Chapter 3

925 89 5
                                    

Setibanya di paviliun, Sungmin tampak semakin resah. Debaran jantung yang menghentak keras, seolah ingin meloncat keluar mengintruksi dirinya untuk kembali menjumpai Kyuhyun, mengoreksi setiap bait kata yang terlontar. Sungmin menghela nafas panjang, beralih menatap api lilin yang bergoyang terhempas angin dari jendela yang terkuak.

Sisa-sisa hujan tadi siang senantiasa menyerebak terbawa angin, nuansa segar bau permukaan tanah basah menyelimuti kebimbangan Sungmin. Ujung hanbok putih yang tersulam dari sutera, terlihat kusut sebab remasan tangan yang tidak berhenti barang sejenak.

"Maaf," Sungmin berbisik, alunan nada penuh penyesalan terbungkam linang air mata yang tanpa sadar melintas di pipi, "maaf." Kelopak mata terpejam, menyembunyikan sinar penyesalan yang teramat dalam.

"Aku tahu, aku telah menyakiti hatimu. Maaf, seharusnya aku berterima kasih. Maaf, aku memang sangat bodoh. Tidak pantas kau berteman denganku." Sorot mata Sungmin merajam api lilin yang menjilat tubuh lilin, membuat batang putih yang semula kokoh, mencair menjadi linangan air tak berarti.

Seulas senyum perih terpahat di sudut bibir, rupanya Sungmin tengah menertawakan kebodohannya. "Bukankah hatiku seperti lilin. Kokoh diawal, namun beranjak mencair sebab segala tindakanmu yang mampu merobohkan setiap prinsip yang aku pegang dengan teguh."

"Aku sungguh naif." Sungmin merebahkan tubuh ke permadani dengan posisi miring, masih menyibukkan diri menatap lilin. Seolah sebuah pemandangan terindah yang sangat disayangkan bila terlewat sedetikpun.

"Apa yang akan terjadi besok?" ulasan tentang peristiwa siang tadi menyapa warna gelap yang merajam penglihatan begitu kelopak mata tertutup. "Aku mencemaskanmu, Kyuhyun."

Malam ini Sungmin terlelap dengan seribu perasaan gundah di hati. Seakan tidak mengijinkan dirinya untuk tenang barang sehentak, meski dalam balutan mimpi ia terus saja bergerak gusar.

***

Jendral Sung merundukkan kepala sekilas ketika mendapati punggung Yunho di balik keremangan sinar lampu tiang di pelataran taman Kerajaan Goguryeo. Ia menjaga jarak, berdiri kokoh di belakang dengan jarak lima tepak dari posisi Yunho.

Yunho membuang nafas, uap putih sebab rendahnya cuaca malam terlempar keluar dari celah bibir. "Aku tidak ingin berbasa-basi, Jendral Sung." Yunho berbalik menatap Jendral Sung dengan sorot tajam. "Aku dengar tadi pagi Putra Mahkota menyelinap keluar."

Jendral Sung tersentak, genggaman pada tubuh pedang yang bersarang di dalam wadah menguat. Terdengar suara gertakan samar dari balutan kayu tersebut. Yunho melangkah mendekat, sepasang tangan bertaut dibalik punggung.

"Sesungguhnya aku tidak begitu peduli bila putra mahkota tidak berulah. Kau tahu Jendral Sung, siang tadi dia sudah melenyapkan lima prajurit dari Kerajaan aliansi."

Iris kelam Jendral Sung beralih ke sisi kanan, berupaya menenggelamkan sorot kerisauan yang membaluti bola mata serta menghindari tatapan intimidasi dari junjungannya.

Yunho menghentikan tepakan langkahnya, berdiri tepat dihadapan Jendral Sung. "Meski kau dalam kuasa Putra mahkota. Namun, aku tetap Rajamu. Dan kau diharuskan mematuhi setiap petuah yang aku lontarkan. Katakan, siapa yang tengah bersama Putra mahkota siang tadi di hutan Jacheon, Jendral Sung Sikyung?"

Jendral Sung membisu, terus menahan diri untuk tidak gentar pada balutan emosi yang berusaha Yunho tekan. Ia memberanikan diri mengangkat wajah, menatap Yunho tanpa unsur menentang sang junjungan.

"Maaf, Jeonha. Saya tidak bermaksud menentang anda, saya hanya tengah berusaha menjalankan petuah yang Jeoha berikan kepada saya." Jendral Sung merunduk dalam, mencoba menekan amarah Yunho barangkali berhasil.

ROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang