12 - Told a Story

2.1K 172 0
                                    

(Voment Jusseyo.)

...

Sepertinya aku butuh seseorang untuk bercerita.

"Jungkook..."

"Hmm?"

"Apa kau tahu mengapa aku sangat membenci ayahku?" Jungkook mengernyitkan dahi lalu tersenyum, sedetik kemudian dia berpindah merangkulku. "Kenapa hm?"

Aku menarik nafas panjang sebelum memulai. "Karna ibuku."

"Karna ibumu?"

"Ya, karna ibuku sakit aku membenci ayahku. Aku yakin ibuku sudah tahu lama tentang hubungan ayahku dgn wanita lain yg kini jd istrinya itu. Aku tahu ibuku bukan wanita bodoh yang lemah, ibu tahu semuanya tapi ia tidak mau egois.

Ia tidak cepat mengambil keputusan utk berpisah dgn ayah hanya karna memikirkan aku dan oppaku. Hingga akhirnya kesehatan ibu semakin menurun dan ibu meninggal. Ibu sepenuhnya memercayakanku pada ayah yg langsung menikah lg beberapa hari setelah hari kematian ibu..."

" Awalnya aku tidak menyalahkan siapapun tentang kematian ibu karna ibu memang sdh mengidap penyakit asma akut dari lama kecuali setelah dokter berkata bahwa ibu bukan meninggal karena asma yg dideritanya, melainkan karna depresi berat. Dari situlah aku menyadari bahwa semua ini karena ayah.

Ibuku. Satu-satunya orang yg paling aku cintai, Satu-satunya tujuan hidupku telah pergi. Ayah telah merebut satu kebahagiaanku..."

Jungkook mengusap kepalaku lembut. "Saat itu aku bersyukur karna aku masih memiliki Jimin oppa. Satu-satunya orang yg memperhatikanku dgn baik saat itu. Ia selalu mengingatkanku mengerjakan tugas, ia selalu awas tentang kesehatanku, ia juga yg rutin menyuruhku makan tiga kali sehari.

Ia adalah orang kedua yg aku sayang setelah ibu hingga akhirnya ia pergi melarikan diri dari rumah. Tentu saja karna ayah yg selalu memukulinya dan menyumpahinya dgn kata-kata kotor. Siapa yg tidak sakit hati? Dan lagi, ayah merebut kebahagiaanku yg kedua..."

"Aku lulus SMA dgn nilai terbaik. Tapi apa peduli ayah? Ia selalu mengabaikanku, menganggapku tidak ada apalagi setelah kelahiran adik tiriku dua tahun sebelumnya. Ibu tiriku bilang ia dan ayah tidak mau mengeluarkan sepeserpun uang untuk biaya hidupku dari lulus SMA dgn alasan aku harus mandiri, aku yakin itu hanya akal-akalannya saja. Maka dari itu juga aku harus bekerja sampingan dan belajar mati-matian agar aku mendapat beasiswa.

Setelah tabunganku kurasa cukup, aku memilih mengikuti apa yg oppaku lakukan. Pergi dari rumah, dan disinilah aku skrg. Disebuah apartment terpencil yg menakutkan. Kukira aku akan mati dgn tenang disini tanpa gangguan dari ayah dan iblis yg selalu membisikkinya itu. Tapi nyatanya ayah melacakku dan berhasil menemukan tempat tinggalku.

Ia bilang ia akan menjodohkanku dgn seorang lelaki yg ternyata adalah Vernon, mantan kekasih Minjae, sahabatku. Minjae, satu-satunya org yg mau berteman dgn ku sekaligus dapat menghiburku. Minjae sangat marah ketika Vernon menemuiku di kantor td sore, terlebih Vernon mengatakan aku ini adalah calon istrinya. Aku yakin Minjae berpikir aku adalah penyebab putusnya hubungannya dg Vernon. Lagi-lagi semua ini karna ayah. Ayah juga telah merebut kebahagiaan ku yg ketiga sekaligus terakhir. Minjae..."

Tanpa kusadari aku menangis (Lagi). Jungkook menarikku kedalam pelukannya, dia selalu tau apa yg kubutuhkan. "Rasanya aku ingin membunuh diriku sendiri. Aku merasa tidak berguna. Aku sudah cukup tersiksa."

"Jangan. Jangan pernah berpikiran untuk melukai dirimu sendiri apalagi bunuh diri. Pernah dengar pepatah 'Hidup itu adalah anugerah'? Itu artinya hidupmu berharga, bahkan untuk diakhiri."

"Tapi untuk apa tuhan memberiku kehidupan namun tidak membiarkanku bahagia? Aku lelah menjalani..."

"Mari kita jalani bersama," Jungkook memotong ucapanku, membuat aku terdiam seketika. "Mari kita jalani bersama. Aku akan berdiri tegak disampingmu, membantumu, mendukungmu. Aku akan menjadi sayapmu, melindungimu dari segala hal. Badai, hujan, bahkan teriknya matahari. Berhenti berpikir bahwa hidupmu tidak berguna. Sampai kapanpun aku akan selalu ada disisimu. Jadi sekali lagi, mari kita jalani bersama. Aku dan kau."

Alih-alih berhenti, tangisku malah semakin menjadi. Demi tuhan aku terharu. "Terima kasih Jungkook."

Jungkook menangkup kedua pipiku dan mengusap air mataku menggunakan ibu jarinya. "Bukankah tadi siang kukatakan untuk jangan menangis? Jadi, tersenyumlah." Aku mengangkat kedua ujung bibirku, "Gadis pintar."

"Kau tahu Kia? Di satu sisi aku merasa senang karna kau sudah mau bercerita."

"Hm ya, kurasa aku merasa jauh lebih baik setelah bercerita dgn mu."

"Mulai sekarang kau bisa menceritakan semua yg mengganggu pikiranmu padaku, mungkin aku tidak banyak membantu, tapi setidaknya aku dapat meringankan bebanmu."

Aku berpikir sebentar, "Hm, baiklah aku akan mencobanya. Oh ya, akan lebih baik jika kita melupakan ttg barter kemarin."

"Ok, sekarang kau bisa bercerita apapun padaku, begitu jg denganku. Deal?" Jungkook memberikan jari kelingkingnya padaku.

Aku hanya mengangguk, menautkan jariku dan Jungkook tersenyum hingga matanya tertutup. Dia terlihat seperti kelinci.

"Oh ya! Kenapa baru terpikir!" Jungkook seperti merutuk dirinya sendiri sebari mengambil sesuatu di saku celananya. "Ada apa?" Aku mendongak dan bertanya.

"Aku akan menelpon seseorang." Aku segera bangkit menjauh karena aku pikir itu adalah privasi seseorang dan aku tidak berhak tau. "Kau mau kemana?" tanyanya.

"Bukankah kau mau menelpon?" Jungkook terkekeh geli dan kembali menarikku agar tetap pada posisi semula. Di pelukannya. "Tidak apa. Kau boleh mendengar semuanya. Lagipula aku hanya akan menelpon Jin hyung." Jungkok mulai mencari sebuah nama pada kontaknya dan telepon tersambung.

"Yeoboseyo." Ucap seseorang diseberang sana. "Ya! Kenapa kau speaker?!" Bisikku dan hanya dijawab oleh senyuman. (Halo)

"Jin Hyung."

"Ada apa Kookie? Tumben sekali kau menelpon, biasanya langsung ke markas." Aku tertawa geli saat mendengar kata 'Kookie' sementara Jungkook menatapku tajam.

"Ya! Berhenti memanggilku Kookie, hyung... Itu terdengar seperti biskuit anak kecil."

"Tapi memang kenyataannya kau lebih mirip biskuit daripada manusia."

"YA!" Jungkook berteriak pada ponselnya.

"Oh astaga! Gendang telingaku bisa pecah bodoh! Cepat katakan apa yg kau mau!"

"Baiklah, Hyung bisakah kau cari tau ttg seseorang bernama Hansol Vernon Choi?"

"Vernon? Anak balap liar? Ada apa dgn nya?"

"Iya. Nanti saja aku beri tahu, yg jelas cari tahu saja dulu semua ttg nya. S E M U A, jgn sampai ada yg tersisa."

"Oh baiklah." Sambungan telepon terputus. Jungkook kembali memasukkan ponselnya kedalam saku.

"Jungkook, kau sudah banyak membantuku. Bagaimana bisa aku membalasnya?"

"Tidak perlu. Aku tidak akan pernah memintamu mengembalikan semua hal yg pernah aku beri padamu. Jadi, tidak usah dipikirkan." Lagi-lagi aku tidak bisa berkata-kata.

"Tapi Kiara..." Lanjutnya, "Bisakah aku menjadi kebahagiaanmu yg keempat?"

TBC!

<975 Words>

See u next chap!

MAFIA - Jeon JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang