Warn! Typo bertebaran!
.
.
3rd POV = Author POV...
Sial. Seharusnya aku bisa tidur lebih lama jika tidak terbangun karena mimpi itu. Mimpi yang terus terulang puluhan kali di setiap tidurku dan hal itu jelas sangat amat menggangguku.
Aku sendiri bingung dibuatnya. Tidakkah Tuhan memiliki hal lain untuk disampaikan lewat mimpiku? Sungguh itu sangat menyiksa.
Seorang anak lelaki yang -bahkan aku sendiri pun tidak mengetahui siapa dia sebenarnya- mencoba untuk lompat dari tepi jurang dan aku selalu menggagalkannya. Tapi pada yang sama juga dunia seperti berputar, kepalaku seakan pecah.
Hal itu membuat otakku terus bekerja keras, tak berhenti memikirkannya. Pasalnya naluriku seakan mengenali siapa lelaki itu. Jika saja aku bisa melihat wajahnya, pasti aku akan mengenali siapa dia. Sayangnya mimpi itu selalu berhenti di tempat yang sama, tidak ada kelanjutannya.
Pertanyaannya adalah sampai kapan? Sampai kapan mimpi itu akan terus mengusikku? Aku sudah benar-benar muak. Apa aku harus mengalami sakit kepala setiap kali bangun tidur seumur hidupku?
Tapi disisi lain, jika aku benar-benar mengenal lelaki itu, siapa dia sebenarnya? Peran apa yang dilakoninya di kehidupanku? Apa dia datang dari masa depanku?
Atau dari masa laluku?
...
Aku keluar kamar setelah meregangkan ototku dan melumas sendiku.
Mataku melebar saat melihat sesuatu yang tak biasa dan sungguh mengejutkan. Aku segera berlari menghampirinya dan hinggap di badannya.
"Park Jimin! Bogoshipda!" ucapku dengan tidak tahu sopannya. (Aku merindukanmu)
Pria yang kini tengah menata roti lapis itu kini mencoba melepas cengkraman lenganku di lehernya, "YA! Aku bisa mati kalau begini bodoh!"
Aku berhenti bergelayut di badannya dan kembali menapakkan kakiku di lantai, menatap Jimin yang bersusah payah membenarkan kerah kemejanya sambil menggerutu.
"Kau ini titisan monyet atau apa?" sarkasnya.
"Aku ini adikmu, jangan asal bicara."
Aku duduk di kursi meja makan sehadapan dengan Jimin dan melahap roti lapisnya tanpa ampun.
"Perempuan macam apa yang terlihat sangat mengerikan ketika makan?"
"Diamlah, aku lapar."
"Mau selapar apa pun, aku tidak pernah melihat yang lebih mengerikan darimu."
"Berhenti bicara atau kepalamu juga akan ikut tertelan bersama roti lapis mengenaskanmu ini?!"
Kupikir kenapa semua orang terdekatku mempunyai hobi yang sama; mengejekku. Terutama orang yang bernama Park Jimin dan tentunya Jeon Jungkook.
Pada akhirnya Jimin benar-benar mengatupkan bibirnya dan diam. Baru bertemu beberapa detik setelah sekian lama namun pria ini justru telah menguapkan emosiku di pagi ini. Menyebalkan.
...
Acara makan-makan telah usai. Aku pikir Jimin akan segera pergi bekerja setelah menemaniku sarapan tapi ternyata tidak. Pria itu justru duduk manis sambil menonton Spongebob di televisi.
Aku bersiap mandi namun tertunda ketika mendapat pesan di ponselku.
'Kelas pagi ini dibatalkan.'

KAMU SEDANG MEMBACA
MAFIA - Jeon Jungkook
FanfictionLagi. Mimpi ini lagi. Ini tidak benar-benar terjadi tapi mimpi ini membuatku marasa bahwa semuanya nyata. Aku merasa seakan masih di tengah mimpi itu bahkan setelah terbangun. Itu juga membuatku merasa seakan pagi tak akan pernah datang. Itu benar-b...