Pilih Bunga atau Rumput?

464 97 297
                                    

Ini ada mulmednya lagu Petra sangat mewakili isi hatinya Choki. Baca sambil dengerin mulmednya akan lebih terasa. Bagaimana perasaannya Choki.

Padahal bunga dan rumput sama-sama memberimu oksigen. Hanya saja bunga cepat layu sedangkan rumput walau terus dicabut akan terus ada dan tumbuh. Dan aku bagai rumput yang memberikan perhatian kepadamu walau tak kau anggap hadirnya.

Choki Bagastara

"Cha, bangun. Udah pagi. Ayo bangun," kata Bundaku mengawali harinya dengan menggedor-gedor pintuku.

"Lima menit lagi, Bun."

Tok Tok Tok Tok

"Enggak ada lima-lima menit lagi. Buruan bangun. Lima menitmu, tuh pasti akan jadi dua puluh menit jam normal. Bangun, Cha."

"Iya, Bun. Decha bangun nih lagi ngumpulin nyawa yang tertinggal di alam mimpi. Takutnya nyawanya belum genap, Bun," sahutku asal.

Ini lah kegiatan diawal hariku setiap hari-hari sekolah. Selalu diawali dengan gedoran pintu oleh Bunda. Sebenarnya aku sudah pasang alarm untuk bangun setiap pagi. Hanya saja setiap menyala, aku bangun, mematikannya kemudian lanjut tidur lagi. Dan gedoran Bunda menjadi cara pamungkas agar aku benar-benar bangun. Kan tidak mungkin aku bangun, ikat tangan dan lakban mulut Bunda kemudian aku lanjut tidur lagi. Nanti aku bisa dikutuk Bunda jadi batu ginjal. Kan enggak lucu.

***

Entah mengapa setiap hari Senin kakiku susah dijalankan untuk melangkah ke kelas. Apalagi harus duduk bersebelahan dengan Tiara. Aku masih sebal dengannya. Ingatkan kejadian memalukanku gara-gara ide terkonyol miliknya. Memakai kantong kresek buatannya. Sejak itu aku jadi setuju dengan pemerintah melarang toko, swalayan dan mall memberikan kantong kresek untuk konsumennya.

"Pagi, Cha," kata Tiara sambil menarik lenganku.

Aku hanya diam dan tanpa mau menggubris dirinya.

"Tahu enggak, Cha? Pacarku senang sekali dapat kado dariku," cerocos Tiara setelah mendudukkan aku di bangku.

Lagi-lagi aku hanya diam.

"Cha, kok diam? Kamu masih marah sama aku? Maaf deh, Cha," kata Tiara pelan.

Aku pun mengeluarkan kertas dan menuliskan sesuatu. Kemudian aku menunjukkan kepada Tiara.

"Dilarang mengganggu ada mertua lagi PMS," baca Tiara.

Kulihat dia seperti orang bingung tapi setelah membaca tulisanku cukup membuatnya terdiam. Kenapa aku menulis seperti itu? Karena kalian tahu kan mertua? Walau aku belum menikah, kata orang mertua itu galak dan cerewetnya minta ampun. Apalagi kalau lagi PMS pasti kadar galaknya akan meningkat. Ibaratnya kamu nyenggol sedikit siap-siap aja nerima the power of emak-emak.

Selama berlangsungnya pelajaran aku hanya melamun dan asyik dengan duniaku sendiri.

***

Sore hari aku dan Choki sudah siap-siap untuk melanjutkan maha karya lukisan masing-masing. Kami mengambil kanvas dan beberapa peralatan melukis lainnya. Kami menatanya di taman depan rumahku. Berharap mendapat inspirasi.

Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya Choki anak yang pintar melukis. Sedangkan aku tidak pintar melukis. Karena ini tugas dan besok harus dikumpulkan. Akhirnya terpaksa aku harus melukis. Melukis yang paling aku bisa adalah melukis dua gunung yang di tengahnya ada matahari yang tak lupa aku beri mata dan senyum. Lukisan legend.

Aku pun mulai mencorat-coret kanvasku. Entah akan jadi apa nanti kanvas di depanku. Sedang asyik melukis aku melihat pemandangan yang bikin aku terpotek. Kak Chaka sedang keluar dari mobilnya bersama Kak Cyntia. Terlihat mereka bergandengan tangan.

Entah perasaan apa menyusup di dalam dadaku. Terasa perih melihat pemandangan itu. Aku masih belum ikhlas jika Kak Chaka dengan yang lain. Aku menitikkan air mataku. Lekas-lekas aku hapus agar Choki tak mengetahui tangisku.

Choki yang sedang melukis kemudian memanggilku pelan. Dia menunjukkan lukisannya yang belum diberi warna.

"Apa yang kamu lihat dari lukisanku, Cha? tanya Choki kepadaku.

"Apa yang kamu lihat dari lukisanku, Cha? tanya Choki kepadaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bunga," jawabku.

"Terkadang manusia hanya fokus kepada keindahan saja tanpa melihat hal lain."

"Maksudnya apa sih, Luk?"

"Di situ tidak hanya ada bunga tapi juga rumput."

"Oh, iya bener-bener. Ada rumput juga," kekehku pelan.

"Padahal bunga dan rumput sama-sama memberimu oksigen. Hanya saja bunga cepat layu sedangkan rumput walau terus dicabut akan terus ada dan tumbuh. Dan aku bagai rumput yang memberikan perhatian kepadamu walau tak kau anggap hadirnya," kata Choki lagi.

"Ini pelajaran lukis, Luk. Kenapa jadi bahas bunga, rumput, dan oksigen," sahutku.

"Jika kamu bersedih karena bunga, kenapa tidak mencoba melihat rumput. Yang akan tetap memberimu oksigen walau kadang kau injak."

"Kamu kenapa sih, Luk. Kesurupan penunggu kebon? Dari tadi bilang bunga dan rumput?"

"Sudah lupain saja, Cha. Aku cuma benci melihat kamu menangis. Soalnya aku enggak bawa tisu. Kamu kan kalau nangis ingusnya ke mana-mana," kata Choki lembut sambil mengelus pelan kepalaku.

Entah perasaan apa ini? Aku merasa sedikit nyaman dengan perlakuan Choki akhir-akhir ini. Bukannya aku tidak paham perumpamaan dia tadi. Tapi aku belum tahu harus memilih apa? Pilih bunga atau rumput?

Semoga suka ya sama cerita ini. Jangan lupa vote dan komennya. Selamat beraktifitas

Si Mungil I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang