Konser Musik

457 140 236
                                    

Aku pernah mendengar satu pepatah ’kalau ada dua orang laki-laki dan perempuan bersama pasti akan ada setan.’ Sekarang aku percaya pepatah itu. Bahkan sangat percaya. Kenapa aku baru percaya sekarang? Lihat sekarang keadaanku rencana kencan dengan Kak Chaka tetapi Choki malah ikut. Iya kan ada setan diantara aku dan Kak Chaka.

"Jangan, lihatin aku kayak gitu, Ngil! Aku ikut juga karena terpaksa," kata Choki karena aku melihatnya dengan pandangan aura pembunuhan.

"Siapa juga yang maksa kamu ikut? Ngapain sih kamu ikut? Enggak ada, ya yang mau diajak kencan sama orang kayak kamu, sampai-sampai harus mengganggu kencan orang lain?" tanyaku bertubi-tubi dengan nada kesal.

"Kak Chaka, tuh yang ngajakin terus maksa-maksa aku buat ikut." Kata Kak Chaka ’sayang banget sudah terlanjur beli tiga tiket.’

"Kamu kan bisa bilang lagi ada acara, mau mengambil kitab suci kek, mau pergi berburu ubur-ubur atau ke mana kek terserah kamu atau bisa juga bilang sakit panu-mu lagi kambuh jadi malas ikut," kataku frustasi.

"Itu bohong, Ngil. Bohong itu enggak baik, Ngil buat perkembangan mentalku. Takut jadi kebiasaan," jawab Choki dengan santai dan mengetuk-ngetukkan jarinya di meja teras rumahku.

Acara bisik-bisik tetanggaku dengan Choki terhenti ketika Kak Chaka sudah selesai meminta ijin Bunda kemudian mengajakku dan Choki untuk segera naik mobil.

***

Kami sudah berada di sebuah gedung yang cukup luas. Kami memasuki salah satu ruangan yang ada, di dalam gedung itu. Aku pikir Kak Chaka akan mengajakku nonton konser di ruang terbuka sehingga aku memakai kaus tanpa lengan, sehingga apabila jingkrak-jingkrak nanti aku tidak gerah. Tetapi sepertinya aku salah kostum. Kenapa aku tidak bertanya terlebih dahulu kemarin, kita akan menonton konser apa? Sehingga aku tidak terlihat aneh di sini. Diantara orang-orang yang memakai kemeja berbalut jas dan dress. Hanya aku dan Choki yang memakai kaus. Choki agak lebih baik, dia masih memakai jaket untuk menutupi kaus bergambar doraemon miliknya.
  
Di sini ruangannya terasa dingin. Baru saja masuk ke ruangan, tanganku sudah mulai aku gosok-gosokkan pelan.

Konser pun dimulai denting-denting suara piano terdengar begitu indah. Walau aku sendiri tidak tahu lagu apa yang sedang dimainkan oleh seorang pianis itu. Kenapa rasanya mataku mulai terpejam sedikit demi sedikit. Seperti musik pengantar tidur terlebih suasana dingin di sini, menambahkan aku tak mampu mengontrol kinerja mataku. Aku sudah menahannya. Gengsi dong diajak Kak Chaka menonton konser, aku malah setor iler saja di sini.

Jangan tidur jangan tidur, batinku.

Tetapi mata dan otakku sedang tidak bekerja sama dengan baik. Walau sudah aku tahan mata ini tetap memberontak dan nekat merem. Aku masih dapat merasakan ada orang yang meletakkan jaket di bahuku. Rasanya tubuhku sudah tidak sedingin tadi. Ini pasti Kak Chaka yang melakukan. Aku mulai bersandar di bahu sebelahku. Aku merasa ini pasti bahu Kak Chaka. Sandarable banget, lho. Ingatkan aku jika ini tidak mimpi!

***

Pertunjukan konser selesai riuh tepuk tangan penonton menyadarkan aku dari tidurku. Aku seperti sedang terkena hipnotis artis Uya Kuya saja, ya. Aku tersadar setelah beberapa detik mendengar suara riuh tepuk tangan. Bahu yang aku jadikan sandaran dari tadi bukan bahu Kak Chaka. Jaket yang kupakai bukan jaket Kak Chaka. Aku lupa kalau tadi Kak Chaka hanya memakai kemeja lengan panjang bukan jaket.

"Aaaaaa," teriakku refleks dan menjatuhkan jaket yang sedang aku kenakan.

"Jangan teriak-teriak berisik! Lap, tuh iler! Anak cewek tidur apa niat lukis pulau, sih? Nyaman banget ya, Ngil? Tidur di bahuku. Bahuku pasti sandarable banget, ya?" tanya Choki dengan muka sok tengilnya yang pengen aku uleg-uleg

"Decha, mudah mengantuk ya? Pulang saja yuk kalau begitu!" ajak Kak Chaka sambil mengelus pelan kepalaku.

"Iya, Kak maaf ya," kataku pelan seperti nada menyesal dan bersalah.

Sungguh ini di luar prediksiku. Kencan yang aku harapkan gagal total. Tidak ada peluk kiss-kiss bagaimana gitu kayak di drama-drama korea yang pernah aku tonton, dari Kak Chaka. Yang ada malah tertidur di bahu Si Buluk. Memang saat aku tertidur di bahu Si Buluk rasanya sungguh nyaman sekali. Entah perasaan apa itu? Aku juga tidak peduli.

"Kak, Minggu depan kalau kakak free kita makan malam ya, bagaimana?" ajakku dengan penuh harap agar Kak Chaka mau menerima ajakkanku.

"Oke, Decha kayaknya hari Kamis besok kakak free. Kita makan bertiga, ya di Hans coffe?"

Tidaakkkkk, bertiga lagi, Oh, No, batinku.

Semoga suka ya sama cerita Si Buluk dan Si Mungil.. Terima Kasih vote dan comentnya..

Si Mungil I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang