Oleh - Oleh dari Kak Chaka

680 170 318
                                    

Hal-hal kecil darimu membuatku bahagia. Bolehkah aku berharap lebih darimu?

Decha Liana Putri

Setelah membaca memo dari Si Buluk, sungguh aku merasa sebal. Choki tetaplah Choki yang menyebalkan di mataku. Bayangkan aku dikurung di rumahnya seperti tahanan saja? Serta disuruhnya aku bersih-bersih. Sebenarnya aku mau saja bersih-bersih rumah, tapi kalau yang menyuruh Kak Chaka, kalau Choki entah kenapa hanya mengeluarkan sedikit saja tenagaku, aku enggan melakukannya. MALAS. Pasti malas sekali harus menuruti perintah Coklat Buluk, menyebalkan.

Aku menunggu di rumah dengan penuh kegelisahan. Kadang aku duduk di sofa kemudian berdiri, mondar-mandir, duduk, berdiri, begitu seterusnya. Aku juga mengonta-ganti channel televisi sesukaku. Aku melihat kartun Sponge Bob aku ganti Marsha aku ganti lagi sinetron yang entah aku sendiri tidak paham akan judulnya ’Anakku Anak Suamiku, Tetapi Bukan Anakku.’ Lha terus anak siapa, ya? Tetapi itu semua tak membuat rasa gelisahku mereda sedikit saja.

Jam menunjukkan pukul 09.30 atau setegah sepuluh, dan aku tetap di sini. Di rumah Si Buluk dengan kondisi terkunci. Belum ada tanda-tanda mereka pulang ke rumah. Aku semakin menjadi harap-harap cemas menanti mereka pulang, tapi sebenarnya aku lebih utama menanti Kak Chaka pulang.

Ceklek

Aku berlari menuju pintu untuk melihat siapa yang datang? Rasa gelisah, cemas atau khawatir yang berlebih seketika hilang, hanya dengan aku melihat lagi Kak Chaka. Senyum Kak Chaka membuatku melayang-layang ke kahyangan. Semoga nanti aku tidak bertemu Mimi Peri di kahyangan,ya. Nanti aku bisa kena sawan kalau ketemu Mimi Peri.

Rasanya mungkin benar kata Dilan kalau rindu itu berat, aku merasakan rindu dengan Kak Chaka. Rasanya berat sekali, kalau bisa rasa rindunya aku naikkan becak biar beratnya enggak terlalu kurasa.

Oh, iya lupa aku belum mengenalkan secara detail calon suamiku, ini hanya harapanku saja. Kak Chaka seorang dokter di salah satu rumah sakit di Semarang, tetapi tak jarang Kak Chaka keluar kota, entah untuk apa aku juga tidak terlalu paham. Seperti saat ini Kak Chaka sudah seminggu berada di Jogja. Dan baru kembali ke Semarang sekarang.

"Halo, Decha. Kok ada di sini?" tanya kak Chaka lembut.

"Hehehe, Decha mau menyambut Kakak pulang," sahutku sambil tersenyum sok manis.

"Halah enggak usah senyam-senyum Ngil, pesanku udah dibaca belum? Udah selesai nyapu-nyapunya? Kok perasaan masih kotor?" tanya Choki yang merusak momen pembicaraanku dengan Kak Chaka.

"Jangan gitu Chok, itu bukan tugas Decha tapi tugas kamu!" kata Kak Chaka sambil membuka kopernya dan mengambil paperbag.

"Ah, enggak apa-apa Kak Chaka aku bisa nyapu kok. Sekalian latihan jadi calon istri yang baik buat Kakak kelak," jawabku malu-malu tapi lebih tepatnya malu-maluin, sambil mengambil sapu di balik pintu rumah Kak Chaka.

"Iya, Decha pasti akan jadi calon istri yang baik. Oh, ya ini oleh-oleh dari Kakak buat Decha. Semoga suka ya!" kata Kak Chaka sambil mengambil sapu dari tanganku dan meletakkan kembali di balik pintu. Kemudian meraih tanganku untuk menerima paperbag yang dibawa Kak Chaka.

Aku yang mendengar kata-kata Kak Chaka tersenyum malu. Bisa dipastikan wajahku akan menjadi merah seperti kepiting rebus. Apalagi Kak Chaka mengatakan aku calon istri yang baik.
 
Aku menerima paperbag dari Kak Chaka, tak lupa aku mengucapkan, "Terima kasih, Kak.

"Malah jadi merepotkan Kakak," kataku basa-basi busuk.

"Iya enggak repot kok, Cha," sahut Kak Chaka.

"Kak Chaka mau istirahat dulu ya, Cha. Nanti Kakak harus jaga siang hari. Kamu kalau mau main di sini biar nanti ditemani Choki," kata Kak Chaka sambil sekali-kali terlihat tangannya menutup mulutnya yang menguap.

"Decha pamit dulu ya, Kak. Makasih oleh-olehnya. Assalamualaikum wr.wb, " kataku lantas pergi dari kediaman Kak Chaka tanpa mempedulikan hadirnya sosok Choki.

"Walaikumsalam wr. wb.," jawab Kak Chaka dan Choki pelan tetapi kompak.

Aku segera pulang dari rumah Kak Chaka. Senyum terus menghias di bibirku. Tanpa memedulikan sekitar aku langsung berjalan ke tangga satu per satu, aku melangkah dengan diiringi nyanyian dari suaraku yang tidak begitu bagus dan lebih tepat dikatakan cempreng. Aku masuk menuju ke kamarku. Aku peluk paperbag dari kak Chaka. Senyum masih menghias di bibirku. Kata-kata Chaka terus mengiang di pikiranku ’istri yang baik, istri yang baik, Decha istri yang baik.’ Hatiku terasa menghangat mengingat hal itu.

Aku mulai membuka oleh-oleh dari Kak Chaka. Sebuah kaus berwarna putih berlengan panjang dengan bertuliskan cewek jenius April. Aku menjadi tambah gembira melihat kaus dari Kak Chaka. Kak Chaka memberiku kaus sesuai dengan bulan kelahiranku. Pasti Kak Chaka sengaja mencarikan oleh-oleh ini buatku. Aduh Kak Chaka sampai repot-repot mencarikannya yang sesuai bulan lahirku. Pasti susah.

Hal kecil dari Kak Chaka seperti ini membuatku bahagia. Bolehkah aku berharap lebih dari Kak Chaka? batinku sambil terus memandang kaus pemberian dari Kak Chaka.
 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Si Mungil I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang