"Maaf telah mengganggu waktu istirahat anda, Kyuhyun Jeoha," kata Siwon setelah memasuki tenda bersama Donghae. Kyuhyun mengalihkan pandang, ia meletakkan gulungan kertas ke meja lalu berucap, "Tidak masalah, Siwon Jeoha. Senang bertemu dengan anda sekalian." Kyuhyun membungkuk memberi hormat begitupula dengan Siwon dan Donghae.
"Silakan duduk," tawar Kyuhyun mempersilakan, sementara Siwon dan Donghae saling pandang sekilas sebelum tersenyum ramah. "Maaf Jeoha, kunjungan kami kemari hanya sebentar. Tidak perlu bersusah payah seperti itu."
"Hn. Baiklah," putus Kyuhyun singkat tanpa merubah posisi berdiri di samping meja panjang yang terhampar berbagai gulungan kertas serta peralatan perang. Siwon berdehem, menarik fokus Kyuhyun dari kegiatannya menata gulungan kertas. "Sesungguhnya kedatangan kami kemari hanya ingin menanyakan suatu hal kepada anda, Jeoha," ungkap Donghae yang dibalas dengan anggukan singkat dari Kyuhyun.
"Iya, silakan." Kyuhyun beralih menghadap Siwon dan Donghae, menunggu untaian kalimat selanjutnya yang rupanya begitu mengganggu ketenangan jiwa mereka. "Apakah anda mengenal adik kami? Maksud saya, Sungmin Agissi?"
Kyuhyun terdiam, menatap lurus ke arah Siwon dan Donghae. Sementara di balik dinding, Sungmin tengah menekan dada menahan buncahan gelisah yang menaungi hati sebab kalimat tanya yang dilemparkan Siwon.
Desauan hela panjang kemudian terlontar dari celah bibir Kyuhyun. "Ada apa gerangan? Mengapa tiba-tiba menanyakan hal tersebut kepada saya, Siwon Jeoha?" Kyuhyun memberikan pertanyaan, belum berniat mengulaskan jawabannya. "Maaf bila merasa heran dengan pertanyaan saya, Jeoha. Hanya saja entah mengapa saya ingin menanyakan perihal ini kepada anda," jelas Siwon menguraikan keresahan hatinya dengan mimik wajah meragu sekaligus bingung.
Kyuhyun menganggukkan kepala, pandangannya sejenak merunduk hendak merangkai kata yang tepat untuk membalas pertanyaan Siwon tanpa membuat sang kekasih yang saat ini tengah bersembunyi di belakang dinding jatuh tidak sadarkan diri sebab pengakuan mendadaknya. Kyuhyun cukup paham akan perasaan Sungmin, oleh sebab itu dia berusaha menahan diri untuk tidak kehilangan kendali.
"Siapa yang tidak mengenal Sungmin Agissi, Jeoha? Bahkan namanya sudah begitu tersohor di sepanjang Semenanjung Korea hingga pesisir lain. Tentu saja, saya pun mengenalnya. Ya, meski tidak terlalu dekat. Namun, saya cukup paham akan keindahan adik anda. Ada hal lain?" jawab Kyuhyun tenang sembari menekan gemuruh dada yang memberontak tidak terima.
Merasa enggan menerima kenyataan yang mengharuskan dirinya menyembunyikan perasaannya terhadap Sungmin begitu sebaliknya. Bahkan bila waktu mengizinkan Kyuhyun bersumpah, malam ini juga dia akan melangkah keluar dan berteriak sekeras mungkin bila Sungmin telah resmi menjadi miliknya dan tidak menghendaki seorangpun menyentuh kekasihnya sekalipun hanya sekilas desiran angin.
Siwon dan Donghae kembali saling menyorot dalam penuh arti, menghantarkan implus pembicaraan tanpa kata. "Baik, maaf sudah mengganggu waktu anda dengan pertanyaan tolol kami, Jeoha," ujar Donghae sambil menundukkan kepala. Kyuhyun mengulas satu senyum ramah, mengingat dua sosok di hadapannya ini adalah sepasang kakak yang begitu mencintai dan melindungi kekasihnya sedikitnya Kyuhyun hendak bersikap hangat.
Sorot yang begitu indah terpancar tulus dari sepasang mata dua putra Silla dan Kyuhyun tidak pernah mengira bila Kerajaan Silla yang ditumbuhi oleh para generasi berbudi luhur dapat menjalin benang permusuhan dengan Kerajaan Goguryeo hingga saat ini .
"Tidak masalah. Saya sama sekali tidak berpikiran seperti itu," tutur Kyuhyun sopan. Siwon dan Donghae turut mengulas senyum. "Baiklah, kami izin undur diri, Kyuhyun Jeoha. Selamat malam," pamit Siwon. "Ya, selamat malam Siwon Jeoha, Donghae Agissi," balas Kyuhyun sambil mengantar kepergian Siwon dan Donghae ke ambang pintu tenda.

KAMU SEDANG MEMBACA
ROSE
Historical FictionKetika sebuah permusuhan mengombak kacau di antara mereka. Keraguan hati mendominasi perasaan lain, tapi semakin mereka menekan perasaan tersebut, semakin kuat perasaan itu mengobrak-abrik pertahanan mereka. Hingga pada akhirnya mereka memutuskan un...