[ Edisi revisi 14 Februari '19 ]
ʜᴇ'ꜱ ᴍʏ ʜᴜꜱʙᴀɴᴅ
"Smart girl."
Semua tatapan langsung tertuju pada pria tampan paruh baya itu. Namun, yang ditatap dengan tatapan sedemikian rupa masih melayangkan seringainnya entah untuk siapa.
"Apa maksudmu?" tanya Lily tak percaya.
Damian hanya menatap istrinya sekilas, lalu menghampiri Ayra yang masih setia menatapnya tanpa ekspresi apapun karena wanita itu terlalu terkejut.
"Dad pastikan wanita itu tidak akan mengusik kalian lagi. So, dad-lah yang akan menjadi peran antagonisnya disini, 'kan?" ujar Damian seraya tersenyum misterius, seakan rencana jahat sudah tersusun rapi di balik senyuman itu.
"Opa percayakan mommy padamu, boy," lanjut Damian seraya menatap perut buncit sang menantu, kemudian berlalu meninggalkan para wanita yang masih menatapnya tak percaya.
"Dia sudah gila," gumam Lily.
"Aku ingin punya suami seperti dad," gumam Keyra.
"Hey, kamu sudah punya Zhio, Sayang. Dia sudah lebih dari cukup untukmu," tegur Lily.
"Ah, benar juga," ujar Keyra, tersipu malu.
"Dasar anak muda zaman sekarang," gumam Lily.
[ Ruang kerja Allard ]
Ekspresi dingin seakan tak mau terlepas dari wajah pria pemilik paras tampan itu. Mata tajamnya seakan mengunci pria bermanik hitam kelam di hadapannya.
Allard menghela napas sejenak mencoba menetralisir amarahnya yang tak kunjung reda.
"Jadi, katakan," ujar Allard to the point tanpa mengatakan topik pembicaraan mereka.
"Sebelumnya aku minta maaf karena sudah berusaha menjauhkan kalian. Karena aku merasa wanita itu menyakiti Kak Ayra karena Kak Ayra berhubungan denganmu. Itu pun dia hanya mengetahui kalau kalian pacaran, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan dia lakukan kalau dia tahu kalian sudah menikah. Aku benar-benar buta. Seharusnya aku percaya padamu kalau kau pasti bisa menjaga kakakku, tapi wanita waktu itu membuatku benar-benar tidak bisa mengendalikan diriku. Aku minta maaf, aku memang bodoh," ujar Zhio merasa bersalah, menundukkan kepalanya tak berani menatap mata tajam sang kakak ipar.
Allard menghela napas seraya memijat pelipisnya. Zhio salah. Dia benar-benar salah.
"Kau tahu? Akulah yang bodoh disini. Seharusnya aku lebih mementingkan istriku. Tidak seharusnya aku berbaik hati pada Vayla. Tapi kau benar, Ayra memang lebih aman jika bersamamu. Dan nyawanya akan selalu terancam jika bersamaku. Tapi kau tahu, 'kan? Aku tidak bisa hidup tanpa dia," ujar Allard pelan, mencoba menahan emosinya agar tidak mengamuk sekarang. Dia bukan suami yang baik untuk Ayra, itulah kata yang tepat untuknya.
"Ya, aku tahu. Walaupun Kak Ayra sempat kehilangan ingatannya, tapi bahagianya bersamaku dan bersamamu berbeda. Tempatnya pulang sekarang adalah kau. Dan aku tidak bisa menyalahkan hal itu. Bagaimanapun aku memisahkan kalian, Tuhan pasti memiliki cara-Nya sendiri untuk mempertemukan kalian kembali," ujar Zhio, tersenyum sendu menatap Allard yang kini menundukkan kepalanya.
"Terima kasih sudah mempercayakannya kembali padaku," ujar Allard pelan, menegakkan tubuhnya, seraya tersenyum.
"Aku tidak bisa apa-apa kalau Tuhan sudah berkehendak, 'kan?" sahut Zhio mencairkan suasana.
"Ya, kau benar. So, apa yang terjadi pada Ayra waktu itu? Apa luka-lukanya sangat parah?" tanya Allard kembali pada topik awalnya.
Mengingat hal itu, sinar wajah yang sempat bercahaya, kini mulai meredup kembali tatkala mengingat keadaan Ayra, kakaknya, waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's My Husband [ REPUBLISH ]
Teen Fiction[ REPUBLISH ] Beberapa bagian akan berubah, sesuai rencana. Semoga gak jauh-jauh dari ekspektasi kalian, ya... . . Hidup memang keras. Tapi, sekeras apapun itu, tetap saja kita harus menjalaninya. Seperti kehidupan seorang Zayra Zeyna. Mungkin, kehi...