Chapter 18

1.1K 93 11
                                    

Tidak terduga Sungmin telah menghabiskan waktu selama enam bulan lamanya di desa Bakjak. Mengadu nasib dengan lingkungan baru yang cukup bersahabat. Sungmin bahkan kerap kali menerima makanan ataupun kudapan manis dari beberapa ibu-ibu yang begitu mengagumi parasnya dan menginginkan dirinya untuk menjadi menantu mereka.

Sungmin terkekeh-kekeh pelan dalam kesibukannya menyepuh api lilin saat tanpa sengaja ingatan akan kicauan para ibu yang menginginkan dirinya untuk menjadi menantunya terpaksa sirna sebab penolakan keras dari Yoon jin. Kontan saja mereka bersungut kesal, dan dalam perjalanannya pulang mereka masih menyempatkan diri berbisik ditelinga mempersilakan dirinya untuk mampir barang sejenak.

“Oh Dewa, lucu sekali. Bagaimana bisa mereka begitu mengagumiku dengan keadaan perut membuncit seperti ini,” seru Sungmin tidak percaya.

Gemuruh rintik hujan beriringan dengan gelegar guntur tiba-tiba menyentak tubuh Sungmin. Kilat-kilat putih menakutkan tampak membias celah jendela. Sungmin kemudian beringsut pada hamparan futon putih hendak menyembunyikan diri ke dalam gulungan selimut satin tersebut sebelum denyutan pedih mengentak perutnya.

Sungmin mengerat bibir bawah, perutnya terasa teraduk, berputar dengan paksa. Tangannya bergerak mengusap perut, mencoba meredam rasa sakit luar biasa yang belum pernah dia alami selama ini. Peluh mulai membasahi kening serta wajahnya, perutnya semakin sakit dan hal tersebut membuat dirinya bingung.

Sungmin berpikir bila kandungannya selama ini terlihat dalam kondisi baik-baik saja, karena menurut ingatannya dia sekalipun tidak pernah mengecap makanan yang berbahaya bagi janinnya, begitu pula dengan kegiatannya. Sungmin menghindari aktivitas berat yang mengancam dan membahayakan kandungannya. Namun mengapa malam ini perutnya terasa sangat sakit. Seakan bayi yang berada di dalam perutnya tengah berusaha mendorong pusat tubuhnya.

“Hangat,” gumam Sungmin ketika merasakan suatu cairan mengalir keluar dari celah sepasang kakinya. Sungmin menurunkan pandangan, jemari tangan terulur menyibak rok chima berwarna sakura yang belum sempat tergantikan dengan balutan baji.

Punggung Sungmin terentak ke dinding saat rasa ngilu mencengkeram perutnya. Geratan gigi di bibir bawah mengerat, mebiaskan segaris noda darah yang turut terkecap lidah. “Dewa, bantu aku,” rintih Sungmin bergetar sambil melebarkan sepasang kakinya yang tampak kebas dan bergetar.

Balutan jeogori merah jambu yang menyelimuti tubuh mulai basah sebab peluh yang senantiasa membanjiri wajah dan tubuh. Tangan kanannya berada di atas perut, menekannya perlahan berupaya membantu pergerakan sang bayi yang tengah mengusahakan diri keluar dari perutnya.

Walaupun dia seorang laki-laki Sungmin tetap bereru dalam hati, meyakini kemampuannya bila dirinya pasti dapat melahirkan sang putra dengan selamat. Tidak dapat dipungkiri, jalan keluarnya memang sangat rapuh. Akan tetapi, Sungmin tidak menyerah.

Apapun yang terjadi, bayinya harus lahir dengan selamat. Rasa sakit semakin mendera tubuhnya, hingga membuatnya lumpuh. Tapi, Sungmin tidak ingin menyerah. Dia terus berteriak dan mendorong perutnya secara perlahan. Buku jarinya memutih, terlalu erat meremas hamparan futon.

“Kau akan selamat, sayang. Kau akan lahir dengan selamat. Aku akan berusaha.”

Sungmin berteriak. Linang air mata turut serta dalam setiap deru napas tersenggalnya. Kondisinya kian melemah, namun dia tetap bertahan.

Hujan semakin deras, petir tiada henti menyerukan gelegar gemanya. Mewarnai perjuangan sosok ibu yang tengah menjalankan tugas mulianya. Mempertaruhkan nyawanya. Kesadarannya nyaris di ambang batas, tetapi kembali bersemangat saat melihat kepala sang jabang bayi mulai terbayang mata.

“Aku pasti bisa. Oh Dewa, bantu aku.”

Kepala sang putra kini sepenuhnya terlihat begitu selintas teriakan berat menggema dari celah bibirnya. Satu lekuk tulus terpahat di roman letihnya, Sungmin menarik napas dalam lantas menghelanya perlahan.

ROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang