Benci Mencintaimu

469 111 269
                                    

Aku tak tau apa yang terjadi
Antara aku dan kau
Yang ku tau pasti...
Ku benci untuk mencintaimu...

Naif

Sudah beberapa hari ini aku lebih suka di dalam kamar. Setelah pulang sekolah aku lantas mengunci diriku dan berteman dengan sepi. Jangan salahkan diriku, kenapa aku menjadi seperti ini? Ingatlah! Kalian pasti akan seperti aku ketika sedang patah hati. Bohong kalau kalian tidak bersedih ketika patah hati. Bohong kalau kalian tidak menangis tersedu-sedu dan mendengarkan lagu-lagu penuh kegalauan, agar suasana lebih syahdu merayu.

Tok tok tok

"Nduk, turun Tiara datang! Nyariin kamu," kata Bundaku yang masih bisa aku dengar walau saat ini aku sedang menyetel lagu galau cukup kencang.

"Iya, Bun," sahutku sembari mematikan lagu yang tadi aku dengar dan nyanyikan.

Sebenarnya aku merasa menjadi bertambah sedih Tiara datang ke sini, tetapi aku memang sudah berjanji untuk menemani Tiara. Dia memintaku menemaninya membeli kado, untuk pacarnya yang akan segera berulang tahun. Bisa dibayangkan dalam kondisi hatiku yang lagi potek-potek aku harus membantu sahabatku untuk romantis-romantisan dengan pacarnya. Inikah rasanya jomlo yang patah hati? Mudah baper, mudah sedih, dan mudah iri akan kebahagian orang lain.

Sebelum turun ke bawah aku bercermin terlebih dahulu. Aku menghapus ingus dan air mata yang terlihat mengering di ujung mata dan pipiku. Kemudian memoleskan bedak tabur secara tipis ke seluruh wajahku, agar tidak terlihat pucat. Kemudian aku mencoba melengkungkan bibirku untuk tersenyum.

Oke, cukup baguslah untuk senyuman orang yang baru patah hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Oke, cukup baguslah untuk senyuman orang yang baru patah hati. Jangan protes, lho!

Aku mulai menuruni anak tangga dari lantai dua kamarku menuju ke ruang tamu, satu per satu. Terlihat Tiara sedang duduk santai sembari memandangi handphone-nya dan terkadang bibirnya komat-kamit tidak jelas. Itu bukan karena Tiara sedang membaca mantra. Bisa aku pastikan dia sedang asyik membaca cerita-cerita yang ada di wattpad. Dia memang penggila cerita di wattpad. Terlebih cerita-cerita romansa berbau cinta.

Padahal menurutku kalau dia sedang membaca wattpad dia sudah seperti pasien RSJ (Rumah Sakit Jiwa) yang kabur ke sekolahku. Pernah suatu kali dia di sekolah sedang senyam-senyum sendiri atau pernah juga dia uring-uringan tidak jelas hanya karena Maghia si tokoh utama cewek menolak lamaran Barry si tokoh utama cowok. Kan aneh banget.

"Ayo, Ra jadi pergi enggak? Kalau enggak jadi, aku bersyukur banget," tanyaku dengan lesu.

"Eh, Decha sudah nongol aja. Jadi dong. Ayo, keburu malam, nih!"

Kami pun segera pergi ke salah satu Mall di Semarang. Selama perjalanan aku hanya diam. Kadang jika Tiara bertanya aku hanya mengangguk atau menggeleng lemah.

"Kamu kenapa, sih? Bikin ayam tetangga mati, lho. Kalau kamu diam, tuh. Aneh tahu, Cha."

"Sudah kamu fokus nyetir aja, Ra! Aku enggak mau, ya mati muda dalam kondisi masih perawan. Eh, maksudku kondisi belum nikah."

"Siap, Boss! Aku kunci nih mulutku." Kata Tiara sambil memperagakan tangannya seperti menutup resleting di depan mulutnya.

***

Sesampainya di Mall, Tiara segera menarikku ke salah satu gerai toko. Dia terlihat sangat antusias memasuki area toko tersebut. Ditambah ada tulisan besar di sepanjang toko. Terpampang nyata sale 40%.

"Wah, lagi diskon, Cha! Asyik, ramah kantong, nih! Ini bukan karena aku pelit, lho

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wah, lagi diskon, Cha! Asyik, ramah kantong, nih! Ini bukan karena aku pelit, lho. Hanya memanfaatkan momen. Benar enggak, Cha?" tanya Tiara dengan penuh mengebu-ngebu.

"Ho-oh," sahutku lesu membenarkan omongan Tiara.

Mungkin kalau aku tidak lagi patah hati aku akan senang sekali melihat tulisan sale, tetapi sekarang rasanya biasa saja. Aku membiarkan Tiara berlari ke sana ke mari mencari baju yang sesuai untuk kado pacarnya. Tiara sudah persis seperti anak ayam yang sedang dikejar oleh musang berlari ke segala penjuru.

"Ra, aku ke toilet, ya? Kebelet," kataku cukup kencang dan Tiara hanya menengok sebentar, kemudian mengacungkan jempolnya sebagai tanda dia setuju.

Aku berjalan keluar dari toko dan segera menuju ke toilet. Aku tak menyangka akan melihat dia di depan toilet. Dia sedang membawa tas seorang perempuan. Mungkin dia sedang berkencan dengan pacar barunya. Aku segera berbalik arah. Tapi dia justru menyadari kehadiranku.

"Cha, tunggu! Kakak mau bicara dulu," teriaknya sambil menarik tanganku hingga kami berhadapan.

"Ada apa, Kak Chaka?" tanyaku pelan.

"Selama ini Kakak hanya menganggap Decha seorang adik. Kakak tak bermaksud menyakiti Decha. Decha, paham kan maksud kakak?" jelasnya berulang kali. Hanya tentang menganggapku seorang adik. Hanya adik. Catat itu.

"Decha tak tahu apa yang terjadi antara Decha dan Kak Chaka. Tapi yang Decha tahu pasti. Sekarang, Decha BENCI MENCINTAI KAKAK," kataku sambil menangis kemudian berbalik meninggalkan Kak Chaka.

Aku pun berjalan keluar dari Mall tersebut. Aku terus berjalan ke arah parkiran dan sesekali aku menghapus kasar air mataku yang menetes. Ingusku pun ikut serta menemani kegalauanku.

Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang basah di celanaku. Aku pun segera menelepon Tiara agar lekas pulang.

"Halo, Tiara. Ayo cepat pulang aku tunggu di parkiran!"

"Aku belum selesai, Cha. Bentar, ya."

"Enggak bisa, Ra. Ayo pulang!"

"Kamu kenapa, sih? Buru-buru banget?" tanyanya di seberang telepon.

AKU NGOMPOL," bisikku pelan-pelan di telepon agar tidak ada yang mendengar omonganku barusan.

Si Mungil I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang