghempaskan angan-angan elok yang pernah terkecap.

Sungmin masih tampak menahan diri saat sebuah mahkota emas berukir rumit yang bertaburkan batu giok hijau muda di setiap bulatan kecil di tiang mahkota yang mencuat ke atas dan dipercantik dengan lambaian kawat emas yang memanjang ke bawah layaknya sebuah anting terpasang di kepalanya.

Dia melirik pantulan dirinya di cermin, memang terlihat mempesona seolah turut menyemarakan kecantikan dirinya yang menguar alami. Bahkan decak kagum dan desauan tidak percaya dari para dayang perias hilir mudik menyapa gendang telinganya.

Akan tetapi,sangat disayangkan manakala sorot sendu yang berbinar enggan begitu mencolok di antara keindahan yang terpahat elok. Sungmin mengulum bibir bawah, menahan bayangan penat sang bulir air mata di pelupuk mata.

Salah seorang dayang menghampiri dirinya. "Sungmin Agissi, semua persiapan anda telah kami usaikan. Adakah keperluan lain yang harus kami rampungkan, Agissi?"

"Tidak. Pergilah."

"Baik. Kami mohon undur diri, Agissi," ujar dayang tersebut sebelum melangkah mundur melenyapkan diri di balik pintu paviliunnya.

Sungmin menarikan jemari ke meja rias, tubuhnya tiba-tiba melemas seiring dengan guratan sesak yang menggerogoti hati.

Geratan gigi yang membelenggu bibir bawah semakin mengerat lekat hingga tanpa sadar sebercak darah melinangi garis bibirnya. Sungmin tersenggal, terkesan payah dalam menahan isak tangisnya. Tangan kiri terulur, menggenggam gelang biru yang tersembunyi di balik lengan Hwarot miliknya. Meremasnya erat-erat lantas mengusapnya secara perlahan.

"Maaf, sungguh maafkan aku."

Sungmin merintih, semakin menggenggam erat gelang tersebut dan tiba-tiba terdiam terkejut begitu seseorang menggeser pintu ruangannya. Jemari Sungmin bergerak cepat, menekan sudut mata yang berair dengan se-lugas mungkin agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Siwon dan Donghae sejenak termangu di ambang pintu, terkesima atas keindahan yang menyapa pandangan. Benar, Sungmin memang sangat mempesona. Dan hari ini tampak begitu menakjubkan meski aura pelik mengikat keindahan sang Pangeran bungsu.

Sungmin berpura menyibukkan diri dengan berbagai perhiasan emas dan perak yang memenuhi meja rias. Sekejap menyembunyikan rona kacau yang membaluti wajah sebelum berbalik menyapa dua kakaknya.

"Hyungdeul. Tak terkira akan mengunjungiku sebelum upacara pernikahan dilangsungkan," lontar Sungmin memaksakan suara riangnya.

Siwon menggelengkan kelapa, seulas sorot sendu menggetarkan pertahanan Sungmin. "Jangan memaksakan diri, Min-ah," kata Siwon lembut.

Sang calon penguasa Silla selanjutnya berderap menhampiri Sungmin lantas mengulurkan lengan membawa tubuh Sungmin ke dalam rengkuhannya.

"Jangan memaksakan diri," ulang Siwon sambil mengeratkan rengkuhannya. Pertahanan Sungmin hancur, serentak isak tangis yang tertahan di kerongkongan melagu pedih menyayat hati Siwon dan Donghae.

Sungmin meremas gonryongpo Siwon, menenggelamkan wajah ke bahu sang kakak tertua.

"Hyung ... Hyung," racau Sungmin disela isakan pedihnya. Siwon menggertakkan gigi, menarik napas dalam menahan ledakan sesak di hati saat mendengar lirih isakan Sungmin. "Ya, tidak apa. Menangislah, menagislah sayang. Keluarkan semua beban hatimu."

ROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang